Gadis-gadis ini menderita depresi dan kecemasan. Mereka khawatir tentang masa depan mereka yang suram. Banyak yang bahkan ingin bunuh diri. Rata-rata Dr Amal mendapat sekitar tujuh hingga sepuluh panggilan seperti itu setiap hari.
Afghanistan telah dirusak oleh empat Dekade perang. PBB memperkirakan bahwa setiap satu dari dua orang (kebanyakan wanita) menderita beberapa tekanan psikologis. Studi yang dilakukan PBB terjadi sebelum Taliban mengambil alih pada tahun 2021. Dan sekarang keadaannya jauh lebih buruk daripada sebelumnya.
Seorang gadis muda bunuh diri pada hari sekolah dibuka kembali pada bulan Maret. Orang tuanya bercerita bahwa sampai hari itu, dia menggengam erat harapannya tetapi ketakutan terburuknya mengambil alih ketika Taliban melarang gadis berusia dua puluhan bersekolah. Gadis itu bunuh diri karena tidak diizinkan mengikuti ujian masuk Universitas. Dia ingin menjadi dokter dan melayani negaranya.
Semua ini adalah cerita dari beberapa siswi. Bagaimana dengan para guru? Sama. Mereka  tidak lebih beruntung karena ketika Taliban menutup universitas,  Empat dosen wanita tidak dibebaskan. Seorang dosen mencoba bunuh diri dua kali. Dia adalah pencari nafkah keluarga dan kehilangan pekerjaannya.
Daftarnya terus berlanjut dan ada ratusan cerita seperti itu. Cerita horror perempuan yang hidupnya terhenti. Semuanya gegara Taliban.
Alat bunuh diri apa yang digunakan? Dunia tidak pernah tahu karena kasus ini terjadi di Afghanistan. Psikiater tidak diizinkan untuk merekam atau mengakses statistik bunuh diri. Tapi ada beberapa laporan yang bisa kita rujuk. Menurut Komisi Hak Asasi Manusia independen Afghanistan, sekitar 3.000 orang Afghanistan mencoba bunuh diri setiap tahun. Secara global ada lebih banyak laki-laki bunuh diri daripada perempuan. Tapi di Afghanistan, sekitar 80 persen upaya bunuh diri dilakukan oleh perempuan.
Tidak hanya satu, tapi ada beberapa alasan kenapa orang Afghanistan ingin bunuh diri. Kekerasan terhadap wanita tersebar luas. Menurut Dana Kependudukan PBB UNFPA, sekitar 87% perempuan Afghanistan telah menjadi korban kekerasan fisik, seksual, atau psikologis. 62% telah mengalami berbagai bentuk pelecehan dan perkawinan paksa menjadi sesuatu yang lazim. Banyak perempuan Afghanistan yang menikah sebelum ulang tahun ke-18.
Di tengah penderitaan seperti itu, apa lagi yang bisa diharapkan? Sudah pasti, perempuan Afghanistan bergulat dengan masalah kesehatan mental. Perempuan Afghanistan sangat membutuhkan bantuan, tetapi akankah mereka mendapatkannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H