Kini, ada desas-desus khusus di sekitar Kiev. Bukan perang melainkan diplomasi dan harapan kalau jalan damai mungkin berhasil karena presiden Prancis Emmanuel Macron sedang mengadakan kunjungan ke ibu kota Ukraina. Macron menempatkan dirinya sebagai pembawa damai bagi konflik, dan sedang hangat diperbincangkan seluruh dunia.
Pada hari Senin, Macron berada di Moskow. Kemarin, pada hari selasa dia di Kiev. Tugas Macron di Kiev cukup rumit yaitu sebagai pemimpin paling senior di Eropa sekarang. Jadi tidak hanya mewakili Prancis tetapi juga mewakili seluruh benua Eropa.
Dia berharap untuk menemukan jalan tengah. Boris Johnson mengunjungi Kiev sebagai sekutu, perdana menteri Belanda juga berkunjung ke Kiev sebagai sekutu, tetapi Emmanuel Macron berkunjung sebagai broker. Makanya misinya kali ini jauh lebih rumit. Pertemuan besar terjadi hari kemarin antara Emmanuel Macron dan Volodymyr Zelenskiy.
Dalam pertemuan tersebut Zelenskiy ingin agar ada kesempatan untuk menyelesaikan konflik di negaranya lewat jalan damai. Zalenskiy menyinggung format Normandia yang merupakan perjanjian perdamaian.
Berikut saya kutip perkataan Zelenskiy di pertemuan tersebut:
"Langkah pertama adalah apa yang disebutkan Emmanuel Macron, kami (Ukraina) punya platform, format Normandia. Kami bereaksi sangat positif terhadap pertemuan para penasihat politik dalam beberapa hari mendatang. Saya percaya bahwa setelah pertemuan ini bisa ada sebuah kesempatan, jika ada keterbukaan untuk mempertemukan para pemimpin dan dari sana seseorang dapat menunjukkan objektivitas dan keterbukaannya." (Dilansir dari France 24 English)
Lebih jelasnya, Format Normandia adalah forum informal yang didirikan oleh diplomat Prancis, Jerman, Rusia dan Ukraina pada tahun 2014, setelah Rusia memulai konflik separatis di wilayah Donbas, timur Ukraina. Nama platform ini diambil dari pendaratan Normandia dalam perang dunia II.
Format Normandia menghasilkan Protokol Minsk pada tahun 2014 yang disepakati di ibu kota Belarusia yang saat itu sedang berusaha untuk mengakhiri perang di Ukraina, dimediasi oleh Prancis dan Jerman di bawah format Normandia. Namun upaya itu gagal menghentikan pertempuran.
Kemudian kesepakatan baru dibuat yang dikenal sebagai Minsk II -- ditandatangani pada Februari 2015, setelah melalui negosiasi selama 16 jam. Minsk II juga tidak mengakhiri pertempuran, meskipun pihak format Normandia setuju bahwa perjanjian tersebut adalah dasar untuk resolusi konflik di masa depan.
Rusia menyatakan bahwa Moskow bukan pihak dalam konflik, karena itu tidak terikat oleh ketentuan perjanjian Minsk. Hal ini telah menghambat kemajuan perdamaian di Ukraina.
Jadi, Rusia tidak pernah berencana untuk menciptakan perdamaian di Ukraina sebelum Ukraina bersatu kembali dengan Rusia.
Zelenskiy mengamati dengan cermat apakah kunjungan Macron ke Rusia berjalan seperti yang diharapkan. Hasilnya? Putin tidak menawarkan kesempatan damai biar satu inci pun, malah dia mengalihkan semua kesalahan ke NATO.
Rusia tak mau Ukraina menjadi bagian dari NATO atau Uni Eropa dengan alasan, Ukraina akan menggunakan kekuatan aliansi untuk merebut kembali Krimea, dan demi keamanan Rusia oleh invasi barat ke wilayah Rusia.
Sebaliknya, Ukraina ingin bergabung ke kedua aliansi agar aman dari rencana invasi Rusia. Begitulah skenario yang kita lihat di media akhir-akhir ini.
Jadi, siapa yang sebenarnya bersalah? Apa mungkin ada kesalahpahaman di antara pihak-pihak yang saling tuding?
Pertama, mari kita lihat gambaran tentang pola pikir Vladimir Putin. Pada satu titik selama konferensi pers antara Macron dan Putin Senin kemarin, percakapan mengarah ke perjanjian Minsk.Â
Posisi Zelenskiy pada perjanjian ini cukup jelas, hanya ingin negaranya damai. Itu saja. Jadi Zelenskiy tidak suka persyaratannya, di mana Ukraina tidak boleh menjadi bagian dari NATO.
Dan begini cara Putin menanggapinya:
"nravitsya tebe eto ili ne nravitsya, terpi, krasavitsa moya"
(Terserah kau suka atau tidak, itu sudah tugasmu, cantikku.)
Sumber: CNN
Saya tahu pasti kedengarannya membingungkan. Apa sih maksud Putin?
Konteksnya adalah kata-kata Vladimir Putin tersebut sebenarnya mirip sebuah puisi yang berbicara tentang pemerkosaan dan nekrofilia yang sering dipakai sebagai humor sexis. Makanya kata-katanya "suka atau tidak, itu sudah tugasmu, cantikku."
Vladimir Putin tidak peduli dengan kedaulatan Ukraina, dia hanya peduli tentang pengaruh dan kekuasaannya sendiri, jadi misi Macron pada dasarnya akan gagal. Yang dihasilkan Macron hanyalah penundaan.
"membangun bersama dan sejalan dengan jaminan keamanan fundamental bagi anggota Uni Eropa, bagi negara-negara di kawasan Ukraina, Georgia, Belarus, dan Rusia tepatnya tantangan yang perlu kami ambil. Kami melakukan percakapan yang melihat sejumlah proposisi muncul, di mana saya pikir antara Rusia dan Prancis, saya dapat mengatakan kami bertemu menuju konvergensi." Kata Macron di pertemuan itu.
Pernyataan itu akan mengkhawatirkan Kiev. Emmanuel Macron menghubungkan keamanan Eropa dengan keamanan Rusia. Jika Rusia tidak merasa aman maka Eropa tidak akan aman.
Tapi inilah masalahnya, ketika Putin merasa aman dia menyerang Georgia, mencaplok Krimea, dan sekarang bersiap-siap di perbatasan Ukraina.
Jadi pertanyaannya adalah, kapan Vladimir Putin akan benar-benar merasa aman?
Ribuan mil jauhnya, dua pemimpin mencoba untuk menghilangkan pertanyaan ini, presiden AS Joe Biden dan kanselir Jerman Olaf Scholz bertemu di White House, Washington DC.
Agenda mereka cukup sederhana, jika Putin ingin merasa aman, dia harus merasa aman menurut persyaratan NATO. Biden telah memperingatkan sanksi terhadap Rusia.
Tetapi semua mata tertuju pada Olaf Scholz, akankah kanselir "abu-abu" itu menunjukan warnanya? jawaban singkatnya, belum.
Joe Biden menawarkan untuk menggambar garis merah kepada Putin, kalau sampai menyerang Ukraina, proyek saluran pipa Nord Stream akan dibatalkan.
Begini yang dikatakan Biden pada pertemuan tersebut yang saya lansir dari Reuters.
"Jika Rusia menyerang, artinya (jika) tank dan pasukan melewati perbatasan Ukraina, lagi, maka tidak akan ada lagi Nord Stream 2, kami akan mengakhirinya."
Memang ancaman itu tegas, tapi masalahnya Nord Stream 2 bukan milik Amerika, melainkan Jerman. Jika barat ingin memanfaatkan jalur pipa ini untuk menggertak Rusia, Berlin harus ikut. Tapi Olaf Scholz masih belum menunjukan sikap.
Saat ditanya tentang komitmennya untuk mematikan jalur pipa Nord Stream 2, Scholz menjawab:
"Seperti yang sudah saya katakan kita bertindak bersama, kita mutlak bersatu dan kita tidak akan mengambil langkah yang berbeda. Kita akan melakukan langkah yang sama dan akan sangat sangat menyulitkan Rusia dan mereka (Rusia) harus mengerti itu." Dilansir dari CNBC.
Diplomasi ideal barat telah mencapai dua hambatan, satu di Moskow dan yang kedua di Washington DC. Emmanuel Macron berbicara tentang mengakomodasi kepentingan Rusia, Olaf Scholz enggan untuk berkomitmen 100 persen, sementara itu, penumpukan militer terus berlanjut di perbatasan Ukraina.
Pasukan Amerika menetap di Polandia, Humvee dan semua senjata AS telah tiba di sana dan NATO ingin menjadikan Polandia sebagai pos militer permanen, bukan sekedar bantuan sementara.
Sekjen NATO mengatakan aliansi sedang mempertimbangkan penempatan jangka panjang. Dengan kata lain lebih banyak kehadiran NATO di eropa timur.
"Kami sedang mempertimbangkan penyesuaian jangka yang lebih panjang untuk postur atau kehadiran kami di bagian timur. Belum ada keputusan resmi mengenainya, tetapi ada pembicaraan di dalam NATO. juga tentu saja dalam konsultasi erat dengan komandan militer kami untuk menyesuaikan di bagian timur."
Inilah yang ditentang oleh Vladimir Putin, dia ingin NATO mengosongkan eropa timur, alih-alih NATO sedang mempertimbangkan untuk memperluas kehadiran mereka di wilayah tersebut.
Sedangkan pasukan Moskow terus menumpuk di Belarus, latihan militer sedang berlangsung dengan kekuatan penuh; manuver udara, latihan laut, dan latihan darat.
Tidak ada pihak yang ingin mengalah. Jet NATO terbang di atas Laut Ionia, pembom nuklir Rusia terbang di atas Belarus. Senggolan terkecil bisa menjadi perang terbesar abad ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H