Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Grand Old Party Donald Trump Vs Abraham Lincoln

10 November 2020   18:49 Diperbarui: 10 November 2020   19:59 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Donald Trump, presiden AS ke-45 (Foto: Andrew Harnik via The New Yorker)

Pada tahun 2000-an sejalan dengan dimulainya abad ke-21, Amerika mengalami pergeseran demografis besar. Gelombang imigran hispanik mulai berdatangan, secara legal maupun illegal. Demokrat dan elit bisnis cenderung mendukung reformasi undang-undang imigrasi sehingga lebih dari 10 juta imigran illegal di AS akan mendapatkan status legal.

Di sisi Republik, kebijakan dan retorika "keras terhadadp imigran" menjadi populer digaungkan, tetapi ini justru merugikan Republik, karena mereka mulai lebih terlihat seperti partai bagi pemilih kulit putih di negara yang semakin non-kulit putih. 

Jelas, hal ini merupakan masalah besar. Pada tahun 2012 Mitt Romney kehilangan kesempatannya untuk menjadi presiden, survey exit poll menunjukkan kalau ia tidak disukai pemilih hispanik. 71 persen dari mereka memilih Barack Obama. Exit poll merupakan survei yang dilakukan segera setelah pemilih meninggalkan tempat pemungutan suara.

Mengingat tren demografis, para pemimpin Republik khawatir, jika mereka terus kehilangan pemilih hispanik yang banyak itu, maka mereka akan kehilangan kesempatan untuk memenangkan kursi kepresidenan. 

Jadi pada 2013 beberapa pemain kunci Republikan di senat termasuk bintang yang sedang naik daun, Marco Rubio, berkolaborasi dengan para Demokrat dalam sebuah RUU reformasi imigrasi yang akan memberikan jalan bagi imigran yang tidak sah untuk memperoleh status legal secara hukum. Tetapi ada reaksi keras dari partai Republik yang didominasi oleh kulit putih yang memandang RUU tersebut sebagai "amnesti" imigran selaku pelanggar aturan.

Hal ini memperburuk ketidakpercayaan pemilih hispanik GOP terhadap para pemimpin partai mereka, ketidakpercayaan pun tumbuh untuk beberapa waktu. Dan itu membuat lanskap politik 2015 menjadi lahan subur bagi sosok seperti Donald Trump, seorang pebisnis luar yang ingin membangun dinding di perbatasan Meksiko. 

Trump bukanlah seorang konservatif tradisional, tetapi dia menarik kebencian dan ketidakpercayaan pemilih utama Republikan terhadap para pemimpin partai, sementara Demokrat selaku opsisi terus mengembangkan tren imigran. Dan meskipun dibenci oleh para pemimpin partai, dia mendapat cukup dukungan di pemilihan pendahuluan untuk menjadi calon presiden tahun 2016. Namun akhirnya kalah di tahun ini dari Demokrat yang lebih menyuarakan "Amerika bersatu".

Jadi, sekarang partai Republik sekali lagi berada di persimpangan jalan utama saat mencoba untuk memenuhi tantangan politik abad ke-21.  Hasil pemilu AS tahun ini sepertinya mendukung bahwa Donald Trump akan diingat sebagai sebuah penyimpangan, dan generasi baru politisi Republikan akan menemukan jalan untuk menjadi lebih dari sekedar "partai dendam kulit putih". Mereka akan menemukan kembali jalan sebagai partai Republik-nya Lincoln, di mana semua ras berdiri sejajar sebagai bangsa yang bersatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun