Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal KB, Ide Paling Tidak Kontroversial yang Menjadi Sangat Kontroversial

25 Oktober 2020   13:46 Diperbarui: 31 Oktober 2020   16:45 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alasan tren keluarga kecil menyebar adalah karena satu ide yang menggerakkannya -- bahwa pasangan memiliki kontrol terhadap jumlah anak yang akan mereka punya. Ini adalah ide yang sangat kuat. Ini berarti orang tua mempunyai kemampuan untuk merencanakan masa depan, dan tidak hanya pasrah pada keadaan. 

Di Prancis, ukuran suatu keluarga menurun tiap dekadenya selama 150 tahun berturut-turut sampai akhirnya stabil, berlangsung cukup lama karena kontrasepsi yang ada belum begitu bagus. 

DI Jerman, transisi ini bermula di tahun 1880an, hanya butuh 50 tahun untuk menstabilkan ukuran keluarga di negara itu. Di Asia dan Amerika Latin, transisi bermula di tahun 1960an, dan berlangsung lebih cepat karena kontrasepsi modern. 

Hal yang bisa dipelajari dari sejarah ini adalah bahwa para orang tua ingin ukuran keluarganya mengecil. Karena di berbagai tempat, sesungguhnya, mereka sudah menginginkan keluarga yang lebih kecil. Tidak ada alasan untuk percaya bahwa wanita di daerah saya menginginkan sesuatu yang berbeda. 

Jika diberi pilihan, mereka akan memilih punya anak lebih sedikit. Pengalaman saya mungkin bisa mendukungnya. Tepat hari kemarin Jumat (23/10/2020), saya dan teman-teman dari DPPKB (Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana) Kab. Sorsel mengadakan sebuah diskusi kelompok bersama ibu-ibu dan kepala kampung di kampung yang bernama Bagaraga, Sorsel.

Kelompok Diskusi Tribina Kampung Bagaraga (dokpri)
Kelompok Diskusi Tribina Kampung Bagaraga (dokpri)
Kami berbincang dengan kelompok ibu-ibu yang ada di gambar. Mereka berbicara tentang keluarga, dan bagaimana rasanya menjadi seorang wanita di kampung tersebut. Mereka juga bicara tentang jenis kontrasepsi yang mereka gunakan. 

Yuli, yang berbaju batik cokelat dan sedang mengangkat mahkota kasuari ke kepalanya, merangkum keseluruhan diskusi yang berdurasi 2 jam tersebut dalam satu kalimat yang tidak akan saya lupakan. 

Katanya, "Saya ingin memberikan semua yang terbaik untuk anak saya sebelum yang berikutnya lahir." Dan saya pikir -- "Ini dia!"... Ini dia keinginan yang universal. Kita semua ingin memberikan yang terbaik bagi anak kita. Namun apa yang tidak universal adalah kemampuan kita untuk menyediakannya. 

Begitu banyak wanita jadi korban kekerasan rumah tangga. Mereka bahkan tidak boleh membicarakan kontrasepsi dalam keluarga. Banyak wanita yang tidak punya pendidikan dasar. Bahkan mereka yang terdidik dan punya kuasa dalam rumah tangga tidak punya akses KB.

Salah satu masalah yang sering saya temukan di keseharian adalah tipe kontrasepsi yang paling populer jarang tersedia. Kebanyakan wanita akan memberitahukan sedemikian kali bahwa mereka lebih memilih KB suntik dibanding kontrasepsi lainnya. 

Suntikan di lengan --dan mereka disuntik setiap 3 bulan jadi total 4 kali setahun. Mereka sangat menyukainya karena dapat disembunyikan dari suami, yang terkadang ingin punya banyak anak. Masalahnya adalah seringkali ketika mereka pergi ke klinik, stok suntikan habis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun