"Lebah memiliki peran sangat penting bagi lingkungan. Keberadaan Lebah di suatu tempat merupakan penanda bahwa keseimbangan ekosistem di tempat tersebut terjaga dengan baik". Demikian kata Teguh Waluyo (35) saat diwawancarai penulis secara daring.
Tiga tahun sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN) menetapkan 20 Mei sebagai hari Lebah sedunia pada tahun 2018, Teguh Waluyo telah memulai usaha pelestarian Lebah di Banyumas pada tahun 2015.Â
Motivasi awalnya sangat sederhana. Sebagai guru honorer dengan penghasilan jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, Teguh harus memutar otak dan berusaha sekedar untuk memperoleh penghasilan tambahan.
Pilihannya jatuh pada usaha peternakan lebah madu. Selain Teguh sendiri merupakan penikmat madu, pangsa pasar madu dinilai Teguh tidak akan pernah turun. Kebutuhan madu berkualitas terus meningkat, seiring peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap manfaat madu untuk kesehatan. "Mbah saya dahulu juga merupakan peternak lebah". Ungkap Teguh merujuk silsilah leluhurnya.
Perjuangan Teguh untuk mengembangkan usaha lebah madu tidaklah mudah. Sebab Teguh tidak sekedar beternak lebah, melainkan berupaya mengembangkan Lebah Klonceng. Suatu Lebah lokal spesies asli Banyumas yang ditemukan pada tahun 1939.
Demi mewujudkan ambisinya, Teguh keluar masuk hutan mencari bibit lebah yang sesuai.Â
Di masa awal membudidayakan Lebah Klonceng, Teguh tidak hanya harus mempelajari seluk beluk pemeliharaan lebah, melainkan juga produksi madu, pemasaran madu, hingga peran lebah bagi ekosistem melalui diskusi dengan akademisi dan petani yang berhasil. Â
Teguh mengaku sebagian besar ilmunya diperoleh secara otodidak, dari melakukan berbagai upaya percobaan, mengalami berbagai kegagalan, sebelum mendapatkan formula terbaik budidaya Lebah Klonceng.
Hambatan usaha Teguh ternyata tidak berhenti di sisi teknis pelaksanaan budidaya semata. Sebagai hewan yang mencari makan dari nektar dan pollen yang dihasilkan tanaman di sekitar tempat hidupnya, lebah membutuhkan lingkungan yang hijau.Â
Tanpa keberadaan tanaman yang cukup, produktifitas madu yang dihasilkan lebah tidak akan maksimal. Sehingga guna mendukung ternak lebahnya, Teguh pun berinisiatif membarengi usaha budidaya lebahnya dengan melakukan penghijauan.
"Saya bukan tuan tanah yang punya lahan luas" Lanjut Teguh sembari tertawa, menyampaikan tantangan besar yang dihadapinya.Â
Sebagai solusi, Teguh kemudian  menanam berbagai jenis pohon di pinggiran sungai, lereng bukit tandus, memberdayakan lahan-lahan tidak produktif dan melebatkan hutan di lingkungan tempat tinggalnya dengan pepohonan langka.  Â
Menyadari bahwa upaya pengembangan lebah lokal tersebut tidak dapat dilakukan secara single fighter atau seorang diri, Teguh kemudian berinisiatif mengembangkan Kelompok Petani Hutan Petani Muda Prawita.
Lalu tidak lama setelah kegiatan ternak lebahnya pada tahun 2019 Teguh membangun Prawita Garden atau Taman Prawita di Ajibarang, banyumas. Â Melalui komunitas yang dibangunnya, Teguh berupaya berbagi pengetahuan, dan memberdayakan kegiatan ekonomi masyarakat yang tergerak untuk turut serta melakukan budi daya Lebah Klonceng.
Meski kerap mendapat penolakan dan cibiran, dari sebagian masyarakat dan pejabat daerah, Teguh tidak pernah patah arang. Sebaliknya, Teguh menjadikan nada sumbang itu sebagai bahan bakar motivasi untuk terus mengembangkan ilmu, dan mengasah kemampuannya di bidang ternak Lebah. Banyak masyarakat yang tertarik dan aktif mengikuti komunitas Petani Muda Prawita.
Teguh pun menuai buah dari usaha tidak kenal lelahnya. Aktivitas yang digalangnya mendapat perhatian positif dari berbagai kalangan dan menjadi prestasi.Â
Teguh diganjar Peringkat Ketiga Lomba Kreativitas dan Inovasi Kabupaten banyumas, Kategori Teknologi Tepat Guna dua tahun berturut-turut ( 2019 dan 2020), kemudian, Juara I Lomba Inovasi Koperasi, Jambore Koperasi Nasional di tahun 2019. Â
Sementara dari Astra Teguh juga juga menerima Apresiasi Satu Indonesia Awards Tingkat Provinsi Jawa Tengah (2020).
Akan tetapi bagi Teguh, prestasi pribadi dan pengakuan berbagai lembaga tersebut bukan hal yang utama. Kemanfaataan dirinya dan kegiatan yang dilakukannya lebih menjadi prioritas Teguh, yang berprofesi sebagai guru di salah satu SMP Swasta di Ajibarang.
Dari sisi ekonomi Teguh mengaku omzet per tahun penjualan madunya telah mencapai angka lebih dari Rp 120 juta per tahun, dan memasok madu ke daerah sekitar Banyumas, Jakarta, Yogyakarta, hingga luar Jawa.Â
Namun demikian, lebih dari nilai perhitungan rupiah semata Teguh mengaku bahagia melihat masyarakat yang tertarik mengikuti jejaknya mendapat berkah ekonomi untuk menghidupi keluarganya dari kegiatan yang digagas Teguh.
Teguh menyadari meski pun dirinya merupakan motor penggerak, pada dasarnya kekuatan kebersamaan dari komunitas lah yang membuat kegiatannya berhasil dan bertumbuh.Â
Kekuatan gotong royong dari komunitas pula yang membuat masyarakat di sekitar Taman Prawita mampu mengatasi pengaruh wabah Covid-19.Â
Teguh mengenang masa sulit ketika wabah yang yang meluas ke sendi ekonomi menekan berbagai aktivitas masyarakat. Melalui jaringan komunikasi, kerjasama dengan sejumlah lembaga untuk penjualan hasil produksi dan pengolahan pertanian, Komunitas Petani Prawita petani bahu-membahu menekan dampak ekonomi akibat pandemi.
"Menguasai ilmu pengetahuan, terus belajar, dan bergerak bersama komunitas, Â menjadi kunci penting jika ingin berhasil mengembangkan usaha pertanian seperti Lebah Madu". Lanjut Teguh.
Setelah melewati 9 tahun sejak Teguh mengawali kegiatannya di tahun 2015, Teguh berharap usahanya tidak berhenti di dirinya, melainkan diteruskan oleh pihak yang lebih muda. Serta terus mendapat dukungan dan promosi, baik dari pemerintah mau pun pihak swasta yang berminat memberi dukungan. Motivasinya bukan sekedar untuk popularitas, melainkan agar Komunitas Prawita dapat terus memberi manfaat bagi lingkungan yang lebih luas.
Namun demikian, baik dengan dukungan pihak luar atau pun tidak, komunitas yang dibangun Teguh akan terus mengembangkan sayap melalui berbagai kegiatan untuk menularkan pengaruh positif ke masyarakat.Â
Wisata edukasi, konservasi, pelatihan kewirausahaan, usaha produksi, pengolahan dan pemasaran produk pertanian (khususnya madu), kedai kopi, pengembangan tanaman langka, hingga penelitian yang melibatkan perguruan tinggi, merupakan aktivitas yang secara kontinyu terus dilakukan oleh Teguh dan komunitas petani di Taman Prawita.Â
Gerak hidup Teguh adalah goresan puisi perjuangan nyata para pahlawan lingkungan dari Bumi Banyumas, yang awalnya dimulai dari pelestarian Lebah Klonceng.
Bogor, 10 Oktober 2024
Disarikan dari wawancara daring dengan Teguh Waluyo dan berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H