Mohon tunggu...
Muhammad Rizky Deansyah
Muhammad Rizky Deansyah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Siswa/Peminat Sejarah/Umum

Seorang Pelajar di dunia Tuhan. "ᬇᬤᬲᬂᬳ᭄ᬬᬂᬯᬶᬤᬶᬯᬲᬗᬫᬗ᭄ᬕᬾᬳᬗ᭄ᬢᬸᬃᬗᬫᬾᬃᬢᬦᬶᬦ᭄ᬇᬤᬲᬂᬧ᭄ᬭᬩᬸ᭟"

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Dengan Tumbuk Berlauk Opor Ini Kumaafkan Dirimu, tapi Nasi Minyakmu Itu Untukku

15 April 2024   23:04 Diperbarui: 15 April 2024   23:04 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ismail Marzuki sang Maestro permusikan Indonesia. Tahun 2014 adalah seabad Ismail Marzuki, GoBetawi.

~Kini kita beridul fitri berbahagia~

~Mari kita berlebaran bersuka gembira~

~Berjabatan tangan sambil bermaaf-maafan~

~Hilang dendam habis marah di hari lebaran~

Begitulah potongan lirik dari lagu Selamat Hari Lebaran karya Ismail Marzuki. Tak terasa sudah satu bulan lamanya, kini kita memasuki hari kemenangan, bulan Syawal. 

Setelah satu bulan kita berpuasa demi menahan nafsu dan menguatkan iman, maka akan tercapailah kemenangan raya yang sempurna. Amat disayangkan bagi mereka yang berpuasa, namun tetap memanjakan nafsu. 

Amat beruntung pula bagi mereka melaksanakan puasa dengan penuh takwa. Segala perjuangan satu bulan penuh terbayarkan dengan hari kemenangan yang ditunggu-tunggu. 

Ketika akan lebaran, masa dimana bapak-bapak memperbaiki rumah, ibu-ibu memasak di dapur, anak-anak berburu mercon dan senapan plastik. Harga sandang, papan, dan pangan yang meninggi tidak menjadi halangan. 

Maka Pikiran Semrawut, dompet kecut, pengeluaran meroket setinggi kelud. Kocek dompet dikorbankan sampai jebol demi memenuhi persyaratan-persyaratan lebaran tersebut. 

Segala persiapan lebaran yang sedari awal hanya untuk tontonan. Rasa tidak ingin kalah dari yang lain memanaskan persaingan di kala lebaran. 

Pesona meja makan ketika lebaran tidak ada tandingan. Dipenuhi berbagai hidangan makanan dan minum yang hanya ada di kala lebaran. Berbagai macam kue, lauk pauk, dan berbagai hidangan wajib lebaran lainnya tertata rapi di meja-meja. 

Kita dapati dapur-dapur sibuk, ribut, dan riuh mempersiapkan lebaran dengan asapnya berkepul-kepul. Tabung gas diantar silih berganti, ketika habis maka diganti. 

Kuali besar dan tungku dikeluarkan dari gudang setelah penuh diselimuti debu. Dapur-dapur begitu riuh tak kalah seperti mempersiapkan pesta malam berinai.

Ketika lebaran, berbagai macam hal disiapkan di rumah masing-masing sebagai syarat memasuki lebaran. Begitu banyak makanan dan minuman yang dihidangkan sampai-sampai hidangan di rumah sendiri pun dilupakan. Kalau basi tinggal dibuang saja, isi pikiran si Mubazir. Tidak dipikirkan olehnya, Apakah tidak terlalu banyak ?, Apakah bakal habis ?, Apakah aka jadi mubazir?, itu perkara belakangan yang tidak jadi beban pikiran.

Pelaksanaa shalat Id. Kilas Balik 1962 (2): Kesaksian Tragedi Shalat Id Berdarah, nu.or.id.
Pelaksanaa shalat Id. Kilas Balik 1962 (2): Kesaksian Tragedi Shalat Id Berdarah, nu.or.id.

~Minal aidin wal faidzin~ 

~Maafkan lahir dan batin~ 

~Selamat para pemimpin~ 

~Rakyatnya makmur terjamin~

Lirik diatas merupakan bagian dari lagu Lebaran yang banyak diingat orang. Tentu dingat, karena lirik tersebut adalah bagian yang paling sering diputar. Memang sudah tugas para pemimpin untuk menjami kesejahteraan rakyatnya, apalagi di hari lebaran. Mengingat lebaran sebagai momentum yang paling ditungu-tungu. Merayakan lebarang yang disemarakkan dengan berbagai cara.

Paginya, kita saling bermaaf-maafan di rumah masing-masing. Setelah puas bermaaf-maaf dengan tangan mengharapkan THR, kita melalang buana menuju suaka tempat mencari berkah. 

Rumah sanak saudara dan handai taulan jadi tujuan. Beda rumah, beda hidangannya. Entah sudah berapa rumah disinggahi, kalau-kalau ada hidangan yang kita santap, hanya tuhan yang mengetahui sudah berapa banyak. Perut dipenuhi berbagai hidangan yang hanya dibuat setahun sekali.

Acara maaf-maafan menjadi sarana menghalalkan segala dosa yang kita kepada manusia lainnya dengan ganti hidangan halal yang ada di meja. Biarpun terkadang hidangan tersebut juga membawa bala. Dengan segala santan dan lemaknya, masakan Nusantara adalah senjata biologis yang mematikan. 

Mematikan dari dalam. Hidangan kita kaya akan kolesterol, gula dan racun penyedap masakan lainnya. namun itu tak mengapa selagi masyarakat saling terikat saling menjalin hubungan silaturahmi dan tali persaudaraan maka kesehatan jadi taruhan sampailah ~hilang dendam habis marah di hari lebaran~.

 Pawai Idul Fitri di Kuala Tungkal. Lintastungkal.
 Pawai Idul Fitri di Kuala Tungkal. Lintastungkal.

Semarak bahagia perayaan lebaran tersiar di penjuru tanah air. Termasuk Kuala Tungkal. Kuala Tungkal, kota pusat pemerintahan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Salah satu julukan Kuala Tungkal adalah Kota bersama. 

Maklum, Tungkal memiliki masyarakat  yang heterogen. Tungkal memang termasuk kedalam provinsi Jambi, tapi etnis mayoritasnya bukan Melayu Jambi. Melansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi 2021, Suku Jawa; Banjar; dan Bugis menjadi suku bangsa mayoritas di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Dari bahasa, bangsa, nuansa, hingga cita rasa. 

Suku-suku Nusantara memiliki berbagai hidangan tradisional yang memperkaya heritage Nusantara. Kuala Tungkal bagai cerminan Nusantara. Diaspora berbagai suku bangsa dari penjuru Kepulauan memperindah wajah Kota 1001 kedai kopi ini. 

Ketupat, Burasa, Tumbuk, dan Lemang menjadi santapan yang wajib ada di kala lebaran selain nasi. ragam macamnya hidangan utama di meja masyarakat Kuala Tungkal memberikan gambaran seberapa kaya keberagaman yang dimiliki oleh masyarakat kota ini Selain itu berbagai macam kue dari Sarang Semut, Lapis Legit, dan Bolu serta juga kue Lidah Kucing, Putri Salju, Nastar dan lain-lainnya menghiasi gelok-gelok kaca meja ruang tamu masing-masing rumah.

~Maafkan lahir dan batin~ 

~'laen taon hidup prihatin~ 

~Kondangan boleh kurangin~

~Korupsi jangan kerjain~

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun