Mohon tunggu...
Putu Dea Nita Dewi
Putu Dea Nita Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Ganesha

Saya merupakan Mahasiswi dari program studi Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha. Saya memilki ketertarikan yang besar pada kegiatan menyurat Aksara Bali dan menyurat Lontar yang sudah saya tekuni sejak duduk di bangku sekolah dasar. Saya juga sangat suka menulis dan hobi bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menapaki Makna dan Jejak Tradisi di Balik Hari Raya Nyepi: Sebuah Perayaan Introspeksi Diri dan Penyucian di Bumi Dewata

12 Maret 2024   10:14 Diperbarui: 12 Maret 2024   10:34 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : YouTube.com/bali trip channel

Sumber foto : Instagram.com/baliairportshuttles
Sumber foto : Instagram.com/baliairportshuttles
Saat kegiatan Ngembak Geni, masyarakat desa yang ada wilayah kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali akan melaksanakan tradisi nyakan diwang atau memasak di luar rumah dengan menggunakan tungku batu bata dengan kayu bakar. Tradisi nyakan diwang ini mulai dilaksanakan pada pukul 05.00 pagi sampai dengan pukul 07.00 pagi. Biasanya sembari menunggu makanan matang masyarakat akan saling mengunjungi dan menyapa tetangga satu sama lainnya sehingga tradisi ini menjadi perwujudan dalam menjalin hubungan persaudaraan antar sesama. 

Kegiatan nyakan diwang ini juga bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan lingkungan rumah dan dapur sehingga keharmonisan keluarga tetap terjaga. Tradisi nyakan diwang juga dilaksanakan sebagai rasa wujud syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena sehari sebelumnya masyarakat Hindu dapat menjalankan Catur Brata Penyepian.

Sementara itu, di Desa Adat Kedonganan, Kabupaten Badung masyarakatnya baik laki-laki maupun perempuan akan melaksanakan tradisi mebuug-buugan atau perang lumpur. Mebuug-buugan ini berasal dari kata "buug " yang dalam Bahasa Bali berarti lumpur. Jadi mebuug-buugan ini bermakna saling melakukan interaksi terhadap sesama dengan menggunakan lumpur, seperti hal nya saling mengoleskan lumpur atau melemparkannya kepada orang lain

Sumber foto : Instagram.com/punapibali
Sumber foto : Instagram.com/punapibali
Dalam tradisi mebuug-buugan ini kotoran dalam bentuk tanah atau lumpur divisualisasikan sebagai wujud Bhuta Kala atau roh jahat yang melekat dalam diri manusia, karena dalam kehidupan manusia tentu tidak terlepas dari pikiran, perbuatan, maupun perkataan yang kotor sehingga setelah kegiatan mebuug-buugan selesai, para masyarakat akan bersama-sama membersihkan diri di laut sebagai simbol pembersihan fisik. 

Akhir dari tradisi mebuug-buugan ini adalah sembahyang bersama di Pura Segara Kedonganan, dimana Pemangku ( orang suci) akan memercikkan air suci (tirta) kepada semua orang, dimana percikan tirta itu adalah sebuah simbol menyucikan diri secara spiritual. Jadi tujuan utama dari tradisi mebuug-buugan ini adalah untuk menetralisir dari hal-hal atau sifat buruk yang selama ini melekat pada tubuh manusia serta juga untuk memohon anugerah kepada Tuhan Yang Maha Esa agar umat manusia diberikan kesejahteraan serta keselamatan secara lahir dan batin.

Nyakan diwang dan mebuug-buugan menjadi tradisi unik yang mewarnai perayaan Nyepi di Bali, kegiatan ini bukan hanya sekadar tradisi saja melainkan warisan budaya yang sarat makna dan nilai luhur. Pelaksanaan tradisi ini juga menjadi implementasi dari filosofi Tri Hita Karana, yaitu pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan Sang Pencipta, dengan sesama manusia, dan dengan alam.


Rangkaian Hari Raya Nyepi yang begitu sakral bagaikan simfoni magis yang penuh makna, menjembatani manusia untuk menjaga, merawat dan menyeimbangkan diri dengan alam semesta karena masyarakat Bali percaya bahwa jika manusia merusak alam, maka suatu saat nanti manusia juga akan dibinasakan oleh alam. Dengan memahami makna dan esensi Nyepi, kita dapat memaknai kehidupan dengan lebih baik dan berkontribusi positif bagi terciptanya dunia yang lebih damai dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun