Kedua belah pihak juga berharap, kemitraan mereka akan tumbuh menjadi sesuatu yang substansial. Dan mungkin pada akhirnya hubungan diplomatik penuh.
Tapi kenapa sekarang? Arab Saudi adalah salah satu pendukung terbesar Palestina. Kebijakan luar negeri mereka selalu jelas, pertama kubur Palestina kemudian kita bahas normalisasi. Itulah yang  orang Saudi katakan. Jadi kenapa kerajaan memutar balik sikap yang sudah bertahan selama berabad-abad ini? Ada empat alasan.Â
Alasan nomor satu, karena perang yang menyebabkan isu Palestina (Palestine cause) sudah tidak populer lagi. Dua pertiga penduduk Saudi berusia di bawah 35 tahun. Jadi, dua pertiga penduduk Saudi tidak pernah melihat perang Nakba atau Arab-Israel. Bagi mereka Palestina tidak membangkitkan emosi yang sama seperti pendahulu mereka tapi yang mereka saksikan adalah bom yang ditembakkan dari tetangga mereka Yaman.
Yang menjadikannya alasan nomor dua yakni ancaman proksi Iran. Iran memerangi koalisi Saudi di Yaman. Iran menargetkan fasilitas minyak Saudi dengan drone. Bagi Riyadh, yang lebih mendesak di depan mata adalah prioritas untuk menahan pengaruh Iran. Nyatanya pejabat Saudi telah mengakui hal ini. Inilah yang mereka katakan saya kutip dari WJS, "Jika Hamas membangun hubungan dengan Iran untuk melindungi diri mereka sendiri lalu mengapa kita tidak punya hubungan dengan Israel melawan Iran untuk melindungi  diri kita sendiri?"
Arab Saudi mulai mempertimbangkan petuah strategis klasik, "musuh dari musuhmu adalah temanmu."
Alasan nomor tiga adalah takut tertinggal. UEA telah melangkah maju untuk menormalkan hubungan dengan Israel. Mereka juga telah menandatangani kesepakatan perdagangan bebas dengan Israel. Dalam lima tahun perdagangan bilateral keduanya diperkirakan akan menyentuh 10 miliar dolar. Uang ini bisa saja menjadi milik Arab Saudi kecuali jika UEA mendahului mereka.
Jadi jika Riyadh terus menunggu di sela-sela, mereka akan  tertinggal, uang dan teknologi Israel akan pergi ke tempat lain. Tentu saja Arab Saudi tidak ingin itu terjadi. Itulah sebabnya mereka melakukan pembicaraan rahasia.
Alasan nomor empat adalah broker yang terlalu antusias di Washington DC. Broker itu adalah Joe Biden. Biden butuh kesepakatan ini lebih dari Israel dan  Arab Saudi. Kedua negara menolak untuk berpihak dengan AS untuk melawan Rusia. Perdana menteri Israel terbang ke Moskow, putra mahkota Saudi menolak panggilan Biden.Â
Artikel terkait: Salah Diplomasi, Panggilan Telepon Biden Ditolak Pemimpin Saudi dan UEA
Jadi apa yang dilakukan Biden? Melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan Vladimir Putin yakni menengahi pembicaraan normalisasi antara Arab Saudi dan Israel.Â
Beruntung bagi Biden, putra mahkota Muhammad bin Salman (MBS) sepakat. Anggaplah sebagai pergeseran generasi. MBS baru berusia 36 tahun, pendahulunya mungkin telah terikat oleh komitmen terhadap Palestina  tapi tidak dirinya. MBS juga telah tumbuh di dunia di mana merangkul Israel adalah kenyataan yang tak terbantahkan.