Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Grand Old Party Donald Trump Vs Abraham Lincoln

10 November 2020   18:49 Diperbarui: 10 November 2020   19:59 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Donald Trump, presiden AS ke-45 (Foto: Andrew Harnik via The New Yorker)

Di masa pemilu AS saat ini, partai Republik merupakan salah satu parpol yang paling disorot dunia, selain oposisinya, Demokrat. Partai Republik era Donald Trump dinilai terlalu konservatif karena lebih banyak mengakomodasi kepentingan kulit putih daripada non kulit putih, dan biasanya mendominasi pemilihan di selatan. 

Trump sebagai kandidat presiden dari Republik tahun ini telah banyak dikritik karena menghasut ketegangan rasial sejak masa kampanyenya di tahun 2016, sampai dengan masa pemerintahannya empat tahun belakangan, hingga kampanye Pemilu AS tahun ini. Tetapi keadaan tidak selalu seperti ini, selama 166 tahun terakhir ini Republik telah mengalami hal yang luar biasa dari Repulik ala Abraham Lincoln hingga Republik ala Donald Trump.

Untuk memahami bagaimana partai Republik yang berjulukan GOP (Grand Old Party) menjadi seperti ini, maka kita harus melihat kembali ke tahun 1854, saat pertama kali partai ini dibentuk, tujuh tahun sebelum perang saudara. Ada dua partai pada saat itu, Whig dan Demokrat.

Saat itu, wilayah Amerika dengan cepat berkembang ke arah barat dan terjadi perdebatan sengit apakah negara bagian baru harus mengizinkan perbudakan atau tidak. Partai demokrat dengan basis kuat di selatan telah menjadi semakin pro-perbudakan. Di sisi lain Whig mulai serius memperhatikan masalah ini. 

Pendukung utara mereka benar-benar khawatir kalau meningkatnya angka perbudakan akan memiliki terlalu banyak pengaruh politik, mereka khawatirkan bisa sangat merugikan pekerja kulit putih secara ekonomi, artinya orang kulit putih akan banyak yang menganggur. 

Sehingga pada tahun 1854, mereka memperdebatkan boleh atau tidaknya wilayah Kansas dan Nebraska harus mengizinkan perbudakan. Whig tidak setuju dan mengakibatkan runtuhnya partai tersebut pada tahun 1860, setelah berdiri selama 27 tahun semenjak 1933 serta memenangkan empat pemilihan presiden.

Bekas anggota Whig di utara membentuk partai baru yang akan berjuang melawan meluasnya perbudakan. Tepatnya pada tanggal 20 Maret 1854 lahirlah partai Republik. Pada tahun 1860, Partai Republik menjadi semakin kuat di utara, cukup kuat hingga seorang Republikan yang kurang terkenal bernama Abraham Lincoln memenangkan pemilihan presiden ke-16 AS . 

Meskipun Lincoln berjanji tidak akan mengganggu perbudakan di negara bagian yang sudah memilikinya, ia dan partainya masih terlalu anti-perbudakan, dan hal ini tidak ditolerir oleh selatan. Karenanya, 11 negara bagian selatan memisahkan diri dari Uni Amerika Utara, dan membentuk Negara Konfederasi Amerika.

Negara-negara bagian utara memutuskan untuk bertempur menjaga Uni Amerika Utara tetap tak terpisahkan, dan terjadilah Perang Saudara. Hasilnya adalah sebuah kemenangan untuk utara dan penghapusan perbudakan secara nasional. 

Setelah perang, Republikan mulai berjuang untuk memastikan agar para budak yang baru dibebaskan di selatan memiliki hak-hak sipil. Setahun setelah pembunuhan Lincoln, tepatnya tahun 1866, Partai Republik berhasil menelurkan Undang-Undang Hak Sipil tahun 1866. Mereka berjuang untuk memastikan orang kulit hitam mempunyai hak memilih dengan hukum dan amandemen konstitusi yang baru.

Tetapi sesuatu terjadi selama perang sipil yang mulai mengubah Partai Republik yang masih muda ini. Pengeluaran pemerintah selama perang membuat banyak pengusaha utara benar-benar kaya. 

Lambat laun, para pemodal dan industrialis kaya ini mulai mengambil lebih banyak peran kepemimpinan dalam partai Republik. Mereka ingin mempertahankan kekuasaan, jadi mereka berpikir bahwa tidak memperjuangkan hak kulit hitam di negara yang sebagian besar berkulit putih adalah cara terbaik untuk melakukannya.

Selatan menolak reformasi rasial baru ini, sering kali dengan kekerasan. Dan sebagian besar pemilih dan pemimpin Republik kulit putih saat itu, merasa bahwa mereka telah melakukan cukup banyak untuk membela warga kulit hitam di selatan dan sudah saatnya untuk memperhatikan masalah lain. 

Sehingga pada tahun 1870, GOP pada dasarnya selatan memutuskan untuk menyerah mereformasi wilayah selatan, dan menyerahkannya ke perangkat daerah masing-masing, meskipun itu artinya membiarkan hak pilih kulit hitam untuk ditekan dan dirampas. Wilayah selatan menjadi didominasi secara politik oleh Demokrat kulit putih.

Melangkah ke abad baru pada tahun 1920-an, partai Republik pada dasarnya telah menjadi partai bisnis besar. Mereka sukses besar saat ekonomi sedang booming tetapi tidak begitu baik ketika ekonomi ambruk pada tahun 1929 dan Depresi Besar atau krisis malaise terjadi. 

Franklin Delano Roosevelt dan para demokrat lainnya berhasil mendapat kekuasaan dan secara dramatis mulai memperluas ukuran dan peran pemerintah federal dalam upaya untuk melawan depresi dan menyejahterahkan rakyat Amerika. Kaum Republik menentang ekspansi cepat ini, dan mendefinisikan diri mereka sebagai oposisi terhadap pemerintahan besar, sebuah identitas yang masih dipegang partai hingga saat ini.

Maju ke tahun 50-an dan 60-an, orang kulit hitam di selatan kembali ke garis depan politik nasional, didukung oleh banyak kulit putih di utara. Martin Luther King Jr. menjadi tokoh yang sangat berpengaruh besar saat itu. Gerakan hak-hak sipil mencoba untuk mengakhiri segregasi dan memastikan orang kulit hitam benar-benar memiliki hak untuk memilih, berpolitik, dan menggunakan fasilitas umum.

Perjuangan Martin Luther King Jr. berhasil menarik simpati warga Amerika bahkan dunia. Pemilih Amerika akhirnya memandang serius masalah hak-hak sipil kulit hitam. Alhasil, debat hak-hak sipil bukanlah sebuah masalah partisan murni namun lebih merupakan masalah regional, di mana kedua partai di wilayah Utara mendukungnya dan kedua partai di selatan menolak.

Pada tahun 1963, Lyndon Baines Johnson dari Demokrat yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden diangkat menjadi presiden menggantikan John F. Kenedy yang tewas terbunuh. Johnson kemudian menandatangani Undang-undang Hak Sipil 1964. 

Di tahun yang sama, Marthin Luther King Jr. diberi penghargaan atas perjuangan dan peranannya dalam melawan praktik undang-undang pemisahan rasial dan membawanya menjadi peraih penghargaan Nobel Perdamaian Tahun 1964. Sebaliknya calon presiden dari Republik, Barry Goldwater-lah yang menentang undang-undang tersebut dengan alasan hal tersebut bisa mengendorkan kekuasaan pemerintah.

Bagaimanapun, peralihan besar-besaran tetap terjadi.  Hampir seluruh pemilih kulit hitam bergeser dari Republik ke Demokrat. Pemilih kulit putih di selatan yang sudah lama setia pada Demokrat mulai benar-benar membenci campur tangan pemerintah yang besar  di sini, juga dalam hal-hal lain seperti hak aborsi dan sekolah biarawan.

Selama tiga dekade berikutnya orang kulit putih di selatan beralih ke GOP yang membuat selatan menjadi wilayah yang sangat Republik. Dan sejak tahun itu, 1980-an, partai tersebut mulai menyerupai Republik yang kita kenal hari ini. Kaum Republik memilih Ronald Reagan yang berjanji untuk memperjuangkan kepentingan bisnis, pajak yang lebih rendah, dan nilai-nilai keluarga tradisional.

Pada tahun 2000-an sejalan dengan dimulainya abad ke-21, Amerika mengalami pergeseran demografis besar. Gelombang imigran hispanik mulai berdatangan, secara legal maupun illegal. Demokrat dan elit bisnis cenderung mendukung reformasi undang-undang imigrasi sehingga lebih dari 10 juta imigran illegal di AS akan mendapatkan status legal.

Di sisi Republik, kebijakan dan retorika "keras terhadadp imigran" menjadi populer digaungkan, tetapi ini justru merugikan Republik, karena mereka mulai lebih terlihat seperti partai bagi pemilih kulit putih di negara yang semakin non-kulit putih. 

Jelas, hal ini merupakan masalah besar. Pada tahun 2012 Mitt Romney kehilangan kesempatannya untuk menjadi presiden, survey exit poll menunjukkan kalau ia tidak disukai pemilih hispanik. 71 persen dari mereka memilih Barack Obama. Exit poll merupakan survei yang dilakukan segera setelah pemilih meninggalkan tempat pemungutan suara.

Mengingat tren demografis, para pemimpin Republik khawatir, jika mereka terus kehilangan pemilih hispanik yang banyak itu, maka mereka akan kehilangan kesempatan untuk memenangkan kursi kepresidenan. 

Jadi pada 2013 beberapa pemain kunci Republikan di senat termasuk bintang yang sedang naik daun, Marco Rubio, berkolaborasi dengan para Demokrat dalam sebuah RUU reformasi imigrasi yang akan memberikan jalan bagi imigran yang tidak sah untuk memperoleh status legal secara hukum. Tetapi ada reaksi keras dari partai Republik yang didominasi oleh kulit putih yang memandang RUU tersebut sebagai "amnesti" imigran selaku pelanggar aturan.

Hal ini memperburuk ketidakpercayaan pemilih hispanik GOP terhadap para pemimpin partai mereka, ketidakpercayaan pun tumbuh untuk beberapa waktu. Dan itu membuat lanskap politik 2015 menjadi lahan subur bagi sosok seperti Donald Trump, seorang pebisnis luar yang ingin membangun dinding di perbatasan Meksiko. 

Trump bukanlah seorang konservatif tradisional, tetapi dia menarik kebencian dan ketidakpercayaan pemilih utama Republikan terhadap para pemimpin partai, sementara Demokrat selaku opsisi terus mengembangkan tren imigran. Dan meskipun dibenci oleh para pemimpin partai, dia mendapat cukup dukungan di pemilihan pendahuluan untuk menjadi calon presiden tahun 2016. Namun akhirnya kalah di tahun ini dari Demokrat yang lebih menyuarakan "Amerika bersatu".

Jadi, sekarang partai Republik sekali lagi berada di persimpangan jalan utama saat mencoba untuk memenuhi tantangan politik abad ke-21.  Hasil pemilu AS tahun ini sepertinya mendukung bahwa Donald Trump akan diingat sebagai sebuah penyimpangan, dan generasi baru politisi Republikan akan menemukan jalan untuk menjadi lebih dari sekedar "partai dendam kulit putih". Mereka akan menemukan kembali jalan sebagai partai Republik-nya Lincoln, di mana semua ras berdiri sejajar sebagai bangsa yang bersatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun