Mohon tunggu...
Deassy M Destiani
Deassy M Destiani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, Penulis, Pebisnis Rumahan

Seorang Ibu dua anak yang suka berbagi cerita lewat tulisan..

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hantu Distruptif Pendidik Generasi Internet

29 November 2017   16:01 Diperbarui: 28 Maret 2018   13:35 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Katanya punya jabatan, katanya orang kaya, katanya orang pintar, katanya orang soleh. Tetapi buat apa semua itu jika Anda tidak peduli dengan lingkungan Anda. Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling memberikan manfaat untuk orang lain. Sudahkah Anda menjadi salah satunya? Minimal untuk lingkungan di daerah rumah Anda.

Kita semua adalah guru. Kita semua adalah pendidik. Guru zaman now harus menyiapkan diri untuk berhadapan dengan kekuatan yang tak terlihat yaitu dunia maya. Kekuatan ini bisa hadir kapanpun dan dimanapun selama anak akses internet. Lihatlah contoh anak yang menjadi selebgram, folowernya banyak tetapi umunya menapilkan sosok yang tidak patut untuk diteladani. Pakaian, dandanan serta perilakunya mengajak anak untuk tampil seperti idolanya. Jika guru atau orangtua tidak memberikan pemahaman dasar tentang perilaku yang baik maka bukan hal sulit bagi anak untuk meniru idolanya.

Silahkan sekarang Anda hitung, berapa banyak anak yang lebih senang berkawan dengan para guru dan orangtuanya dibanding dengan berkawan pada dunia maya serta teman sebaya? Bukankah guru dan orangtuanya sendiri pun lebih akrab dengan dunia maya? Saya pernah menemukan guru les yang datang ke rumah ketika mengajar anak dia bertanya pada google untuk jawabannya. Guru les ini tidak percaya dengan ilmu yang diajarkan gurunya di tempat kuliah. Dia lebih memilih bertanya pada google daripada menggunakan ilmu yang diberikan dosennya. 

Anak-anak di era distruptif ini adalah anak-anak yang punya karakteristik 3B,  Bebas Belajar, Bebas Bekerja dan Bebas  Berbisnis. Suatu hari nanti bisa saja sekolah itu tidak membutuhkan gedung. Anak-anak bebas belajar dari rumah masing-masing. Memilih mata pelajaran yang mereka suka lalu menjadi ahlinya.  Mereka juga bebas bekerja karena era pasar bebas siapapun boleh masuk bahkan ke luar negeri sekalipun.  Dampaknya adalah persaingan yang makin berat. Mereka harus siap bersaing dengan negara tetangga. Namun mereka juga bebas berbisnis. Karena bisnis bisa dimulai bahkan sebelum mereka duduk di sekolah menengah. Sudah banyak contoh anak-anak yang menjadi jutawan dan milyarder ketika usianya masih belasan tahun.

Lalu langkah apa yang harus dilakukan pendidik/orangtua dan masyarakat dalam menghadapi era distruptif ini ? Apakah perlu menjauhkan internet dari anak? Generasi anak-anak kita adalah mereka yang masuk pada generasi Z dan generasi Alpha. Salah satu ciri dari generasi Z dan Alpha ini adalah mereka yang telah terpapar gencarnya perkembangan teknologi. Jadi hal ini tidak bisa dihindari tetapi harus dihadapi dengan bijak.

Generasi Z dan Generasi Alpha dalam pembelajarannya hampir 90% menggunakan teknologi terkini. Sejatinya teknologi itu sendiri bersifat netral. Positif atau negatif tergantung pemanfaatannya.   Guru di sekolah memberikan tugas untuk akses internet. Anak-anak bisa belajar sambil nonton youtube, chating di instagram sambil membuka google terkait dengan materi pelajaran. Ngobrol sama teman di grup chat terkait tugas dan PR. Bahkan tak jarang tukar-tukaran jawaban. Padahal generasi X dan Y  yang menjadi orangtuanya tidak pernah melakukan  dan mengalami itu. Inilah yang seringkali menjadi sumber pertengkaran.  

Kesalahan yang sering dilakukan guru, orangtua dan masyarakat zaman sekarang adalah :

  • Banyak anak kurang stimulasi, ketika repot orangtua/pendidik mengandalkan gawai, TV dan sarana digital lainnya untuk pengasuhan. Padahal gawai itu bukan media untuk mengasuh anak.
  • Jika diberikan gawai orangtua dan pendidik juga tidak membatasi. Di rumah bebas berinternet dengan hotspot, di sekolah anak boleh membawa gawai. Mereka memberikan akses internet tanpa batas dan tahu apa yang di akses.
  • Pendidik dan orangtua gagal mendengarkan. Orang dewasa inginnya didengarkan akhirnya anak melampiaskan bercerita pada orang yang salah (chating FB, kenalan di dunia maya dll). Akhirnya berpotensi pada kejahatan seksual. Anak-anak berkenalan dengan predator seks di dunia maya.

Solusinya adalah, cobalah sediakan waktu untuk anak. Banyak orangtua sibuk mencari nafkah, namun  sangat sedikit yang meluangkan waktu bersama anak.  Terkadang boarding School menjadi pilihan agar ortu fokus mencari nafkah, anak dididik di asrama. Akhirnya anak lebih betah di asrama daripada di rumahnya yang terasa sepi. Ada tapi tiada.  Anak membutuhkan kedekatan emosi dan fisik selain materi. Kehadiran Anda jauh lebih berharga daripada segepok uang yang setiap bulan Anda berikan.

Selain itu jadilah orangtua  dan pendidik yang konsisten. Jangan sampai aturan bisa mudah berubah tergantung mood orangtua. Terkadang antara ayah dan Ibu berbeda aturan yang membuat anak bingung harus mengikuti yang mana.

Terakhir, jangan abaikan kata hati. Seorang pendidik baik itu orangtua maupun guru pastinya punya kepekaan yang tajam tentang anaknya. Jika ada sesuatu yang berubah atau berbeda dari anak segera cari tahu sebelum anak terlibat masalah lebih dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun