Misalnya, bagaimana seorang fasis menilai seni? Bagaimana seorang fasis memutuskan apakah sebuah film adalah film yang bagus atau film yang buruk? Ini sangat, sangat, sangat sederhana. Sebenarnya hanya ada satu ukuran:
jika film itu melayani kepentingan bangsa, itu film yang bagus;
jika film tersebut tidak melayani kepentingan bangsa, itu film yang buruk.
Demikian pula, bagaimana seorang fasis memutuskan apa yang akan diajarkan kepada anak-anak di sekolah? Sekali lagi, sangat sederhana. Hanya ada satu ukuran:
Saya mengajari anak-anak apa pun yang melayani kepentingan bangsa. Kebenaran tidak penting sama sekali. Sekarang, kengerian Perang Dunia Kedua dan Holocaust mengingatkan kita tentang konsekuensi mengerikan dari cara berpikir ini.
Tapi biasanya, ketika kita berbicara tentang penyakit fasisme, kita melakukannya dengan cara yang tidak efektif, karena kita cenderung menggambarkan fasisme sebagai monster yang mengerikan, tanpa benar-benar menjelaskan apa yang begitu menggoda tentangnya.
Seperti film-film Hollywood yang kebanyakan menggambarkan orang jahat -- Voldemort atau Sauron atau Darth Vader -- sebagai jelek, jahat dan kejam. Mereka kejam bahkan kepada pendukung mereka sendiri. Ketika saya melihat film-film ini, saya tidak pernah mengerti, mengapa ada orang yang tergoda untuk mengikuti orang menjijikkan seperti Voldemort?
Masalah kejahatan dalam kehidupan nyata adalah bahwa kejahatan tidak selalu terlihat jelek, bahkan bisa terlihat sangat indah. Ini adalah sesuatu yang sangat dipahami oleh orang Kristen, itulah sebabnya dalam Kristen, berlawanan dengan Hollywood, setan biasanya digambarkan sebagai sosok yang cantik dan lembut. Inilah mengapa sangat sulit untuk menahan godaan Setan, seperti halnya mengapa juga sulit untuk menahan godaan fasisme. Fasisme membuat orang melihat negara mereka sendiri sebagai milik terindah dan terpenting di dunia.
Dan kemudian orang berpikir, "Yah, mereka mengajari kami bahwa fasisme itu jelek. Tetapi ketika saya bercermin, saya melihat sesuatu yang sangat indah, jadi saya tidak bisa digolongkan seorang fasis, kan?"
Salah. Itulah masalah fasisme. Saat kita melihat ke cermin fasis, kita melihat diri kita jauh lebih cantik dari yang sebenarnya. Pada tahun 1930-an, ketika orang Jerman melihat ke cermin fasis, mereka melihat Jerman sebagai hal terindah di dunia.
Jika hari ini, orang Indonesia melihat ke cermin fasis, mereka akan melihat Indonesia sebagai hal terindah di dunia. Mereka akan memberikan komentar menghina di internet atas nama nasionalisme tanpa memikirkan perasaan warga dunia lainnya atau bahkan saudara setanah airnya sendiri, ”yang penting demi negara”.