Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Jangan Salah Kaprah, Metaverse Bukan Sekedar Dunia Virtual

28 Desember 2021   11:30 Diperbarui: 28 Desember 2021   13:07 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah identitas ini akan punya nilai praktis tapi mungkin saja tidak, karena masing-masing pemimpin di "era Metaverse" masih menginginkan sistem identitasnya sendiri.

Saat ini, misalnya, ada beberapa sistem akun yang dominan -- tetapi tidak ada yang memiliki cakupan web yang lengkap dan sering menumpuk satu sama lain dengan hanya berbagi/akses data yang terbatas (misalnya iPhone yang berbasis di sekitar akun iOS, kita bisa login ke dalam sebuah aplikasi menggunakan ID Facebook menggunakan iPhone, yang akun Facebook-nya dibuat menggunakan akun Gmail). Cara seperti akan punya nilai praktis tersendiri dalam hal privasi tapi tidak untuk kesederhanaan dari sisi pengguna.

Ada juga ketidaksepakatan tentang seberapa banyak interoperabilitas yang diperlukan agar Metaverse benar-benar menjadi "Metaverse", bukan hanya evolusi Internet saat ini. Banyak juga yang memperdebatkan apakah Metaverse sejatinya dapat memiliki satu operator (seperti halnya di Ready Player One). 

Beberapa orang percaya kalau definisi (dan keberhasilan) Metaverse mengharuskannya menjadi platform yang sangat terdesentralisasi yang sebagian besar dibangun di atas standar dan protokol berbasis komunitas (seperti open web) dan OS atau open source platform Metaverse (ini tidak berarti tidak akan ada closed platform yang dominan di Metaverse).

Ide lain berkaitan dengan arsitektur komunikasi fundamental Metaverse, namun sementara Internet saat ini terstruktur di sekitar server individu "berbicara" satu sama lain berdasarkan kebutuhan, beberapa percaya Metaverse perlu "dikabelkan" dan "dioperasikan" dari banyak- ke-banyak koneksi. 

Tetapi bahkan di sini, belum ada konsensus tentang bagaimana tepatnya masalah komunikasi ini akan bekerja, atau tingkat desentralisasi yang diperlukan.

Ini juga membantu untuk mempertimbangkan apa yang sering disamakan dengan Metaverse, tetapi tidak tepat. Sementara masing-masing analogi ini cenderung menjadi bagian dari Metaverse, mereka sebenarnya bukan Metaverse. Misalnya, Metaverse bukan sekedar...

  • sebuah "dunia virtual" -- Dunia virtual dan game dengan karakter yang digerakkan oleh AI telah ada selama beberapa dekade, seperti halnya yang dihuni oleh manusia "nyata" secara real-time. Ini bukan alam semesta "meta" (Yunani yang artinya "melampaui"), hanya alam semesta sintetis dan fiksi yang dirancang untuk satu tujuan (permainan).
  • "ruang virtual" -- Pengalaman konten digital seperti Second Life sering dilihat sebagai "proto-Metaverses" karena  (1) tidak punya tujuan seperti game atau sistem keterampilan yang bertingkat; (2) merupakan tongkrongan virtual yang tetap ada; (3) menawarkan pembaruan konten yang hampir selalu tersinkron; dan (4) punya manusia nyata yang diwakili oleh avatar digital. Namun, ini bukanlah atribut yang cukup untuk Metaverse.
  • sebuah "realitas virtual" -- VR adalah cara untuk mengalami dunia atau ruang virtual. Perasaan hadir di dunia digital tidak membuat VR menjadi Metaverse. Ini seperti mengatakan jika memiliki kota yang berkembang karena Anda dapat melihat dan berjalan di sekitarnya, kita sudah ada dalam Metaverse.
  • sebuah "Ekonomi digital dan virtual" -- Ini juga sudah ada. Permainan individu seperti World of Warcraft telah lama memiliki ekonomi yang berfungsi di mana orang-orang nyata memperdagangkan barang-barang virtual dengan uang sungguhan, atau melakukan tugas-tugas virtual dengan imbalan uang sungguhan. Selain itu, platform seperti Mechanical Turk Amazon, serta teknologi seperti Bitcoin, didasarkan pada perekrutan individu/bisnis/kekuatan komputasi untuk melakukan tugas virtual dan digital. Kami sudah bertransaksi dalam skala besar untuk item digital murni untuk aktivitas digital murni melalui pasar digital murni.
  • sebuah "permainan" -- Fortnite punya banyak elemen Metaverse. Itu (1) menyatukan IP; (2) memiliki identitas yang konsisten yang mencakup beberapa platform tertutup; (3) adalah pintu gerbang ke segudang pengalaman, beberapa di antaranya murni sosial; (4) memberi kompensasi kepada pembuat konten untuk membuat konten, dll. Namun, seperti halnya dengan Ready Player One, tetap terlalu sempit dalam hal: apa yang dilakukannya, seberapa jauh perluasannya, dan "pekerjaan" apa yang dapat terjadi (setidaknya untuk saat ini). Sementara Metaverse mungkin punya beberapa tujuan seperti permainan, termasuk permainan, dan melibatkan gamifikasi, Metaverse sendiri bukan permainan, juga tidak berorientasi pada tujuan tertentu saja.
  • sebuah "taman hiburan atau Disneyland virtual" -- "hiburan" tidak hanya akan menjadi tak terbatas, mereka tidak akan "dirancang" atau diprogram secara terpusat layaknya Disneyland, juga tidak semua tentang kesenangan atau hiburan.  
  • sebuah "Toko aplikasi baru" -- Tak ada orang yang butuh cara berbeda untuk buka aplikasi, juga tidak akan seperti di dalam VR (sebagai contoh) membuka/mengaktifkan jenis nilai yang diharapkan oleh pengguna. Metaverse secara substansial berbeda dari model, arsitektur, dan prioritas Internet/seluler saat ini.
  • sebuah "Platform UGC baru" -- Metaverse bukan sekadar platform mirip Youtube atau Facebook di mana banyak orang dapat "membuat", "berbagi", dan "memonetisasi" konten, dan di mana konten paling populer hanya mewakili sebagian kecil dari konsumsi secara keseluruhan. Metaverse akan menjadi tempat di mana sebuah kerajaan bisa dengan tepat berinvestasi dan membangun, dan di mana bisnis dengan modal besar ini dapat sepenuhnya memiliki pelanggan, mengontrol API/data, unit ekonomi, dll. Selain itu, kemungkinan besar, seperti halnya web, selusin atau lebih platform memegang bagian signifikan dari waktu pengguna, pengalaman, konten, dll.

Kalau ingin cara yang lebih sederhana untuk memahami Metaverse, bayangkanlah seperti film Night Before Chrismast -- Kita bisa memasuki pengalaman atau aktivitas apa pun, dan berpotensi memenuhi hampir semua kebutuhan, dari satu titik awal atau dunia yang juga diisi oleh semua orang yang kita kenal. Inilah mengapa hiperteks merupakan contoh kunci. Tapi yang penting adalah mengenali Metaverse bukanlah game, perangkat keras, atau pengalaman online. 

Hal ini seolah-olah mengatakan World of Warcraft, iPhone, atau Google adalah Internet. Metaverse dalam bayangan para pakar merupakan dunia digital, perangkat, layanan, situs web, dll. Internet adalah serangkaian protokol, teknologi, dan bahasa yang luas, ditambah perangkat akses dan konten serta pengalaman komunikasi di dalamnya. Metaverse juga akan seperti itu, jadi bukan sekedar dunia virtual yah.

Sumber: 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun