Selingkuh atau tidak, itu pilihan!
Written by: Deana Kharisma
Date: 20/02/2021
Hai readers, kali ini saya akan membahas tentang topic yang lagi hangat-hangatnya di perbincangkan. Gara gara ada personel grup gambus yang ketahuan selingkuh dari pasangannya, fenomena perselingkuhan dan istilah pelakor masih asyik jadi bahan gibahan. Hehe..
Tapi disini saya gak mau gibah yaa.. Tapi saya mau membahas tentang yang mereka lakukan nih, iya, tentang selingkuh!
Belakangan ini, istilah pelakor ( perebut laki orang) ramai jadi perbincangan warganet. Istilah ini merujuk kepada perempuan yang dianggap merebut suami orang lain. Isu perselingkuhan sebenarnya sudah sangat banyak terjadi. Baik dikalangan umum ataupun di kalangan selebritas terkenal. Namun, ramainya penggunaan sosial media seperti Instagram dan tiktok, membuat istilah istilah baru dalam perselingkuhan seperti pelakor dan pembinor (perebut bini orang) menjadi kian booming dibicarakan warganet. Ditambah lagi semakin ramainya pengguna media sosial menceritakan pengalaman pribadi mereka dalam hal perselingkuhan. Wah, tambah nge-trend aja deh perbincangan tentang fenomena perselingkuhan di kalangan warganet.
Pernah gak readers kepikiran, kenapa ya seseorang bisa selingkuh?
Ada banyak faktor nih, yang bisa membuat seseorang itu selingkuh. Baik faktor internal dengan pasangan sah, juga faktor eksternal semacam banyaknya kesempatan untuk selingkuh dari pengaruh luar.
Lalu apakah perselingkuhan itu salah pasangan sah? Kan dia gak bisa jaga pasangannya untuk tetap setia?
Eit, jangan dulu ambil kesimpulan yaa! Selingkuh atau tidak, sejatinya adalah pilihan masing masing orang. Kesempatan untuk selingkuh itu pasti selalu ada. Tapi pilihan untuk setia juga selalu mengiringi kesempatan itu.
Kita ambil contoh ya..
Ada seorang perempuan single yang jatuh cinta pada suami orang lain. Nah, baik perempuan single dan lelaki beristri ini kemudian saling memberikan umpan balik. Apa yang akan terjadi? Bisa jadi ada perselingkuhan, bisa jadi tidak. Perempuan single ini dapat memilih, ia akan meneruskan hubungan dengan lelaki beristri itu, atau menolaknya. Pun juga dengan lelaki itu. Mereka sebenarnya punya pilihan untuk tidak melakukan perselingkuhan, meski ada kesempatan.
Semuanya bergantung kepada pilihan masing-masing.
Nah, kalo udah selingkuh, siapa dong yang salah? Akan muncul opini dari warganet, pelakornya nih gatel, pembinornya nih genit, dan sebagainya.
Yang salah jelas keduanya. Yang berselingkuh bukan hanya pelakornya ya, tapi juga lelaki beristri itu. Kita tidak bisa melimpahkan kesalahan hanya pada satu pihak, ketika mereka berselingkuh pasti karena sama sama mau. Jadi kita tidak bisa hanya menyudutkan satu pihak, karena mereka berdua sama sama pelaku perselingkuhan.
Tapi kan mereka saling mencinta. Masa gak boleh sih mereka saling cinta?
Oh tentu boleh. Kalau sesuai dengan norma dan aturan yang ada. Juga dengan saling menjaga. Manusia yang sudah dewasa seyogyanya tahu mana hal yang baik untuk mereka lakukan. Pun bagi yang beragama Islam, poligami jelas diperbolehkan dengan ketentuan tertentu yang sudah diatur agama dan negara. Gak main nikah-nikah aja.
Ada lagi nih yang menanggung konsekuensi dari perselingkuhan selain suami, istri, dan pelakor atau pembinor. Yaitu anak. Kalo suami atau istri selingkuh, dan mereka sudah punya anak, tentu anak yang jadi korban paling menderita. Kalau saya boleh bilang, berselingkuh sama saja menghancurkan mental anak. Apalagi kalau mereka menyaksikan langsung perselingkuhan orang tuanya. (Kalau bahasa saya sih, dosa nya bundle package 😂.) Dosa mendzolimi pasangan, dosa menyakiti anak. Inget ya pak, buk, kalo mau selingkuh ada anak yang perlu kalian jaga mentalnya.
Jadi intinya, selingkuh atau tidak itu pilihan. Setiap orang punya kesempatan untuk selingkuh. Tapi pilihan untuk tidak selingkuh juga mengiringi kesempatan itu. Selingkuh bukan hanya salah 'orang luar' saja, karena pelaku perselingkuhan itu ada dua, sudah tentu pasangan yang berselingkuh itu juga sama salah nya. Kita tidak bisa hanya menyalahkan satu pihak. Yang terakhir, selalu ingat anak anak. Yang jadi korban paling menderita karena perselingkuhan itu sebenarnya adalah anak anak. Perselingkuhan bisa menyebabkan trauma mendalam, juga mempengaruhi ketidak stabilan mental mereka kelak ketika dewasa. Parahnya, banyak justru anak yang malah meniru perilaku orang tuanya yang peselingkuh.
Tidak ada yang salah dengan jatuh cinta. Tapi cinta yang benar-benar berasal dari Tuhan, tidak akan menyakiti orang lain. Kita selalu punya pilihan untuk setia. Kita juga punya pilihan untuk tidak mengambil kebahagiaan orang lain. Kita selalu punya pilihan.
Sekian dari saya yaa.. semoga tulisan saya ini bermanfaat. Mohon maaf jika terdapat diksi yang kurang tepat ataupun kurang berkenan🙏
Terimakasih..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H