Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Krisis Kesehatan Mental di Negara yang Dikuasai Taliban

8 Juni 2023   19:15 Diperbarui: 9 Juni 2023   17:58 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wanita Afghanistan turun ke jalan, suarakan protes pada Taliban. (AFP/Mohd Rasfan via KOMPAS)  

Pada tahun 1903, Marie Curie mencetak sejarah dengan menjadi ilmuwan perempuan pertama yang meraih Hadiah Nobel. Faktanya, sebelum dan setelah Marie Curie, perempuan di seluruh dunia berlomba-lomba merobohkan dinding-dinding kolot dunia yang terlalu membatasi hak perempuan atas pendidikan.

Di Afghanistan dinding itu adalah Taliban. Bisa dibilang, Taliban yang kini memerintah Afghanistan tidak punya belas kasihan bagi wanita. Mungkin kita semua sudah tahu kalau gadis remaja Afghanistan dilarang bersekolah. Tapi tetap saja, keinginan manusia akan pendidikan tidak bisa pernah dipadamkan dengan jenis pengawasan apapun. Sejarah telah mengajarkannya berulang kali.

Begitu juga dengan pengawasan Taliban yang tidak dapat menghentikan langkah perempuan Afghanistan dari mendapatkan pendidikan.

Jadi apa yang dilakukan para "penjaga firman tuhan" ini? Mereka mulai mengeksekusi para "pelanggar firman". Tampaknya mereka meniru Iran. Antara November 2022 dan Maret 2023, hingga 7.000 siswi diracun di puluhan sekolah di setidaknya 28 dari 31 provinsi Iran, menurut kelompok hak asasi manusia dan pejabat pemerintah.

Kini, sekitar 77 gadis Afghanistan dirawat di rumah sakit karena keracunan dalam dua serangan terpisah. Serangan pertama terjadi di Provinsi Sar-e Pol, Afghanistan. Beberapa orang tak dikenal membobol dua sekolah dasar. Pelaku memasuki ruang kelas dan melepaskan racun. Sifat racun belum dipublikasi, tetapi jika melihat sejarahnya, bisa jadi racun tersebut berbentuk gas. 60 siswi menderita keracunan.  Tujuh belas  yang lainnya diracuni di sekolah dasar yang terletak bersebelahan dengan sekolah dasar pertama.

Semua ini harus diderita para siswi sekolah dasar hanya karena ingin mendapatkan pendidikan? Sesuatu yang merupakan hak asasi dasar para siswi ini?

Perempuan Afghanistan telah menderita untuk waktu yang sangat lama. Mereka telah dan sedang menghadapi kemiskinan dan kelaparan. Sekarang pendidikan yang diharapkan untuk menjadi jalan keluar mereka dari situasi kemiskinan malah disabotase.

Munkin kemiskinan dan kelaparan bisa dengan jelas terlihat tapi ada krisis lain yang dihadapi perempuan Afghanistan yang tidak begitu jelas terlihat oleh mata yaitu krisis kesehatan mental. Katakanlah perempuan Afghanistan sedang menghadapi "pandemi pikiran untuk bunuh diri".

Perempuan Aghanistan sedang menghadapi masalah kesehatan mental dan mereka berteriak minta tolong.

Laporan BBC tiga hari lalu (5/6/2023) mengatakan "ketika Taliban mengumumkan bahwa wanita bisa dilarang dari universitas, psikolog Dr Amal menerima 170 panggilan untuk masalah kesehatan mental dalam dua hari."

Gadis-gadis ini menderita depresi dan kecemasan. Mereka khawatir tentang masa depan mereka yang suram. Banyak yang bahkan ingin bunuh diri. Rata-rata Dr Amal mendapat sekitar tujuh hingga sepuluh panggilan seperti itu setiap hari.

Afghanistan telah dirusak oleh empat Dekade perang. PBB memperkirakan bahwa setiap satu dari dua orang (kebanyakan wanita) menderita beberapa tekanan psikologis. Studi yang dilakukan PBB terjadi sebelum Taliban mengambil alih pada tahun 2021. Dan sekarang keadaannya jauh lebih buruk daripada sebelumnya.

Seorang gadis muda bunuh diri pada hari sekolah dibuka kembali pada bulan Maret. Orang tuanya bercerita bahwa sampai hari itu, dia menggengam erat harapannya tetapi ketakutan terburuknya mengambil alih ketika Taliban melarang gadis berusia dua puluhan bersekolah. Gadis itu bunuh diri karena tidak diizinkan mengikuti ujian masuk Universitas. Dia ingin menjadi dokter dan melayani negaranya.

Semua ini adalah cerita dari beberapa siswi. Bagaimana dengan para guru? Sama. Mereka  tidak lebih beruntung karena ketika Taliban menutup universitas,  Empat dosen wanita tidak dibebaskan. Seorang dosen mencoba bunuh diri dua kali. Dia adalah pencari nafkah keluarga dan kehilangan pekerjaannya.

Daftarnya terus berlanjut dan ada ratusan cerita seperti itu. Cerita horror perempuan yang hidupnya terhenti. Semuanya gegara Taliban.

Alat bunuh diri apa yang digunakan? Dunia tidak pernah tahu karena kasus ini terjadi di Afghanistan. Psikiater tidak diizinkan untuk merekam atau mengakses statistik bunuh diri. Tapi ada beberapa laporan yang bisa kita rujuk. Menurut Komisi Hak Asasi Manusia independen Afghanistan, sekitar 3.000 orang Afghanistan mencoba bunuh diri setiap tahun. Secara global ada lebih banyak laki-laki bunuh diri daripada perempuan. Tapi di Afghanistan, sekitar 80 persen upaya bunuh diri dilakukan oleh perempuan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari satu  juta orang Afghanistan menderita gangguan depresi.

Tidak hanya satu, tapi ada beberapa alasan kenapa orang Afghanistan ingin bunuh diri. Kekerasan terhadap wanita tersebar luas. Menurut Dana Kependudukan PBB UNFPA, sekitar 87% perempuan Afghanistan telah menjadi korban kekerasan fisik, seksual, atau psikologis. 62% telah mengalami berbagai bentuk pelecehan dan perkawinan paksa menjadi sesuatu yang lazim. Banyak perempuan Afghanistan yang menikah sebelum ulang tahun ke-18.

Di tengah penderitaan seperti itu, apa lagi yang bisa diharapkan? Sudah pasti, perempuan Afghanistan bergulat dengan masalah kesehatan mental. Perempuan Afghanistan sangat membutuhkan bantuan, tetapi akankah mereka mendapatkannya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun