Bagaimana dengan Indonesia? Jumlahnya terus bertambah setiap hari, sampai hari ini angkanya mencapai 68 orang, untungnya belum (semoga jangan) ada kematian.
Kita diberitahu sejauh ini, sebagian besar kasus Omicron ringan tetapi itu tidak berarti varian ini tidak berbahaya. AS sekarang menjadi salah satu daerah merah Omicron terbesar.Â
Amerika Serikat kehabisan semua alat tes, tempat tidur dan ruang rawat inap di rumah sakit, pekerja kesehatan, juga staf panti jompo.Â
Amerika kewalahan sekarang, dan kekurangan ini semakin memburuk dari hari ke hari. Kasus Omicron meledak di California dan dalam dua minggu kasus melonjak 73 persen, lebih dari 4.000 pasien berakhir di rumah sakit.
Infeksi Omicron mungkin relatif ringan atau kurang mematikan tapi karena lebih menular maka lebih banyak orang yang dites positif, akibatnya rumah sakit kewalahan. Pada hari Kamis lalu, rawat inap di AS Â melewati angka 71.000, beberapa kota sudah kehabisan tempat tidur.
Para pakar mengatakan, pembatasan baru akan membatasi aktivitas global terutama kerja sama ekonomi.
Pertanyaannya adalah siapa yang akan mengkompensasi kerugian ini? Afrika Selatan salah satu yang menanyakannya. Afsel menyalahkan barat, khususnya Inggris. Juru bicara pemerintah mengatakan bahwa larangan perjalanan Inggris menyebabkan kerugian ekonomi yang parah terhadap Afrika Selatan, dan bahwa pemerintah Inggris harus membayar kerusakan ini dengan baik.
Kita pun sudah merasakan bagaimana lockdown menghantam ekonomi kita. Untuk berapa lama kita bisa terus seperti ini?
Setiap kali terjadi lonjakan kasus infeksi, pemerintah menerapkan kembali lockdown. Apakah tidak ada cara lain untuk melawan virus ini? Kini dunia tampaknya terjebak dalam lingkaran lockdown dan karantina yang tak ada habisnya serta kepanikan yang tidak perlu.
Dan itu semua terjadi pada saat yang paling tidak tepat. Kita pikir keadaan akhirnya menjadi lebih baik sekarang, dan 2022 akan normal. Tapi melihat keadaan sekarang, saya tidak begitu yakin. Malah terasa seperti 2020.