Pendahuluan
Indonesia memiliki luas wilayah yang didominasi oleh perairan daripada daratannya. Tak ayal, sejak zaman dulu Indonesia dikenal dengan julukan nusantara. Nusantara berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua kata yakni nusa yang artinya pulau-pulau dan antara yang berarti seberang (Astuti, 2017). Istilah ini sangat cocok untuk Indonesia yang wilayahnya terdiri dari kepulauan. Istilah "nusantara" tercatat telah diucapkan Gajah Mada, Pati Majapahit, dalam Sumpah Palapa. Gajah mada bersumpah dihadapan rajanya bahwa dia tidak akan menikmati palapa (ritus-ritus Tantris yang diperkenalkan di masa Kertanegara) sampai semua wilayah raja terakhir Singasari berhasil disatukan seperti semula. (Vlekke, 2008).
"Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa" (Lafal Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada saat dia diangkat menjadi Adipati Majapahit).
Indonesia sebagai kawasan kepulauan, tentunya tidak terlepas dari yang namanya aspek kemaritiman. Menurut KBBI, kemaritiman bermakna hal-hal yang menyangkut masalah maritim atau sifat kepulauan Indonesia. Konsep kemaritiman tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang berhubungan dengan laut saja, tapi juga segala aktivitas di perairan baik laut maupun sungai yang menghubungkan wilayah perairan dan pedalaman. Narasi mengenai kemaritiman telah dilakukan sejak dulu dan aktivitas tersebut tidak hanya dimaknai sebagai "sejarah" melainkan suatu peradaban.
Tulisan ini akan memaparkan hasil kajian historiografi maritim oleh para ahli kemaritiman. Mengingat ruang yang terbatas, maka penulis hanya menyajikan kajian yang penting saja terkait pembahasan dalam tulisan ini. Tulisan ini akan lebih membahas tentang ulasan historiografi atau kajian sejarah yang pernah dilakukan sejak dahulu hingga saat ini.
Ruang Lingkup Historiografi
Historiografi secara etimologi merupakan gabungan dari dua kata yaitu history yang berarti sejarah dan grafi yang berarti gambaran atau tulisan. Kuntowijoyo dalam bukunya "Pengantar Ilmu Sejarah" menjelaskan bahwa historiografi memiliki dua arti: (1) penulisan sejarah atau historical writing, dan (2) sejarah penulisan sejarah atau histori of historical writing. Dalam metode sejarah, historiografi merupakan tahap terakhir dan sebagai tinjauan atas hasil karya sejarah. Sedangkan historiografi dalam pengertian yang kedua berarti lebih kepada gambaran perkembangan penulisan sejarah. Adapun perkembangan historiografi Indonesia terdiri dari tiga kategori yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi Indonesia baru.
Kemaritiman Nusantara Dalam Kajian Historiografi
Perspektif historiografi maritim menempatkan laut dan semua perairan sebagai sebuah aktivitas dan peradaban. Historiografi maritim sering dijadikan sebagai alat penguat integritas wilayah kepulauan. Cukup banyak kajian sejarah tentang kemaritiman Nusantara yang telah dilakukan. Salah satu kajian awal mengenai kemaritiman Nusantara sepengetahuan penulis adalah buku dari Jacob Corneli van Leur dan F. R. J. Verhoven berjudul Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesia (1974). Dalam teori mahan, ada enam unsur penentu berkembang atau tidaknya suatu negara dengan kekuatan laut yaitu 1) kedudukan geografi, 2) bentuk tanah dan pantainya, 3) luas wilayah, 4) jumlah penduduk, 5) karakter penduduk, dan 6) sifat pemerintahannya termasuk lembaga-lembaga sosial (Yulianti, 2014). J. C. Van Leur memasukkan teori ini dalam kajiannya mengenai kepulauan Indonesia. Buku ini menerangkan tentang wawasan maritim Mahan dalam kaitannya dengan sejarah VOC di Indonesia. Dalam buku tersebut terlihat sekali ciri historiografi kolonial, dimana van Leur banyak menekankan peranan VOC sebagai kekuatan maritim paling besar dan tidak banyak menjelaskan peran-peran penduduk lokal.
Historiografi maritim lainnya yakni dalam sebuah buku berjudul Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450 -- 1680 Jilid I: Tanah di Bawah Angin (2014) dengan judul aslinya yakni Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680 (1988) oleh Anthony Reid. Buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Mochtar Pabotingi serta diterbitkan oleh yayasan Pustaka Obor Indonesia di tahun 2014. Buku ini menceritakan kehidupan dan kultur orang-orang Asia Tenggara baik dalam segi fisik, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan hiburan. Adapun bagian yang menjelaskan sejarah kemaritiman di wilayah-wilayah Asia Tenggara seperti Indonesia yakni mengenai fungsi sungai. Fungsi sungai pada kurun waktu niaga 1450 -- 1680 dikategorikan sebagai jalur utama penghubung laut dengan pedalaman, sejajar dengan jalur darat. Misalnya, jalur sungai Bengawan Solo yang menghubungkan wilayah pelabuhan dengan wilayah pedalaman di sebagian daerah Indonesia.
Buku lain yang masih sama membahas tentang peranan sungai dalam kemaritiman Indonesia di tulis oleh Gusti Asnan dengan judul Sungai & Sejarah Sumatra (2016). Buku ini terbitan dari Penerbit Ombak. Buku ini menerangkan dinamika sungai secara kompleks dalam bingkai historis. Buku ini berfokus pada areal Sumatra yang dijuluki sebagai pulau seribu sungai. Â Secara dinamis sungai berperan penting dalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat di sekitar aliran sungai. Mereka memperoleh penghidupan melalui sungai. Oleh sebab itu, Asnan membagi peranan sungai menjadi tiga bagian yaitu masa klasik atau modern awal, masa penjajahan, dan masa republik.
Buku historiografi maritim Indonesia lainnya yaitu karya Didik Pradjoko dan Singgih Tri Sulistiyono berjudul Peradaban Sejarah Maritim: Peranan Sungai Dalam Sejarah Peradaban Maritim Di Jambi Dan Riau (2018). Buku ini diterbitkan oleh Direktorat Sejarah, Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Buku ini terbilang sama dengan buku sebelumnya yakni membahas tentang peranan sungai dalam kajian historiografi maritim. Perbedaannya terletak pada spasial kajian, buku ini menempatkan fokus kajian di wilayah Jambi dan Riau. Pengaruh luar masuk ke Jambi melalui sungai yang dapat dilayari dari pesisir ke pedalaman. Begitu juga dengan Riau yang dialiri sungai besar dan terletak di wilayah strategis perlintasan Selat Malaka. Buku-buku tersebut membuktikan bahwa kajian kemaritiman tidak hanya seputar laut dan samudra, melainkan juga tentang sungai sebagai penghubung pesisir dengan pedalaman, aktivitas masyarakat pesisir dan sekitar sungai, serta kultur mereka.
Kajian historiografi maritim yang ada di Indonesia lainnya adalah karya dari Adrian B. Lapian berjudul Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke- 16 dan 17 (2008). Buku ini terbitan dari Komunitas Bambu. Adrian B. Lapian merupakan seorang sejarawan yang medapat gelar "Nahkoda Sejarah Maritim Indonesia" ini menggambarkan jejak penduduk Nusantara dengan kebudayaan maritimnya yang telah membangun jaringan maritim yang baik, dengan dibantu oleh kemajuan teknologi kapal dan navigasi yang canggih. Â Karya sejarawan maritim ini memberikan sudut pandang kemaritiman dalam memahami sejarah Indonesia. Pendekatan sejarah maritim Indonesia hendaknya melihat seluruh wilayah perairan Indonesia sebagai pemersatu yang mengintegrasi ribuan pulau-pulau yang terpisah.
Dari beberapa kajian historiografi maritim Indonesia di atas menggambarkan seberapa besar dan kuatnya peranan kemaritiman pada suatu negara. Wilayah maritim baiknnya dimaknai sebagai pemersatu bukan sebagai pemisah antara pulau-pulau di Nusantara. Hanya sedikit uraian yang bisa penulis paparkan tentang kajian sejarah maritim Indonesia karena keterbatasan pengetahuan penulis. Di lain ini, masih banyak kajian sejarah maritim Indonesia yang dapat dikulik lagi.
Penutup
Narasi mengenai kemaritiman telah dilakukan sejak dulu dan aktivitas tersebut tidak hanya dimaknai sebagai "sejarah" melainkan suatu peradaban. Ribuan karya baik berupa buku, majalah, koran, jurnal, artikel, dan lainnya hadir sebagai bukti bahwa kemaritiman nusantara sangat berperan penting dalam aktivitas kehidupan manusia. Hingga saat ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk memperkuat integritas maritim Indonesia mulai dari pembangunan TOL laut, penyediaan kapal-kapal canggih, penggadaan sarana prasana kelautan, dan sebagainnya. Historiografi maritim Indonesia menjadi salah satu kunci untuk membidik arah kemaritiman Indonesia di masa mendatang. Dengan demikian, pengetahuan kemaritiman akan menjadi bagian penting dari keseharian masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H