Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyoal Overpopulasi, Apa Bahayanya untuk Kita?

5 November 2020   00:44 Diperbarui: 7 November 2020   16:30 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kepadatan penduduk. (sumber: AP via kompas.com)

Overpopulasi telah menjadi kekhawatiran nyata saat ini. Masalah ini sering diperbincangkan di berbagai media termasuk dunia perfileman. Salah satu film yang viral beberapa waktu lalu, Marvel: The Infinity War, mengangkat overpopulasi sebagai tema besarnya. 

Dalam kisahnya, Thanos si supervillain berkeinginan untuk menghapus setengah dari populasi semesta agar sisanya bisa mendapatkan cukup makanan dan kesejahteraan. 

Pasalnya, belum pernah terjadi dalam sejarah, ada begitu banyak orang di bumi seperti sekarang. Worldmeter (lihat di sini) mencatat, jumlah penduduk telah meroket, dari 1 miliar pada tahun 1804, menjadi 2,3 miliar pada tahun 1940, 3,7 miliar pada tahun 1970, dan 7,4 miliar pada tahun 2016, dan sekarang 7,8 miliar di tahun 2020. 

Populasi dunia meningkat empat kali lipat dalam dua abad terakhir. Jadi apa yang bisa kita harapkan untuk abad berikutnya? Dan apa arti pertumbuhan penduduk bagi masa depan kita? Apakah akan ada migrasi massal? Daerah kumuh yang penuh sesak dan kota-kota besar menutupi seluruh benua? 

Penyakit dan polusi? Kekacauan dan kekerasan memperebutkan sumber energi, air, dan makanan? Dan spesies manusia hanya terfokus pada mempertahankan diri sendiri? Akankah pertumbuhan penduduk menghancurkan cara hidup kita? Atau perkiraan ini hanya panik yang tak mendasar?

Di tahun 1960an, pertumbuhan penduduk dunia mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya yaitu sebesar 3,32 miliar. Hal ini mengakibatkan adanya dugaan akhir zaman. Orang tidak mampu, berkumpul dan menyerbu negara maju. Legenda overpopulasi (populasi berlebih) terlahir. 

Tapi ternyata tingkat kelahiran yang tinggi dan ledakan penduduk bukan merupakan masalah permanen bagi beberapa budaya atau negara, melainkan bagian dari empat langkah proses yang akan dilalui oleh seluruh dunia, yaitu Transisi Demografi. Sebagian besar negara-negara maju telah membuat transisi, sementara negara-negara lain sedang melakukannya sekarang, termasuk Indonesia.

Mari kita kembali ke abad ke-18, ketika seluruh dunia, termasuk Eropa, berada di tahap pertama transisi demografi. Dengan standar saat ini, Eropa pernah lebih buruk dari daerah yang sedang berkembang, mempunyai sanitasi yang buruk, kualitas pangan yang buruk, dan obat-obatan yang buruk. 

Banyak orang dilahirkan, tetapi banyak dari mereka meninggal lebih cepat, sehingga jumlah penduduk sulit untuk tumbuh. Wanita memiliki 4 hingga 6 anak, tetapi hanya 2 dari mereka yang akan tumbuh dewasa. 

Kemudian revolusi industri yang bermula dari Inggris membawa perubahan terbesar dalam kondisi hidup manusia sejak revolusi pertanian. Orang mulai berubah dari petani menjadi pekerja. 

Barang-barang pabrik diproduksi secara massal dan menjadi tersedia secara luas. Ilmu-ilmu berkembang disertai kecanggihan transportasi, komunikasi, dan obat-obatan. 

Peran wanita dalam masyarakat bergeser dan menciptakan kondisi untuk emansipasi. Perlahan kemajuan ekonomi ini tidak hanya membentuk kelas menengah, tetapi juga mengangkat standar hidup dan perawatan kesehatan bagi penduduk pekerja miskin.

Lalu tahap transisi kedua dimulai. Persediaan makanan yang lebih baik, kebersihan dan obat-obatan, berarti orang akan berhenti meninggal lebih cepat, terutama pada usia yang sangat muda. Hasilnya adalah ledakan penduduk. 

Menggandakan populasi Inggris antara tahun 1750 dan 1850. Alasan utama yang digunakan keluarga untuk memiliki banyak anak adalah bahwa kemungkinan hanya beberapa dari mereka yang bertahan hidup.

Sekarang telah berubah, sehingga masuk ke tahap ketiga transisi. Lebih sedikit bayi yang dikandung, dan pertumbuhan penduduk melambat. 

Akhirnya keseimbangan muncul, lebih sedikit orang yang meninggal dan anak-anak lebih sedikit lahir, sehingga angka kematian dan angka kelahiran menjadi stabil. Inggris telah mencapai tahap keempat dari transisi demografi. Ini tidak hanya terjadi di Inggris, semakin banyak negara yang (telah) melewati keempat tahap ini...

Jadi yang bisa kita pelajari dari keempat tahap transisi demografi dunia adalah: Pertama, banyak kelahiran dan banyak kematian karena kondisi hidup yang buruk. 

Kedua, kondisi hidup yang lebih baik mengarah ke kematian lebih sedikit dan ledakan penduduk. Ketiga, kematian lebih sedikit menghasilkan kelahiran yang lebih sedikit, dan pertumbuhan penduduk berakhir. Tetapi jika tingkat kelahiran telah turun begitu banyak, mengapa penduduk masih tumbuh begitu cepat?

Nah, anak-anak yang lahir dalam ledakan populasi 70 dan 80-an memiliki anak sendiri sekarang. Mengarah ke lonjakan nyata dalam keseluruhan populasi. 

Tetapi mereka memiliki anak jauh lebih sedikit daripada rata-rata orang tua mereka. Rata-rata saat ini adalah 2,5 anak, pada 40 tahun sebelumnya adalah 5 anak. 

Sehingga generasi ini semakin besar, dan kesuburan menurun lebih lanjut, tingkat pertumbuhan penduduk akan terus melambat. Populasi di dunia saat ini (2020) tumbuh sekitar 1,05% per tahun (turun dari 1,08% pada 2019, 1,10% pada 2018, dan 1,12% pada 2017). Peningkatan populasi rata-rata saat ini diperkirakan mencapai 81 juta orang per tahun.

Hal ini berlaku untuk setiap negara. Kita cenderung mengabaikan kemajuan di daerah lain di dunia termasuk negara kita sendiri. Tapi sebenarnya sebagian besar negara-negara di dunia telah berhasil sampai ke tahap keempat. 

Lihat saja Bangladesh. Pada tahun 1971, rata-rata wanita memiliki 7 anak-anak, tetapi 25% dari mereka akan meninggal sebelum usia 5.

Pada 2015, angka kematian turun menjadi 3,8% dan perempuan hanya melahirkan rata-rata 2,2 anak. Ini adalah aturan, bukan pengecualian. Negara maju tidak istimewa-istimewa amat sebenarnya, mereka hanya mulai duluan. Dan kita sedang menuju ke sana.

Waktu yang dibutuhkan negara maju sekitar 80 tahun untuk mengurangi kesuburan dari lebih dari 6 anak, menjadi kurang dari 3. Sedangkan yang lain melakukannya lebih cepat. Malaysia dan Afrika Selatan melakukannya hanya dalam 34 tahun; Bangladesh membutuhkan hanya 20 tahun. Iran berhasil dalam 10 tahun. 

Meskipun belum melewati tahap ke empat namun Indonesia sedang mengarah ke sana. Kita sedang berada di tahap ke tiga transisi demografi. Semua negara-negara yang berhasil ini tidak harus mulai dari awal, dan lebih banyak dukungan yang mereka dapatkan, semakin cepat mereka mengejar ketinggalan. 

Inilah sebabnya mengapa program yang membantu angka kematian anak lebih rendah atau membantu negara-negara miskin berkembang, adalah sangat penting.

Tidak peduli apa motivasi kita, apakah kita bermimpi tentang sebuah dunia di mana semua orang hidup dalam kebebasan dan kekayaan, atau hanya ingin sedikit pengungsi yang datang ke negara kita, kebenaran yang sederhana adalah, bahwa bermanfaat bagi kita secara pribadi jika orang di sisi lain dari dunia dapat menjalani kehidupan yang baik.

Nyatanya kita sedang menuju ke sana, persentase orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrim tidak pernah serendah hari ini. Jadi masa depan pertumbuhan populasi global bukanlah ramalan akhir zaman. Pertumbuhan penduduk akan melambat dan akhirnya berakhir sejalan dengan perkembangan dunia. 

PBB memperkirakan bahwa Populasi dunia diproyeksikan akan mencapai 8,5 miliar pada tahun 2030, dan meningkat lebih lanjut menjadi 9,7 miliar pada tahun 2050 dan 11,2 miliar pada tahun 2100 dilansir dari Proyeksi Populasi Dunia (World Population Project) 2019 PBB (lihat di sini). 

Artinya, laju pertumbuhan dunia semakin melambat. Di tahun tersebut (2100) laju pertumbuhan penduduk menjadi sangat lambat karena akses kontrasepsi telah mudah bagi semua orang di seluruh dunia. Dan dengan tingkat perkembangan dunia yang meningkat, jumlah orang berpendidikan tinggi akan meningkat sepuluh kali lipat. 

Negara yang biasa membutuhan bantuan, akan membantu pengembangan negara berkembang lain sebagai gantinya. Lebih banyak orang berarti lebih banyak orang mampu untuk memajukan spesies kita. 

Jadi, mari kita mulai melakukan bagian kita dengan terus-menerus mengembangkan diri dan menjadi penolong bagi sesama. Niscaya Tuhan memberkati kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun