Serial tv ini menceritakan kehidupan seorang remaja bernama Otis Milburn (Asa Butterfield), anak dari seorang terapis seks, Jean Milburn (Gillian Anderson). Otis menerima ajakan Maeve Wiley (Emma Mackey), gadis yang secara diam-diam diidamkanannya di sekolah untuk membuka klinik terapi seks rahasia di sekolah.
Ironinya, si bocah terapis sendiri belum pernah melakukan hubungan seks bahkan untuk bermasturbasi, ia mengalami kesulitan karena trauma kenangan masa kecil dimana ia memergoki ayahnya bercinta dengan wanita lain.
Adalah hal yang tidak biasa bagi remaja Inggris yang belum melakukan hubungan seks atau setidaknya masturbasi. Otis bahkan pura-pura menaruh majalah porno di atas kasur agar Jean tidak mencium masalah masturbasinya.
Dan di sekolah ia punya klien yang harus dilayani. Jadi bisa dibayangkan, kekacauan apa saja yang bakal terjadi setiap saat.
Untuk itu, jika anda adalah jenis orang tua yang memegang prinsip teguh untuk tidak mengintip ke dalam lorong-lorong tabu, maka Sex Education bukan dramedi untuk anda dan remaja kesayangan anda.
Karena serial asal Inggris ini akan mempertontonkan aborsi, fetish, Â homofobia, revenge porn, dan penyakit kelamin. Tabu terhadap sex akan disindir habis-habisan dengan cara yang halus dan tidak menghakimi.
Tapi jika anda adalah jenis orang tua lainnya, maka serial tv yang tayang perdana pada 11 Januari 2019 di Netflix ini worth it untuk binge watching. Karena dialog kocak dan canggung seperti ini yang akan tersaji sepanjang alur cerita:
Jean : "Otis, ibu lihat kau hanya pura-pura masturbasi"
Otis : (menghela nafas) "Ma, aku tidak bisa bermasturbasi. Tapi, aku bisa mengatasinya sendiri."
Jean : ... (berpikir sejenak) "Ok, terima kasih sudah kasi tahu mama."
Seks bisa sangat menyenangkan, bisa juga sangat aneh, membingungkan, mengecewakan, canggung, memalukan, atau penuh emosi. Film dan acara TV sering menggambarkan seks dengan cara yang sederhana, terutama ketika menyangkut cerita tentang remaja. Beberapa fokus pada cinta muda romantis transenden seperti Fallen, Twilight, Endless Love.
Yang lain menyajikan cerita remaja yang terobsesi untuk kehilangan keperawanannya layaknya American Pie, Superbad, Blockers. Dan tidak sedikit juga yang memilih alur cerita "hamil karena kecelakaan" dramatis yang berfungsi sebagai dongeng peringatan.
Jadi, waktu pertama kali melihat posternya di Internet Movie Database (IMDb), saya pikir tema-nya pasti tidak jauh dari dari tema-tema anak muda sebelumnya. Nyatanya, Sex Education mengecewakan dugaanku, ia hadir dengan nuansa (yang menurut pendapatku) segar dan revolusioner.
Bukan tanpa alasan, berhubungan dengan masalah seksual remaja dan dewasa itu sensitif dan kasar, situasional dan abadi, lucu dan manis.
Laurie Nunn meramu semuanya dalam sebuah naskah apik secara bertahap, dan melalui episode-episode berdurasi 45-47 menit, ia berhasil menarik range usia jauh melampaui penonton muda.
Tidak heran, karyanya mendapat banyak pujian dari para kritikus di situs-situs rating film besar seperti Rotten Tomatoes, IMDb, Metacritic, bahkan salah satu surat kabar terkenal, The Guardian.
"Otis Milburn adalah sahabat yang dibutuhkan remaja Indonesia." Aulia Adam, penulis konten tirto.id via tirto.id
 "Salah satu komedi seks remaja termanis dan paling bijaksana yang pernah ada." -Matthew Gilbert, kritikus film Hollywood via Rotten Tomatoes-
"Saya tahu ini masih awal, tetapi jika ada komedi yang lebih baik, lebih manis, lebih nendang tahun ini maka, pasti, 2019 sedang menggunakan Viagra." -Lucy Mangan, kritikus televisi Guardian via The Guardian-
"Ulasan Musim 1: Sex Education memadukan drama seks remaja dengan tingkat empati yang menyegarkan. Grade : A." - Kristen Baldwin, kritikus televisi Entertainment Weekly via Metacritic-
"Sex Education dan 'karakter wanita kompleks' nya adalah sebuah hadiah manis untuk televisi." -Nora Dominick, editor televisi BuzzFeed via IMDb-
Serial tv yang telah selesai dengan musim keduanya ini dengan cepat menjadi salah satu serial favorit. Luar biasa kocak, menyentuh hati dan sarat pelajaran terutama tentang berhubungan (badan dan non badan) dengan orang lain. Sudah tentu, judulnya telah mengatakan inti cerita, edukasi seks.
"Laurie Nunn berencana menaruh sebuah kurikulum pendidikan seks dalam naskahnya, dan tidak membosankan adalah bagian terbaiknya."
Dari cara melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, atau fetish dan masturbasi yang aman, atau jenis fantasi, gangguan dan penyakit kelamin, atau bagaimana menghargai pasangan dalam melakukan hubungan seks, sampai dengan tema pelecehan seksual yang biasanya dilakukan secara tidak sengaja yang melukai perasaan dan harga diri seseorang, seperti pelecehan gender, catcalling, dan pemaksaan seksual.
Ini tentu merupakan pelajaran berharga bagi remaja yang cenderung melakukan segala sesuatu dengan maksud 'agar terlihat keren' tanpa memahami konsekuensi dari perbuatannya terhadap diri sendiri bahkan (lebih buruk lagi) kepada orang lain.
Jika adegan seks di dramedi remaja lainnya nampak erotis, adegan seks di Sex Education ditampilkan kocak, sehingga tidak berbahaya.
Tapi bukan itu saja, serial ini juga mengangkat tema dasar pembelajaran hidup yakni empati, yang merupakan syarat manusia menjadi manusia.
"Ketika mendidik pikiran anak muda, kita tidak boleh lupa untuk mendidik hati mereka" -Dalai Lama-
Tentu saja banyak sekali kutipan bagus yang mengingatkan pentingnya empati dalam setiap tindakan yang kita ambil. Hal ini menunjukan bahwa empati merupakan sifat dasar manusia yang wajib diarahkan agar tercipta kehidupan yang selaras antara sesama manusia. Sex Education dengan sangat baik mengajarkan remaja untuk berempati kepada orang lain.
Misalnya, adegan siswa-siswi yang berani berdiri untuk membela temannya yang menjadi korban revenge porn, saat kepala sekolah berniat menyerahkan investigasi foto vagina salah seorang siswi yang beredar di internet ke pihak berwajib.
Mereka tidak tega kalau ada teman mereka yang akan menderita olokan dan merasa malu seumur hidup karena ketahuan foto vaginanya beredar di internet.
Untuk itu, mereka beramai-ramai berdiri (kali ini harafiah) dan mengakui kalau foto vagina itu adalah miliknya masing-masing. Alhasil, kepala sekolah kebingungan dan tidak jadi membawa masalah tersebut ke pihak berwajib.
Mereka telah membuat pernyataan jelas: "Tidak boleh ada salah satu dari kami yang akan mengalami penderitaan mengerikan seperti itu" bahkan jika orang itu adalah Ruby Matthews (Mimi Keene), gadis dengan predikat 'mean girl yang melekat di jidatnya. Adegan ini menjadi salah adegan ikonik dan menyentuh hati dari Sex Education dengan nama "It's my vagina".
Dalam hal ini, kenyataan bahwa kebanyakan perempuan pernah mengalami pelecehan seksual dalam berbagai bentuk. Akibatnya, banyak yang mengalami krisis percaya diri dan rasa tidak aman yang paranoid karena trauma mendalam.
Dalam musim kedua, episode tiga, Aimee naik bus ke sekolah dan menemukan seorang pria masturbasi di belakangnya. Pria berejakulasi pada celana jins Aimee. Dia segera turun dari bus dan melanjutkan perjalanan ke rumah dengan berjalan kaki.
Di sekolah, dia memberi tahu Maeve tentang apa yang terjadi, meskipun tampaknya Aimee tidak terganggu, dan mengatakan bahwa ejakulasi pria tidak ada bedanya dengan bersin: "Air mani itu seperti penis yang bersin" jadi tidak perlu melaporkan ke polisi. Maeve merasa jijik dan bersikeras agar mereka pergi ke polisi untuk melaporkan pelecehan seksual.
Dalam episode-episode selanjutnya kita melihat bagaimana pengalaman itu memengaruhi Aimee jauh lebih dalam daripada dipikirkannya dan mulai mengalami gejala PTSD seperti melihat pelaku ada di mana-mana, tidak nyaman dengan keintiman, putus dengan pacarnya, menolak naik bus dan memilih berjalan kaki karena dia tidak bisa naik bus, adegan kejadian itu terus menghantuinya.
Dalam episode tujuh dia berteriak dan menangis di depan teman-teman perempuan lainnya dalam ruang detensi.
"Aku tidak bisa naik bus," serunya dengan mata berkaca-kaca dan raut muka tersiksa.
"Dia memiliki wajah yang sangat baik ... Jika dia bisa melakukan hal seperti itu, maka siapa pun bisa. Aku selalu merasa aman di mana saja tapi sekarang tidak."
Gadis-gadis itu menyadari bahwa mereka semua memiliki pengalaman yang serupa: Dari diikuti saat pulang larut malam, dicolek atau diraba, dicela karena memakai celana pendek. Ini adalah saat yang mengharukan, dan para gadis di ruang detensi itu (dan semua penonton perempuan, saya berempati) merasa terhubung. Mereka semua memiliki pengalaman semacam itu, di mana perasaan aman telah direnggut dari mereka.
Grup detensi tersebut tidak punya solusi. Mereka tidak tahu bagaimana cara menghentikan pria untuk merasa berhak atas tubuh wanita, atau perlu menegaskan kekuasaan mereka atas dirinya sendiri, dan mereka tidak segera tahu bagaimana membantu Aimee. Tetapi pada saat itu mereka menyadari ada kenyamanan dalam solidaritas.
Keesokan harinya Aimee berjalan menuju halte busnya dan menemukan gadis-gadis lain - beberapa di antaranya adalah teman-temannya, dan yang lain tidak -- sedang menunggu bus.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" dia bertanya.
"Naik bus," jawab Maeve. "Kita semua akan naik bus."
"Aku tidak bisa naik bus," serunya.
Saat Aimee ragu untuk naik, Maeve mengulurkan tangannya.
"Ini hanya sebuah bus bodoh."
Seluruh alur cerita tersebut sangat menyentuh hati, terutama saat keenam gadis naik bus bersama. Mereka datang bersama untuk saling mendukung dan mengumpulkan kembali kendali atas diri mereka sendiri yang sebelumnya hilang bersamaan dengan rasa aman.
Terkadang kita tidak sengaja melakukan pelecehan seksual karena hanya menganggapnya sebuah lelucon yang tidak akan diambil hati oleh korban, tanpa mengetahui luka apa yang yang tergores di hati mereka. Adegan ini memberi pesan agar kita mengenali jenis-jenis tindakan pelecehan seksual dan akibatnya terhadap orang lain serta turut merasakan apa yang dialami oleh mereka. Â
Satu lagi pesan paling umum yang saya tangkap, dan sesuai judul artikel, bermanfaat bagi remaja.
"Pengetahuan adalah kekuatan, kekuatan adalah status, dan status artinya populer." -Eric Effiong-
Pengetahuan Otis mengenai seks (yang tertular dari ibunya) sangat baik dibanding teman-teman di sekolah. Karenanya, Eric Eiffong (Ncuti Gatwa) memaksanya untuk menerima tawaran Maeve membuka praktek terapi seks di sekolah, agar mereka memiliki sedikit kesenangan alih-alih menjalani masa sekolah dengan hanya menjadi "the boys in the corner".
Dan Terhindar dari bullying, seperti yang sering dilakukan Adam Groff (Connor Swindells) terhadap Eric. And gues what? They did it.
Tidak ada yang tidak mengenal Otis --si terapis-- dan teman rasa saudaranya --Eric-- di  sekolah. Meskipun begitu, serial ini tidak terlalu banyak menayangkan tema bullying, bahkan lebih baiknya lagi Adam, si tukang bully, digambarkan sebagai anak  bodoh yang sempat terkenal hanya karena memiliki penis besar pada akhirnya kesepian dan tidak memiliki teman.
"Ga ada yang tertarik sama bullying, sudah kuno. Sebaliknya, menjadi cerdas adalah kunci bersenang-senang di sekolah" Kira-kira pesannya berbunyi demikian.
Terlepas dari tabu dalam budaya agamawi, menurut saya Sex Education adalah serial tv terbaik yang pernah ditayangkan Netflix. Dari skala 1-10, saya kasi nilai 8,5.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H