Saat kita memasuki tahun kedua hidup dengan SARS-CoV-2, virus ini pun sedang merayakan invasinya ke populasi dunia dengan lebih banyak bentuk mutasi, yang membantunya menyebar lebih mudah dari orang ke orang.
Pertama kali terdeteksi di Inggris pada bulan Desember, mutasi virus ini telah menimbulkan kekhawatiran tentang apakah virus COVID-19 sekarang mampu meloloskan diri dari perlindungan yang mungkin diberikan oleh vaksin yang baru saja diluncurkan. Pejabat Inggris telah memperketat penguncian di Inggris, Skotlandia, dan Wales.Â
Varian baru dari SARS-CoV-2 ini juga telah ditemukan di AS. Selama musim liburan terakhir, lebih dari 40 negara melarang pelancong dari wilayah tersebut dalam upaya untuk menjaga agar varian baru tersebut tidak menyebar ke daerah lain di dunia.Â
Pejabat kesehatan juga prihatin tentang jenis berbeda yang ditemukan di Afrika Selatan yang bisa saja lebih kebal terhadap perlindungan vaksin. Varian ini mencakup beberapa mutasi di area utama virus yang menjadi target antibodi yang dihasilkan oleh vaksin.
Di Indonesia, mutasi virus yang dinamakan B.1.17 muncul pada September 2020 sedangkan larangan masuknya WNA baru diterapkan pada 1 Januari.
Adanya jeda waktu 3-4 bulan tersebut menjadi alasan Riza Arief Putranto, peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium Covid-19 Genomics UK, menilai kebijakan pelarangan masuk WNA tak cukup untuk mencegah masuknya mutasi virus corona tersebut. Bisa saja selama jeda tersebut, ada orang yang bepergian dari Inggris masuk ke Indonesia dan terinveksi virus tersebut.
"Saat ini penting untuk memikirkan mitigasinya, bukan hanya pencegahannya," katanya.
Seperti halnya yang kita lakukan saat serangan pertama Covid-19, sekarang sangat penting untuk menjawab (kembali) pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana tepatnya varian baru tersebut memengaruhi orang yang terinfeksi? Seperti apakah mutasi corona ini mengembangkan gejala yang lebih parah? dan apakah dapat menyebabkan lebih banyak rawat inap dan kematian?
Masih belum jelas, tapi pertanyaan-pertanyaan ini telah meningkatkan upaya para ilmuwan untuk mengurutkan lebih banyak sampel secara genetik dari pasien yang terinfeksi untuk mempelajari seberapa luas variannya. Sejauh ini, ada cukup banyak petunjuk yang membuat para pakar kesehatan masyarakat khawatir.
Fakta bahwa SARS-CoV-2 berubah menjadi strain yang berpotensi lebih berbahaya bukanlah suatu kejutan. Virus bermutasi. Mereka harus, untuk menebus kesalahan kritis dalam bentuk lama mereka. Seperti manusia dan makhluk hidup lainnya, virus pun punya sistem pertahanan yang memungkinkan spesiesnya bertahan.Â
Salah satunya melalui mutasi, namun tidak seperti patogen lain seperti bakteri, jamur, dan parasit, virus tidak memiliki mesin yang diperlukan untuk membuat lebih banyak salinan dari dirinya sendiri, sehingga virus tidak dapat berkembang biak sendiri. Mereka bergantung sepenuhnya pada pembajakan alat reproduksi dari sel yang mereka infeksi untuk menghasilkan keturunan.