Inspirasi sulit didapat oleh beberapa orang seperti saya, pasrah dengan nasibnya karena banyak lockdown hingga varian virus yang seolah tak pernah berhenti bermutasi, namun inspirasi belum hilang dari dunia.
Hari minggu kemarin (30/1/2022), Rafael Nadal mencatat kemenangan melalui comeback yang luar biasa di final kejuaraan tenis Australian Open.
Pertandingan tersebut berlangsung dengan intensitas tinggi. Pada satu titik, sepertinya Nadal akan kalah. Khususnya saat petenis asal Spanyol itu kehilangan dua set pertama.
Apa yang terjadi selanjutnya mungkin akan dibicarakan selama bertahun-tahun ke depan. Nadal bangkit dari kekalahannya di dua set pertama, bangkit pada tiga set yang tersisa, dan meraih gelar grand slam-nya yang ke-21. Hasil pertandingan yang luar biasa dramatis dengan catatan skor 2-6, 6(5)-7(7), 6-4, 6-4, dan 7-5 untuk kemenangan Nadal.
Saya yakin banyak dari pembaca yang sudah menyaksikan pertandingan yang berlangsung selama lima jam dan 24 menit itu.
Banyak yang juga tahu tentang rekor baru Nadal. Dia mendapat 21 grand slam melampaui Roger Federer dan Novak Djokovic yang punya 20 grand slam.
Tapi saya tidak fokus pada pertandingan tersebut, saya akan fokus pada perjalanan menuju pertandingan tersebut.
Rafael Nadal berusia 35 tahun, sedangkan lawannya  25. Pada bulan desember Nadal dinyatakan positif Covid-19. Sebelumnya Nadal baru saja pulih dari cedera panjang pada kakinya. Peraih medali emas olimpiade 2008 itu mengalami musim yang dilanda cedera lagi tahun lalu dan mengalami kekalahan di semifinal Prancis Terbuka. Dia kemudian melewatkan dua slam terakhir tahun ini karena masalah kaki dan harus melatih kebugarannya hanya untuk bersiap ke Australia.
Pada satu titik, sepertinya Nadal sudah habis dan akan mengakhiri karirnya. Nadal sendiri mengatakan bahwa dirinya sudah mulai memikirkan untuk pensiun. Dari sana cerita inspirasi Nadal ini comeback dengan sempurna.
Itulah ciri khas juara sejati, karena bakat saja tidak akan pernah cukup untuk mencetak cerita tentang juara sejati.
Di Australian Open semua orang berbakat (bahkan ball boys). Yang membedakannya adalah apa yang kita lakukan dengan bakat itu; kerja keras, dedikasi, pilihan, dan temperamen merupakan penentu seorang juara sejati.
Jika bisa menguasai kualitas tersebut, siapapun  bisa menjadi seorang juara!
Contohnya adalah pertandingan hari Minggu yang sedang kita bicarakan ini. Lawan nadal adalah Daniel Medvedev. Â Pria Rusia itu bermain dengan brilian sepanjang pertandingan.
Tetapi setelah dua set pertama, momentum bergeser. Nadal mulai mencakar kembali ke performa juaranya. Pada saat itu medvedev kehilangan kendali, dan mulai berkelahi dengan wasit serta mulai mengejek ke arah penonton.
Dan selama semua ini Nadal mulai menyusun kembali fokus dan tekadnya. Itulah yang dilakukan juara sejati, mereka fokus dan bertekad.
Kita hanya melihat kecemerlangan mereka di lapangan. Apa yang tidak kita lihat adalah beribu jam di ruang latihan. Memperbaiki teknik, menyempurnakan kekuatan, dan mengasah pikiran.
Seperti teka-teki puzzle. Lusinan potongan gambar bersama-sama membentuk satu gambar lengkap, dan seperti itulah lusinan kualitas yang secara bersama-sama menciptakan seorang juara.
Karena sedang ngomongin Australian Open, Novak Djokovic terlintas di benak saya. Petenis Serbia itu sangat berbakat dan bekerja ekstra keras seperti Nadal. Yang tidak sama adalah Djokovic membuat pilihan yang tidak profesional saat menolak untuk divaksinasi Covid-19.
Jadi pada hari minggu itu Nadal mengangkat trofi bukan Djokovic. Kita semua bisa belajar sesuatu dari cerita (sikap) ini.
Coba renungkan, Anda telah memenangkan 20 gelar grand slam dan telah menjadi salah satu pemain tenis terhebat sepanjang masa, tetapi juga berusia 35 tahun dan berjuang dengan cedera. Kenapa tidak pensiun saja, kenapa harus repot-repot bangun di pagi hari dan berlatih selama berjam-jam?
Saya kutip apa yang Nadal katakan dalam presentasi film dokumenter tentang akademi tenisnya, Kamis (16/9/2021):
"Untuk waktu yang lama saya tidak bisa berlatih. Terkadang saya pergi ke lapangan dan bisa berlatih selama 20 menit, kadang-kadang 45, kadang-kadang nol, kadang-kadang dua jam tapi sangat...sangat susah."
Nadal bisa menyerah, dia tidak perlu membuktikan dirinya kepada siapa pun, dan pasti tidak mengincar uang dari turnamen tersebut, tapi dia terus maju karena itulah yang dilakukan para juara. Alih-alih mengandalkan bakat, mereka membentuk bakat itu.
Tujuan utama mereka bukan hanya untuk menang, tetapi untuk mencapai kesempurnaan. Tidak setiap olahragawan punya motivasi seperti itu, itulah kenapa ada dua tipe atlet. Yang pertama tipe underachiever, tipe yang para penggemar dan komentator biasa sukai karena melihat kilatan bakat mereka, tetapi catatan prestasi mereka tidak bikin terkagum.
Kemudian tipe kedua, tipe seperti Rafael Nadal yang telah menyadari potensi mereka yang sebenarnya. Mereka sudah menentukan dan bertekad menjalani kehidupannya.
Hal ini tentu tidaklah mudah. Seandainya mudah, mungkin sudah ada ratusan Nadal. Jalan menuju kebesaran jarang dilalui bukan karena orang tidak dapat menemukan jalannya, tetapi karena perjalanan itu sulit. Bertahun-tahun latihan, memulihkan diri dari cedera, tekanan menjadi mega bintang, ekspetasi yang tinggi dari publik; tidak semua orang berkeinginan menghadapi semua tantangan ini.
Untuk melakukan semua itu, Nadal membagikan resepnya yang saya kutip dari film dokumenter petenis tersebut: kerja keras, dedikasi, temperamen, dan pertimbangan matang.Â
Terima kasih sudah berbagi, juara.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H