Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tanggung Jawab Perusahaan terhadap Worklife Balance Karyawan

1 Februari 2021   11:10 Diperbarui: 1 Februari 2021   11:29 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melatih work-life balance karyawan merupakan hal yang gampang-gampang susah. Selama dekade terakhir hal ini menjadi perbincangan serius di kalangan pemimpin bisnis. Dan semakin keras dibicarakan selama setahun terakhir oleh karena pandemi. 

Facebook, Google, Twitter merupakan perusahaan yang sukses karena memperhatikan work-life balance karyawan nya dengan serius dan menginvestasikan angka yang cukup besar perihal ini. 

Mulai dari kantin gratis, desain kantor yang mirip kafe, pilihan kerja jarak jauh, sampai pelayanan kesehatan yang dianggap sangat serius, se-ekstrim pendukung White Supremacy Trump di gedung Capitol AS. 

Perusahaan-perusahaan lain mulai sadar bahwa selama dekade berikutnya, mereka harus memperdalam investasinya dalam solusi untuk kesehatan mental dan kesejahteraan karyawan. Ini penting untuk keberhasilan armada kerja dan komunitas yang berkembang di perusahaan. 

Pandemi telah mengubah peran bisnis, di mana perusahaan kini menjadi lebih bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan karyawan dan keluarganya serta komunitas.

Para pemimpin bisnis dapat membantu mengatasi dampak kesehatan mental dan fisik dan membantu menutup ketimpangan pendapatan setelah pandemi berakhir. Menawarkan layanan kepada karyawan seperti konselor kesehatan atau terapis, pilihan kerja jarak jauh atau fleksibel, dan dukungan pengasuhan anak yang inovatif. 

Para pemimpin bisnis juga dapat membantu mengakhiri stigma yang mengelilingi kesehatan mental dan membiasakan diskusi seputar kesejahteraan, program bantuan karyawan, dan sumber daya menjadi sesuatu yang normal untuk dilakukan. 

Perusahaan dapat mengantisipasi kebutuhan karyawan dengan mengembangkan lingkungan yang inklusif dan aman bagi percakapan yang jujur serta membuat saluran dan praktik baru agar "mendengarkan" menjadi bagian yang lebih konsisten dari cara kerja perusahaan. 

Saya percaya bisnis punya kewajiban untuk mendukung investasi dalam kebugaran dan kesehatan mental karyawan. Perusahaan akan memperoleh tenaga kerja yang produktif dan lebih terlibat. Itulah yang diminta oleh generasi masa depan kita, dan itulah yang pantas mereka dapatkan. 

Tentu saja hal ini juga berlaku bagi perusahaan besar bernama "Negara", untuk mendapat karyawan bernama "rakyat" yang lebih produktif dan lebih terlibat, negara harus memperbaiki telinganya yang bernama DPR. DPR harus lebih sering berbincang dengan rakyat bukannya tertangkap tidur saat sidang. Tapi tentu saja DPR hanyalah salah satu divisi yang harus diperbaiki. 

Tapi tetap saja saya masih mengharapkan DPR untuk menjalankan fungsinya sebagai telinga dan lidah masyarakat, kunjungan ke Kompasiana mungkin bisa dijadikan salah satu agenda bulanan. Hehe hehe... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun