Sekolah Arab atau yang juga sering dikenal sebagai Sekolah Sore atau Sekolah Petang karena jam operasionalnya yang berada pada sore hari, atau bakunya dikenal di Indonesia sebagai Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) adalah lembaga pendidikan islam non-formal. MDT dapat melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada sore hari hingga setelah Isya.
MDT memiliki beberapa tingkatan yaitu (1) Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA)/Madrasah Diniyah Takmiliyah Ula (MDTU) yang setara SD/Sederajat; (2) Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustha (MDTW) yang setara SMP/Sederajat; dan (3) Madrasah Diniyah Takmiliyah Ula (MDT Ulya) yang setara SMA/Sederajat.
Masa belajarnya pun kurang lebih sama, yaitu MDTA/MDTU masa belajarnya 4 atau 6 tahun, MDTW masa belajarnya 2 atau 3 tahun, dan MDT Ulya masa belajarnya 2 atau 3 tahun.
Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) merupakan salah satu lembaga pendidikan keagamaan Islam di luar pendidikan formal yang diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang sebagai pelengkap pendidikan keagamaan bagi peserta didik yang belajar pada lembaga pendidikan formal umum (SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA atau sederajat). Mereka dapat menambah dan memperdalam wawasan pengetahuannya tentang agama Islam. Lembaga ini terbuka bagi anak-anak muslim usia pendidikan dasar maupun menengah.
Singkatnya, Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA)/Madrasah Diniyah Takmiliyah Ula (MDTU) adalah MDT yang mengajarkan ilmu pengetahuan keagamaan islam pada tingkat dasar; Madrasah DIniyah Wustha (MDTW) adalah MDT yang mengajarkan ilmu pengetahuan keagamaan islam pada tingkat menengah pertama; dan Madrasah Diniyah Takmiliyah Ulya (MDT Ulya) adalah MDT yang mengajarkan ilmu pengetahuan keagamaan islam pada tingkat menengah atas.
Berdasarkan bagaimana penyelenggaraannya menurut Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah, Madrasah DIniyah Takmiliyah (MDT) dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu sebagai berikut.
Satuan Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah yang secara mandiri diselenggarakan oleh masyarakat berbentuk satuan pendidikan nonformal. Penyelenggaraannya ada yang berbentuk Yayasan/lembaga berbadan hukum dan perorangan dan jenjangnya terdiri atas MDT Ula, Wustha, Ulya dan Al Jami'ah Mandiri;
Madrasah Diniyah yang diselenggarakan oleh pesantren dan;
Program Madrasah Diniyah Takmiliyah yang diselenggarakan secara terintegrasi/terpadu dengan lembaga pendidikan formal, baik SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK atau sederajat (Negeri/Swasta serta Perguruan Tinggi Umum {PTU}). MDT jenis ini tidak berjenjang disebut dengan MDT Terpadu/Terintegrasi.
Jenis pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah telah ada bahkan sebelum kemerdekaan. Itulah sebabnya banyak istilah untuk menyebut MDT dari Sekolah Arab, Sekolah Sore, dan Sekolah Petang karena jenis pendidikan ini telah ada sebelum dikukuhkan oleh kementerian agama, namun masih perlu adanya riset lebih lanjut dalam melacak asal-usul dari nama-nama tersebut.
Berdirinya Madrasah Diniyah Takmiliyah memiliki latar belakang tersendiri dan kebanyakan didirikan atas usaha perorangan yang semata-mata untuk ibadah, maka sistem dan penyelenggaraannya bergantung pada latar belakang pendiri dan pengasuhnya, sehingga pertumbuhan Madrasah Diniyah di Indonesia mengalami banyak corak dan ragamnya.
Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) sangat penting dalam pendidikan keagamaan islam di tengah masyarakat Indonesia. Mengingat pendidikan keagamaan merupakan salah satu komponen penting dalam pembinaan karakter, akhlak, dan moral dalam menjadi seutuh-utuhnya manusia, maka MDT adalah salah satu ujung tombak pembinaan tersebut di tengah masyarakat.
Dengan kekuatannya dalam menyediakan pendidikan keagamaan islam secara mendalam dan terfokus. Berbeda dengan lembaga pendidikan islam lainnya, MDT berfokus pada pelajaran-pelajaran keislaman yang lebih lengkap dari Fikih, Akhlak, Hadits, Qur'an, Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Tauhid, Tajwid, Tarikh al-Islam, Khat, Imla`, Praktek Ibadah dan seterusnya.
Adapun untuk kurikulum, kurikulum yang diajarkan pada Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana diatur pada pasal 48 Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, namun demikian, lembaga penyelenggara Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dapat mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan masing-masing berdasarkan kearifan lokal.
Sekolah Arab atau Madrasah DIniyah Takmiliyah memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pendidikan keagamaan islam masyarakat umum. Posisi yang bergandengan dengan masyarakat menunjukkan potensi tersebut. Adanya hak dalam mengembangkan kurikulumnya masing-masing dengan pengaruh latar belakang masing-masing pula menambah khazanah perbedaan antar Sekolah Arab di tiap pulau bahkan daerah.
Juga mengingat posisi Sekolah Arab yang cenderung lebih dekat dengan masyarakat baik posisi dan interaksinya, menjadikan Sekolah Arab sebagai lembaga pendidikan keagamaan islam yang bersifat "Dari masyarakat oleh masyarakat untuk masyarakat". Hal ini memberikan Sekolah Arab posisi penting dalam perkembangan dan pengembangan pendidikan keagamaan islam, khususnya di masyarakat.
Hemat Penulis, potensi yang dimiliki Sekolah Arab harus dimaksimalkan dalam memajukan dan memperbaharui pendidikan keagamaan islam di Indonesia agar sesuai dengan perkembangan zaman dengan tetap menyesuaikan dengan budaya pendidikan di Indonesia. Dari penjelasan tersebut, maka penulis menyatakan Sekolah Arab sebagai solusi yang tepat, namun belum dikembangkan demi tujuan tersebut.
Keberadaan Sekolah Arab saat ini sangat diperlukan dalam membentuk generasi muda ahli agama yang moderat yang dapat menyebarkan Islam Rahmatan lil alamin. Harapannya dengan adanya Madrasah Diniyah Takmiliyah dapat mencegah terjadinya radikalisme di kalangan generasi muda. Pendidikan di MDT memberikan dasar yang kuat bagi peserta didiknya dalam memperdalam ilmu keagamaan islam di jenjang yang lebih tinggi seperti di Universitas dan Ma'had.
Selain pendidikan keagamaan islam bagi anak-anak, Sekolah Arab juga berfungsi sebagai sarana aktivitas keagamaan islam bagi orang tua. Seperti sudah dijelaskan penulis di atas, Sekolah Arab sangat dekat dengan masyarakat.
Sekolah Arab memiliki peran ganda selain sebagai pusat pendidikan keagamaan islam, juga sebagai pusat aktivitas keagamaan islam. Bukan sebagai pengganti Masjid, lebih kepada pelengkapnya. Namun, tidak semua Sekolah Arab menerapkan ini. Hal ini karena Sekolah Arab itu sendiri yang belum memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
Amat disayangkan, Sekolah Arab sebagai lembaga pendidikan keagamaan islam yang sangat dekat dekat dengan masyarakat Indonesia memiliki kelemahan hingga ancaman bagi lembaga pendidikan ini. Adanya keterbatasan sumber daya baik manusia dan biaya dalam menyelenggarakan Sekolah Arab merupakan salah satu kelemahan utama dalam tubuh lembaga ini.
Banyak generasi muda yang enggan untuk melanjutkan pengajaran di Sekolah Arab juga kurangnya biaya untuk operasionalnya. Benar, Sekolah Arab dapat memiliki dukungan dari pemerintah dan organisasi non-pemerintah berupa insentif. Dengan adanya bantuan tersebut dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan pengelolaan Sekolah Arab. Namun, jika Sekolah Arab malah bergantung pada insentif tersebut, hal itu malah akan mengancam posisi Sekolah Arab itu sendiri.
Sekolah Arab juga tidak memiliki akreditasi formal yang resmi. Tidak adanya akreditasi ini seringkali mempengaruhi masyarakat dalam menyekolahkan anaknya ke Sekolah Arab. Sekolah Arab juga berada dalam posisi bersaing. Persaingan dengan lembaga pendidikan lain, baik umum maupun lembaga pendidikan keagamaan islam lainnya.
Adanya persaingan ini dapat mengancam keberlanjutan Sekolah Arab karena menggantungkan hidupnya pada preferensi masyarakat terhadap pendidikan. Ketidaksesuaian antara kurikulum dan materi keagamaan islam antara pendidikan formal dan Sekolah Arab juga memberikan dampak buruk bagi keberlangsungan hidup lembaga pendidikan ini. Padahal Sekolah Arab memiliki peran dan fungsi yang sangat penting bagi masyarakat.
Penulis berpendapat, Sekolah Arab dengan berbagai potensi, hak, dan perannya sebaiknya tidak hanya sebagai "Pelengkap" pendidikan keagamaan islam, tetapi sebagai "Pusat" pendidikan keagamaan islam di tengah masyarakat.
Jika sekarang Sekolah Arab lebih banyak dikelola oleh komunitas masyarakat lokal, maka sudah seharusnya pemerintah lebih memberdayakannya secara memadai dan tidak memalingkan muka acuh tak acuh terhadapnya. Karena saat ini seharusnya pemerintah ikut terlibat dalam memperbaiki Sekolah Arab untuk lebih memadai agar Sekolah Arab dapat berperan lebih besar di pendidikan dan masyarakat Indonesia.
Referensi
Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. (2023). Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia: Jakarta.
Zahirah, H. D. (2021). Madrasah Diniyah Takmiliyah dalam Masyarakat Modern. Diakses pada 9 Juli 2024. kompasiana.com/nadzzz/64a81065e1a1670aba0ac643/madrasah-diniyah-takmiliyah-dalam-masyarakat-modern.
Chasan. (2019). Madrasah Diniyah Dahulu dan Sekarang. Diakses pada 9 Juli 2024. yapisa.alhamidiyah.ac.id/madrasah-diniyah-dahulu-dan-sekarang.html.
Niam, A. M. (2017). Urgensi Madrasah Diniyah bagi Nahdlatul Ulama. Diakses pada 10 Juli 2024. nu.or.id/risalah-redaksi/urgensi-madrasah-diniyah-bagi-nahdlatul-ulama-glGry.
Kiky. (2017). Keberpihakan untuk Mengembangakn Madrasah Diniyah Takmiliyah. Diakses pada 10 Juli 2024. https://dki.kemenag.go.id/berita/keberpihakan-untuk-mengembangkan-madrasah-diniyah-takmiliyah-U0ybC#:~:text=MDT%20merupakan%20lembaga%20pendidikan%20Islam,oleh%20Kementerian%20Agama%20saat%20ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H