Penangkapan ini sekarang menjadi bumerang bagi Kerajaan. Protes terhadap monarki meningkat secara online. Tentu saja warganet punya tagarnya. "#NotMyKing" menjadi tren untuk memprotes Kerajaan di dunia maya.Â
Pegiat kebebasan sipil mengungkapkan kekhawatiran bahkan anggota parlemen khawatir. Nyatanya, seorang anggota parlemen buruh turut berbicara terkait masalah penagkapan.Â
Zarah Sultana mewakili konstituensi South Coventry di Parlemen Inggris. Berliau men-tweet "Tidak siapa pun (yang) harus ditangkap hanya karena mengekspresikan pandangan Republik. Luar biasa - dan mengejutkan -- bahwa ini perlu disampaikan."
Polisi London mencoba untuk memperbaiki kesalahan. Kemarin (15/9) mereka merilis pernyataan yang mengatakan "Publik benar-benar punya hak untuk memprotes".Â
Tapi pernyataan itu saja tidak cukup. Kelompok anti-monarki mulai bergerak. Mereka merencanakan lebih banyak protes. Terutama selama penobatan Raja Charles yang akan dilangsungkan dalam kurun waktu (paling lama) satu tahun ke depan.
Jadi, baru beberapa hari saja mengemban tugas sebagai raja, Charles sudah harus menghadapi salah satu tantangan terbesarnya. Penurunan popularitas para bangsawan dan menyusutnya relevansi monarki. Orang-orang bertanya, apakah Kerajaan masih relevan?
Dan perlu dicatat bukan hanya warga negara Inggris yang meragukannya. Kini banyak negara ingin melepas Raja Inggris sebagai kepala negara mereka.
Apa mau dikata, The Queen is Dead. Kepergiaan Ratu Elizabeth II seolah meretakan fondasi relevansi monarki Inggris. Bagaimana nasib "Long live the King." ke depannya?
Artikel terkait: Mengurai Warisan Rumit Ratu Elizabeth II
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H