"Ini semua gara-gara sirekap, kalau tidak Pemilu tahun ini pasti mulus." Ujar Warto, Â salah satu teman PPD yang kesal saat kami di gudang logistik KPU Kota Sorong untuk memotret C-hasil.Â
Memang potret C-hasil merupakan tugas KPPS, tapi waktu tanggal 14 kemarin hanya 10 dari 84 TPS di distrik (kecamatan) kami yang berhasil menggunggah foto C-Hasil dari TPS. Jadinya tanggung jawab keterbukaan informasi C-Hasil kepada masyarakat harus kami PPD yang selesaikan. KPPSnya tidak bisa disalahkan, toh sirekapnya yang eror saat hari H pencoblosan. Jangankan unggah foto, login saja banyak yang tidak bisa.
Saat pleno di Distrik kami tak sempat memfoto C-Hasil karena terjepit waktu. Bayangkan saja, satu TPS ada 66 lembar halaman C-Hasil yang harus kami foto. Rinciannya, 3 lembar untuk PPWP, 3 untuk PDPD, 20 untuk PDPR, 20 untuk PDPRD Provinsi, dan 20 untuk PDPRD Kota. Kalikan saja, 74 TPS x 66 foto = 4.884 foto yang harus kami ambil. Jadi maklum kalau waktu pleno di distrik kami tidak sempat foto.
Kembali lagi ke kekesalan Warto, benarkah Sirekap mengacaukan Pemilu kali ini? Menurut saya tidak. Meskipun tidak berhasil berjalan optimal, kan kita masih punya perhitungan manual yang berjenjang mulai dari pleno TPS -> Distrik -> Kota -> Provinsi -> sampai ke tingkat Nasional.
Jadi kalau dibilang mengacaukan Pemilu saya kira tidak. Sirekap hanya gagal berjalan maksimal. Begitulah pemikiran awal saya waktu itu. Saya ingin mendebat Warto saat itu tapi karena kami semua kecapean pasca pleno distrik yang berjalan hampir 2 minggu itu, saya pun menahan rasa penasaran.
Setelah saya pikir-pikir lagi, Warto ada benarnya juga. Bisa saja gegara berharap hasil rekapan perhitungan suara dari Sirekap, peserta dan penyelenggara serta masyarakat jadi tidak terlalu memperhatikan ketelitian mereka dalam mengawasi angka perolehan suara secara manual. "kan ada Sirekap.".
Tahu-tahunya Sirekap malah tidak maksimal. Mulai dari foto C-hasil yang belum lengkap terunggah sampai angka di C-Hasil berbeda dengan D-Hasil, serta grafik atau bagan data tabulasi sementara hasil perolehan suara tingkat nasional Pemilu 2024.
Jadinya masyarakat hanya bisa mengikuti rekapan hasil perhitungan suara melalui livestreaming rekapitulasi KPU.
Terkait perbedaan C-hasil dan hasil perolehan suara yang diumumkan oleh KPU, harus dipahami bahwa itu bisa saja terjadi tanpa ada kecurangan.
Perubahan yang sah pada angka perolehan suara saat pleno rekapitulasi perolehan suara di tingkat Distrik dan tingkatan yang lebih tinggi (provinsi dan nasional), sangat mungkin terjadi.
Dari pengalaman saya, kami PPD banyak melakukan perubahan data pada Sirekap. Berikut 5 kondisi yang mengharuskan agar terjadi perubahan data pada Sirekap.
1. Tidak ada data yang berhasil diunggah oleh KPPS ke Sirekap saat perhitungan suara di TPS.
Untuk kasus ini, operator KPPS tidak bisa login. Saat hari pencoblosan, saya ditelepon oleh operator Sirekap KPPS se-distrik Malaimsimsa dari pagi  sampai subuh karena masalah login dan unggah dokumen ke Sirekap.
Sebagai koordinator divisi data dan informasi sudah tugas saya untuk memastikan operator Sirekap berhasil mengunggah data ke Sirekap. Sayangnya, server Sirekap beratnya minta ampun saat itu. Kalaupun bisa, KPPS tidak bisa melakukan foto dan mengunggahnya.
Foto C-Hasil merupakan sumber data utama pada angka-angka yang ada pada Sirekap. Tanpa foto C-Hasil dari TPS, data yang muncul pada dashboard operator Sirekap (web) PPD adalah nihil alias kosong.
Sehingga saat pleno distrik, PPD harus memfoto C-hasil dan mengisi angka perolehan suara yang tercantum pada C-Hasil. Otomatis grafik dan angka sementara pada Sirekap di pemilu2024.kpu.go.id juga ikut berubah.
2. Data angka pada C-Hasil yang diunggah KPPS ke Sirekap berbeda dengan fotonya.
Untuk kasus ini, operator KPPS sempat berhasil foto C-Hasil, sayangnya tidak sempat melakukan edit angka yang terbaca oleh OCR Sirekap. Sebagai info tambahan, Optical Character Recognition (OCR) adalah teknologi yang mengekstrak teks dari gambar. Jadi OCR pada Sirekap akan membaca angka-angka yang ada pada foto C-Hasil dan menampilkan angkanya dalam bentuk teks.
Karena kesempurnaan milik Tuhan, jadi teknologi ini juga tidak sempurna. Dari pengamatan saya, jika fotonya tidak buram dan tulisan KPPS pada C-Hasil terbaca dengan baik maka bisa dikatakan OCR Sirekap sudah sangat baik karena angka yang dibacanya sempurna, sama persis. Tapi tetap saja ada juga yang tidak terbaca sempurna karena fotonya buram dan tulisan KPPS yang tidak terbaca dengan baik.
Yang saya temukan, angka 0 (nol) sering terbaca 8 (delapan). 1 terbaca 7. 3 terbaca 9. 9 terbaca 3.
Sebenarnya operator KPPS bisa melakukan perbaikan pada angka-angka ini tapi karena server Sirekap yang beratnya 5 ton pada hari pencoblosan itu, perbaikan data angka C1 diserahkan kepada operator PPD.
Saat melakukan perbaikan pada pleno distrik, lagi-lagi grafik dan angka sementara pada Sirekap di pemilu2024.kpu.go.id juga ikut berubah.
3. Data pada C-Hasil tidak logis
Untuk kasus ini, terjadi karena kesalahan pengisian C-Hasil oleh KPPS. Ini bisa terjadi karena human eror atau KPPSnya yang tidak memahami sepenuhnya isian yang ada pada C-Hasil. Dari pengalaman saya, banyak ketidaksesuaian yang terjadi pada C1-KWK dengan C1 Plano. Misalnya, data pengguna hak pilih seharusnya sama dengan jumlah surat suara yang digunakan dan jumlah suara sah+tidak sah. Sewaktu pleno di tingkat distrik hal ini yang paling sering menjadi alasan kami harus melakukan HSU.
4. Perbedaan pada Salinan C-Hasil milik PPS, saksi, atau Panwas
Saat pleno distrik, PPS akan membacakan kembali berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara di TPS, sekaligus menampilkan fisik C-Hasil pada papan info dan angka yang ada pada Sirekap melalui layar proyektor kepada semua peserta rapat pleno.
Tujuannya untuk memastikan bahwa semua data harus sama. Ketika berbeda maka kami melakukan HSU. Sehingga angka yang disepakati bersama adalah angka setelah HSU.
Sebagai operator Sirekap web, saya juga terpaksa harus mengubah (edit) angka perolehan suara pada Sirekap sesuai dengan angka yang disahkan bersama-sama oleh saksi peserta pemilu dan Panwas. Again and again... grafik dan angka sementara pada Sirekap di pemilu2024.kpu.go.id ikut berubah.
Ini yang jadi masalah. Foto C-hasil yang diunggah oleh KPPS dari TPS ke Sirekap tidak bisa kami timpa dengan foto C-hasil yang telah diperbaiki saat pleno distrik. Jadinya perolehan suara pada foto C-Hasil berbeda dengan D-Hasil Kecamatan yang disahkan PPD bersama saksi partai dan Panwas.Â
Angka-angka pada tabulasi Sirekap juga pastinya berubah mengikuti D-Hasil di tingkat distrik karena sudah diedit oleh operator Sirekap saat pleno distrik, alih-alih angka pada foto C-hasil yang telah diunggah KPPS.
5. Data pada D-Hasil Kecamatan berbeda dengan rekapan manual saksi partai dan Panwascam
Kalau kasus ini, terjadi human eror. Dari pengalaman saya saat pleno di tingkat kota, operator Sirekap (tingkat kota) terpakasa harus melakukan perubahan angka pada Sirekap.
Saat giliran membacakan rekapitulasi distrik kami, terdapat keberatan dari saksi. Ada perbedaan satu suara pada salah satu partai untuk jenis pemilihan DPRD Provinsi, menurut rekapan manual partai dan D-hasil yang kami tetapkan di distrik. Syukurnya kami sudah mengidentifikasi perbedaan itu sebelum giliran distrik kami untuk membacakan D-Hasil.
Singkat cerita ada Panwas yang sebelumnya menghubungi kami karena mendapati bahwa ada perbedaan satu suara pada salah satu partai antara rekapan manual panwas dengan D-Hasil Kecamatan. Jadi kami segera mengidentifikasi data TPS berapa, pada kelurahan mana, yang terjadi kesalahan penginputan. Tapi perbaikan pada Sirekap akan dilakukan oleh operator KPU Kota. Karena setelah menetapkan D-Hasil Kecamatan via Sirekap, operator PPD sudah tidak bisa lagi melakukan perbaikan data.
Saya lalu menjawab keberatan dari saksi partai tersebut dan langsung diperbaiki oleh operator Kota saat itu juga.
Demikian pengamatan saya tentang perbedaan atau perubahan angka yang bisa terjadi pada Sirekap. Tidak semua perubahan atau perbedaan angka yang terjadi pada Sirekap merupakan suatu tindak kecurangan.
Angka perolehan suara di Sirekap sangat dinamis dan akan statis setelah berakhirnya rekapitulasi perolehan suara tingkat nasional.
Saya kira, karena perbedaan perolehan suara pada Sirekap sudah terlanjur menjadi bola liar di tengah masyarakat, KPU terpaksa menyembunyikannya untuk menghindari chaos yang berkelanjutan.
Inilah yang harus dijelaskan kepada masyarakat agar pada Pemilihan berikutnya tidak menjadi polemik hingga KPU terpakasa harus kembali menyembunyikan grafik atau bagan data hasil tabulasi sementara perolehan suara tingkat nasional di Sirekap.
Pendapat saya, Sirekap merupakan aplikasi yang sangat sederhana yang fungsinya sangat membantu bagi pengawasan yang lebih luas karena menyediakan data realtime kepada semua masyarakat. (asal tidak dicurangi).
Yang harus diperbaiki adalah kehandalan server pada saat hari pencoblosan. Operator KPPS di TPS merupakan petugas ring 1 yang sangat vital bagi keakuratan data perhitungan suara Pemilu kita. Bekalilah tugas mereka dengan kehandalan server yang mumpuni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H