Mohon tunggu...
Marintan Irecky
Marintan Irecky Mohon Tunggu... Lainnya - ENG - IND Subtitler and Interpreter

Indonesian diaspora who has been living in Saudi Arabia since 2013. Currently interested in topics about women, family and homemaking, and female intra-sexual competition.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jatuh Bangun James Dyson Hingga Jadi Kaya Raya

18 Februari 2024   01:38 Diperbarui: 18 Februari 2024   01:44 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
James Dyson (dok. Famous Entrepreneurs)

Steve Siebold dalam bukunya yang berjudul "Secrets Self-Made Millionaires Teach Their Kids" menulis bahwa orang-orang kaya mengajarkan anak-anak mereka bahwa kegagalan bukanlah hal yang fatal dalam hidup.

Failure is not fatal.

Mereka justru akan menyemangati anak-anak mereka untuk mencoba lagi dan lagi. Anak-anak orang kaya diajarkan untuk melihat sebuah masalah sebagai tantangan dengan berbagai kemungkinan solusi. Apabila mereka mengalami kegagalan dalam suatu bidang, mereka akan disemangati untuk melihat sisi lain dari masalah tersebut. Apakah ada alternatif yang lain untuk menyelesaikan masalah itu? Sudahkah melihat dari sudut pandang yang lain agar masalah tersebut dapat diatasi.

Sebaliknya, anak-anak dari keluarga menengah (atau bahkan dari kalangan kurang mampu) cenderung mudah menyerah. Tak sedikit yang menilai bahwa masalah yang berulang kali gagal diatasi sebagai sesuatu yang di luar kapasitasnya. Mungkin memang tak ada cara lain dan sebaiknya berhenti sampai di situ saja daripada menghabiskan waktu dan tenaga.

Saya jadi teringat masa kecil hingga masa remaja saya yang bisa saya kategorikan sebagai keluarga menengah ke bawah. Dibilang miskin tidak bisa karena kami masih bisa makan, bayar uang sekolah, dan beli peralatan sekolah. Tapi dibilang mampu juga tidak bisa karena dulu saya seringkali absen dari karyawisata sekolah, acara ulang tahun teman, atau kegiatan lainnya yang membutuhkan uang untuk partisipasi dan bekal. 

Dulu, saya ingin sekali jadi perancang busana karena saya suka menggambar dan saya suka melihat baju-baju yang cantik. Mungkin karena ketidakmampuan untuk punya koleksi baju dan gaun anak-anak yang jadi tren di kalangan anak sekolah pada waktu itu, saya pikir seandainya jadi perancang busana tentulah saya bisa membuat baju-baju cantik untuk keluarga dan diri saya sendiri tanpa harus buang uang.

Namun seperti yang digambarkan oleh Steve Siebold dalam bukunya, saya tidak diajarkan untuk berpikir bagaimana memecahkan masalah. Keuangan jelaslah suatu masalah karena keluarga saya tak mampu membiayai saya untuk sekolah desain busana. Yang mengejutkan adalah mental keluarga (dan saya sendiri) pada waktu itu, persis seperti yang digambarkan oleh Siebold tentang anak-anak dari kelas menengah ke bawah.

Saya menganggap bahwa cita-cita saya ketinggian dan lebih baik dikubur saja. Kenapa? Lebih baik begitu daripada bermimpi ketinggian dan akhirnya saya sedih karena terbentur oleh kekurangan finansial yang dialami keluarga saya. 

Saya yakin ini bukan hanya dialami oleh keluarga saya saja tapi oleh banyak orang lainnya. Mungkin tidak sedikit dari Anda yang pernah mendengar orangtua berkata, 

"Sudahlah, bermimpi itu boleh tapi jangan ketinggian. Nanti sakit kalau jatuh."

"Hidup itu harus realistis, jangan kebanyakan berkhayal di awang-awang. Bisa makan saja sudah bagus."

Saya tidak bisa mengubah masa lalu atau mengulang masa kecil. Untungnya setelah kuliah di luar kota dan hidup jauh dari rumah, pola pikir seperti itupun memudar pengaruhnya. Saya memang tidak jadi perancang busana, tapi pada akhirnya saya berhasil jadi pramugari di maskapai internasional dan tinggal serta bekerja di luar negeri cukup lama. 

Kok bisa? Ya bisa, karena saya tidak menyerah setelah mengalami total kegagalan sebanyak 16 kali saat interview pramugari. Suatu hari nanti akan saya tulis tentang perjalanan ini, tapi saat ini saya ingin berbagi cerita tentang sosok inspiratif lain yang tidak berhenti meski gagal berkali-kali dan sekarang dia sudah menjadi salah satu orang terkaya di Inggris.

JATUH BANGUN JAMES DYSON

Siapapun yang pernah memakai atau ingin membeli vacuum cleaner pasti pernah mendengar tentang merk Dyson. Harganya mahal, tapi kualitasnya jempolan dan praktis digunakan karena wireless. Tapi tahukah perjalanan panjang Dyson di balik penemuan berharganya yang mengantarnya jadi miliuner tersebut?

James Dyson mengalami kegagalan berkali-kali selama kurun waktu 5 tahun dengan total prototipe sebanyak 5.127 sebelum akhirnya penyedot debut G-Force diluncurkan di tahun 1983. Setelah berhasil meluncurkan produk itupun, dia masih menghadapi penolakan dari berbagai toko perabot rumah tangga di Inggris. Mereka memboikot produk Dyson karena penyedot debu pada saat itu masih memiliki kantung debu dan tersambung dengan kabel sehingga kurang praktis. 

Setelah produknya sukses di Jepang dan mulai dijual di Amerika Serikat, barulah permintaan pasar terhadap produk-produk Dyson meningkat. Kini gerai Dyson dapat ditemui di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Apa rahasia kesuksesan Dyson? 

Kegigihannya untuk berhasil serta dukungan dari sang istri. Tentunya ada banyak sekali faktor penentu keberhasilannya, namun setelah membaca berbagai artikel dan interview James Dyson, saya menemukan bahwa dua hal tersebutlah yang konstan disebut.

Kebanyakan orang tidak gigih berjuang. Jujur saja, ada berapa banyak sih orang yang akan terus berjuang setelah puluhan kali gagal? Apalagi kegagalan yang dialami Dyson bukan main, ribuan kali dan dalam kurun waktu 5 tahun! 

Dan kalau mau lebih jujur lagi, seringkali orang terdekat (orang tua, pasangan, kakak adik, sahabat) jadi orang pertama yang menggugurkan impian kita. Tak jarang, mereka pula yang mematahkan arang dengan menyebut semua kekurangan kita serta kemungkinan kenapa percobaan berikutnya akan gagal lagi. 

Apakah James Dyson berasal dari keluarga berada? Tidak. Ayahnya adalah seorang guru sekolah yang mengajar sastra. Ia meninggal dunia ketika James masih berusia 9 tahun dan sekolah tempat ayahnya mengajar bahkan menggratiskan biaya sekolah Dyson karena keluarganya dianggap tak mampu.

Sekarang James Dyson bergelimang harta dan kekayaan bersihnya ditaksir mencapai 9,6 milyar Dollar AS (USD). Ia menduduki peringkat orang terkaya nomor 5 di Inggris dan peringkat nomor 102 orang terkaya di dunia per tahun 2023 lalu.

Keberhasilan yang sekarang dinikmati James Dyson akan dirasakan pula oleh anak-anak dan bahkan cucu-cucunya. Saya yakin, tak satupun anaknya yang akan takut mengalami kegagalan karena mereka tahu bahwa mereka punya dukungan orangtua yang solid dan harta yang cukup bagi mereka untuk bereksperimen dan berinovasi.

KEGAGALAN ADALAH PROSES PENYEMPURNAAN

Dari tulisan-tulisan Steve Siebold dan juga cerita hidup James Dyson, saya meyakini bahwa tak ada kegagalan yang sia-sia. Kegagalan sesungguhnya adalah sebuah proses penyempurnaan. 

Siebold sendiri dalam kanal YouTubenya menjelaskan bahwa orang-orang kaya mengajarkan anak-anak mereka untuk terus mencoba dan tidak takut gagal. Kegagalan berulang kali justru akan membuat mereka mencoba lebih baik di kesempatan berikutnya, sampai akhirnya mereka mengalami kesempurnaan dan mencapai keberhasilan.


Gagal sekali, coba lagi. Gagal dua kali, coba lagi dan perbaiki. Gagal tiga kali, perbaiki dan coba ke tempat yang lain. Gagal lagi dan lagi, coba lagi dan coba lagi. Selama ide yang kita miliki adalah ide yang bagus dan bisa memberikan solusi bagi masalah yang dimiliki oleh orang lain, saya yakin keberhasilan hanyalah soal waktu dan ketahanan mental.

Pertanyaannya sekarang adalah maukah kita bertahan di tengah kegagalan? Adakah seseorang yang akan mendukung kita sampai berhasil?

* * *

Riyadh, Saudi Arabia

17 Februari 2024

9:35 PM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun