Mohon tunggu...
Putu Dea Nita Dewi
Putu Dea Nita Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Ganesha

Saya merupakan Mahasiswi dari program studi Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha. Saya memilki ketertarikan yang besar pada kegiatan menyurat Aksara Bali dan menyurat Lontar yang sudah saya tekuni sejak duduk di bangku sekolah dasar. Saya juga sangat suka menulis dan hobi bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menimbang Makna Ngaben: Melestarikan Tradisi atau Memicu Pemborosan?

14 Juli 2024   05:18 Diperbarui: 14 Juli 2024   06:32 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: detik.com

Pulau Dewata, Bali yang telah terkenal dengan keindahan alamnya juga menyimpan kekayaan tradisi dan budaya yang berpadu dalam harmoni yang memukau. Salah satu tradisi yang paling terkenal dan  sarat makna spiritual adalah Ngaben. Tradisi Ngaben merupakan upacara adat prosesi pembakaran jenazah yang dilakukan umat hindu.

Menurut kepercayaan umat Hindu, badan kasar atau fisik manusia terbentuk dari 5 unsur yang disebut Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi (unsur padat), Apah (unsur cair), Teja (unsur panas), Bayu (unsur gas/udara), dan Akasa (unsur ether/ruang). Jadi, kelima unsur tersebut akan menyatu membentuk fisik manusia dan dikendalikan oleh Atma (roh/jiwa). Ketika manusia meninggal, yang mati hanya badan kasarnya saja, sedangkan atma nya tidak. Sehingga ketika manusia meninggal maka perlu untuk mengembalikan unsur-unsur Panca Maha Bhuta tersebut ke sumbernya di alam. Maka untuk itu dilakukan upacara Ngaben untuk mempercepat proses pengembalian unsur-unsur Panca Maha Bhuta tersebut. Jadi melalui prosesi pembakaran jenazah dalam upacara Ngaben maka unsur padat (Pertiwi) kembali ke tanah, unsur cair (Apah) kembali ke air, unsur panas (Teja) kembali ke api, unsur unsur gas/udara (Bayu) kembali ke udara dan unsur ether/ruang (Akasa) kembali ke ether.  Selain itu, upacara Ngaben juga bertujuan untuk menyucikan Atma (jiwa/roh) orang yang telah meninggal dunia dari ikatan duniawi dan memungkinkannya dalam mencapai  mencapai moksa. Seperti termuat dalam kitab suci Veda Samhita atau isi dari Yajurveda  yang menjelaskan bahwa setiap umat Hindu yang meninggal dunia wajib dijadikan lagi sebagai abu melalui upacara Ngaben agar mempermudah atma (roh/jiwa) mencapai moksa atau menyatu dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber kehidupan. Upacara Ngaben juga merupakan ekspresi rasa ikhlas dan cinta kasih dari keluarga yang ditinggalkan. Dengan melaksanakan upacara ini melalui penuh keikhlasan, keluarga berharap Atma (roh/jiwa) orang yang telah meninggal mendapatkan kedamaian sehingga atma nya tersebut dapat mencapai moksa sebagai tujuan utama dalam ajaran Agama Hindu  atau menyatunya Atma (roh/jiwa) dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Jadi upacara Ngaben memiliki tujuan yang amat penting sebagai pijakan dalam tradisi Hindu khususnya di Bali.

Sumber foto: Wikimedia Commons
Sumber foto: Wikimedia Commons
Namun, kendati demikian banyak masyarakat Hindu yang berpandangan bahwa upacara Ngaben menjadi upacara yang paling boros, kompleks dan tergolong mahal. Hal tersebut dikarenakan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan upacara Ngaben cukup tinggi, karena dalam hal ini sarana upacara yang dibutuhkan seperti banten sangatlah banyak serta terdiri atas rangkaian upacara yang begitu kompleks. Bukan hanya itu, biaya pemakaman dan biaya untuk membeli ataupun membuat wadah sebagai tempat mengusung jenazah (bade) serta petulangan (tempat membakar jenazah yang dapat berbentuk Gajah Mina, Lembu, Singa) juga terbilang cukup mahal. Dalam pelaksanaan upacara Ngaben juga tentunya melibatkan banyak orang, sehingga juga dibutuhkan biaya konsumsi untuk mereka yang bekerja membantu persiapan upacara, masyarakat adat, dan undangan. Sehingga hal tersebut tentunya memunculkan berbagai tantangan ekonomi bagi keluarga yang melaksanakannya serta tidak jarang masyarakat yang berhutang atau harus menjual asetnya untuk melaksanakan upacara Ngaben tersebut. Selain itu, upacara Ngaben juga melibatkan waktu yang cukup lama untuk persiapan dan pelaksanaannya. Prosesi pemakaman dan pembakaran jenazah sering kali melibatkan banyak orang dan membutuhkan koordinasi yang rumit. Oleh karena itu, beberapa orang mungkin berpendapat bahwa Ngaben merupakan upacara yang tidak hanya menyebabkan boros biaya namun juga boros waktu dan tenaga.

Lalu, apakah upacara Ngaben ini tetap perlu dilakukan dan harus dilakukan secara mewah dan besar-besaran ?

Tentunya upacara Ngaben ini tetap dan harus perlu dilakukan, seperti yang telah disinggung tadi bahwa upacara Ngaben memiliki peran yang amat penting. Upacara ngaben ini juga bermakna sebagai upacara membayar hutang atau Rna. Dalam ajaran agama Hindu, sejak manusia dilahirkan ia telah terikat dengan yang namanya Tri Rna yaitu tiga hutang yang wajib dibayar dan menjadi cikal bakal terciptanya Panca Yadnya ( lima persembahan suci yang dilaksanakan secara tulus ikhlas) dengan meliputi: 

1) Dewa Rna yaitu hutang kepada Dewa/Tuhan Yang Maha Esa yang dibayar dengan melaksanakan Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya,

2) Pitra Rna yaitu hutang kepada leluhur yang di bayar dengan melaksanakan Manusia Yadnya dan Pitra Yadnya

3) Rsi Rna yaitu hutang kepada para Rsi  yang di bayar dengan melaksanakan Rsi Yadnya.

Sehingga upacara Ngaben ini wajib dan penting dilakukan untuk membayar hutang terhadap leluhur yang menjadi asal mula atau perantara manusia yang dilahirkan ke dunia. Karena dalam ajaran agama Hindu sangat menekankan pentingnya menghormati dan memuliakan leluhur serta menjaga hubungan yang baik antara dunia material dan spiritual. Oleh karena itu,  upacara Ngaben tidak hanya sebatas sebagai upacara kremasi, tetapi juga sebagai perayaan kehidupan dan sebagai momen untuk mengenang dan menghormati orang yang telah meninggal. Upacara ini dianggap sebagai suatu kehormatan bagi keluarga yang sedang berduka dan merupakan wujud dari rasa persatuan dan solidaritas di antara masyarakat Hindu.

Jadi, walaupun biaya  yang dikeluarkan dalam upacara Ngaben terbilang cukup banyak, namun terdapat beberapa alternatif agar upacara Ngaben dapat tetap dilaksanakan. Salah satunya yaitu melalui upacara Ngaben massal, dimana tradisi upacara Ngaben dapat dilaksanakan secara pribadi (dengan keluarga sendiri) bahkan massal (dengan dadia atau keluarga lain yang juga melaksanakan upacara Ngaben). Seperti dijelaskan tadi bahwa tradisi Ngaben mencakup rangakian upacara yang begitu kompleks yakni terdiri dari:

1. Ngulapin yakni memanggil roh jenazah di lokasi tertentu sesuai tradisi keluarga.

2. Nyiramin/Ngemandusin yakni memandikan jenazah dengan simbolisme agar jika nantinya mengalami reinkarnasi dapat lahir tanpa cacat.

3. Ngajum Kajang yakni menekan kertas bertulis aksara Hindu sebagai tanda kesiapan keluarga melepas jenazah.

4. Ngaskara yakni menyucikan Atma (roh) agar kembali kepada Yang Maha Esa.

5. Mameras yakni dilakukan jika almarhum memiliki cucu agar dapat menuntun roh ke jalan benar.

6. Papegatan yakni keluarga mengikhlaskan kepergian jenazah dengan sesaji.

7. Pakiriman Ngutang yakni upacara mengantar jenazah ke makam dengan iringan gamelan.

8. Ngeseng yakni proses membakar jenazah, mengumpulkan abu dan tulang.

9. Nganyud yakni proses menghanyutkan abu jenazah ke laut atau sungai sebagai simbol bersatunya kembali jiwa dengan alam semesta

10. Mangelud/Mangoras yakni upacara menyucikan lingkungan rumah  ketika 12 hari setelah meninggalnya seseorang

Karena runtutan upacaranya yang sangat banyak, hal ini membuktikan memang benar dalam melakukan upacara Ngaben memerlukan biaya yang cukup besar tetapi ketika upacara Ngaben dilakukan secara massal itu juga akan dapat menjadi sebuah solusi dalam membantu umat Hindu yang ekonominya lemah karena biaya yang dibutuhkan tidak terlalu besar sehingga dapat meringankan biaya yang dikeluarkan.  Seperti yang kita ketahui bahwa tradisi Bali juga relevan dalam mengikuti zaman, apalagi saat ini juga terdapat salah satu alternatif melalui upacara Ngaben kremasi yang dilaksanakan oleh satu keluarga dimana keluarga yang telah meninggal tidak dikuburkan di kuburan Desa Adatnya melainkan langsung di aben di tempat Krematorium. Sehingga dengan adanya upacara Ngaben kremasi dapat menjadi pilihan alternatif karena selain dengan persiapan untuk upakara yang disiapkan langsung disana, tetapi juga dari segi biaya yang terjangkau disesuaikan dengan dana yang kita anggarkan. Sehingga hal ini dapat menjadi solusi alternatif untuk mengurangi pengeluaran baik dari segi biaya, waktu maupun tenaga. 

Perlu juga kita ketahui bahwa dalam ajaran agama Hindu terdapat 3 tingkatan dalam pelaksanaan suatu Yadnya yakni meliputi 1) Nista adalah tingkatan / ukuran yang kecil yang dalam beryadnya disebutkan suatu keadaan yang bersifat sederhana namun tidak mengurangi makna Yadnya tersebut; 2) Madya adalah tingkatan menengah dalam proses pelaksanaan Yadnya yaitu tidak dalam skala kecil maupun besar; 3) Utama adalah tingkat upacara Yadnya yang dilaksanakan dalam ukuran atau skala yang lebih besar.

Sumber foto: pixoto.com
Sumber foto: pixoto.com

Jadi, apabila upacara Ngaben masih dikatakan sebagai upacara yang bersifat boros semata, menurut pandangan saya hal tersebut tidaklah benar. Perspektif  terkait boros atau tidaknya upacara Ngaben ini dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang individu dan keluarga yang melaksanakannya. Karena besarnya biaya yang dikeluarkan dalam upacara Ngaben ini kembali lagi pada tingkatan Yadnya  yang dipilih oleh masing-masing orang. Jika memang benar upacara Ngaben dilaksanakan secara meriah dan besar besaran, hal tersebut kembali lagi kepada masyarakat yang melaksanakan upcara Ngaben tersebut, jika mereka tidak merasa terbebani maka dalam ajaran agama Hindu tidak ada larangan untuk melakukan upacara dengan meriah dan besar besaran. Oleh karena itu, meskipun biayanya tinggi banyak masyarakat Hindu yang menganggapnya sebagai investasi yang layak sebagai bentuk untuk melaksanakan kewajiban agama dan bentuk bhakti serta cinta kasih kepada para leluhur ataupun orang yang telah meninggal tetapi pelaksanaannya juga harus tetap dilandasi dengan penuh keyakinan dan keikhlasan serta yang terpenting tidak menjadi ajang pamer untuk menunjukkan kekayaan dan kesuksesan.

Sehingga dalam melaksanakan upacara Ngaben sebagai sebuah wujud Yadnya (persembahan atau pengorbanan suci yang dilaksanakan secara tulus ikhlas), kita harus perlu membiasakan diri untuk bertindak dengan ketulusan hati dan tanpa mengharapkan imbalan. Dengan demikian, tidak ada Yadnya yang tidak mungkin dilakukan, karena yang terpenting bagi kita sebagai manusia adalah memahami esensi sebenarnya dari Yadnya tersebut. Tidak peduli seberapa mewah atau sederhananya upacara yang dilakukan, selama itu dilakukan dengan hati yang tulus ikhlas maka semua yang dilakukan akan diterima dengan baik dan membawa berkah.  Sebagai generasi muda, penting juga bagi kita untuk melakukan revitalisasi terhadap tradisi Ngaben ini sehingga nantinya tradisi Ngaben dapat tetap terjaga dan tidak tergerus oleh perkembangan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun