Pasca putusan MK-35, beberapa peraturan-peraturan kehutanan di tingkat pusat maupun daerah turut menyesuaikan amanat MK. Tercatat hingga akhir tahun 2022 pemerintah telah menetapkan 105 hutan adat tersebar di penjuru Indonesia dengan luas 148.488 hektar (kompas, 17/01/2023). Jumlah tersebut memang masih jauh dari potensi hutan adat seluas 55 juta hektar, dengan 25,1 Juta ha di 32 provinsi dan 154 kabupaten/kota di Indonesia, yang telah terregistrasi Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Namun demikian, dilihat dari kacamata perubahan, putusan MK 10 tahun silam telah terlihat dampaknya hingga ke tataran grass root. Bagaimana pun juga putusan MK bukan entitas tunggal, perlu kerja keras dari berbagai pihak untuk terus mengawalnya, agar tidak sekedar berakhir di meja birokrasi.
Berkaca dari perkara putusan MK-35, peran MK bagi bangsa sesungguhnya lebih dari sekedar lembaga peradilan. MK sendiri unik karena tidak hanya memutuskan perkara perselisihan, perkara sengketa, atau menjaga agar pelaksanaan peraturan diterapkan sesuai hukum yang berlaku, melainkan menjadi penguji atau evaluator bagi suatu produk hukum. Bahkan memberikan perubahan jika diperlukan.
Sebagai lembaga peradilan, MK di mata masyarakat awam selama ini diplesetkan sebagai "Mahkamah Kepemiluan". Karena perannya memutus perkara-perkara perselisihan pemilihan umum, 5 tahun sekali MK mendapat porsi lebih dari pemberitaan media dan perhatian masyarakat.
Kenyataannya hakim MK bekerja sepanjang waktu. Selama 20 tahun berdiri, sejak 2003, ada total 3.506 perkara yang masuk ke meja MK. Artinya, setiap minggunya setidaknya ada 3,5 perkara yang datang ke meja MK. Di masa pemilu intensitas pekerjaan MK memang meningkat, karena nyaris 19% atau 676 merupakan perkara hasil pemilihan umum, dan nyaris sepertiga atau 1.136 merupakan perkara menyangkut hasil pemilihan kepala daerah.
Tetapi porsi terbesar pekerjaan MK adalah perkara uji materi UU. Selama 20 tahun, nyaris separuh atau 1665 perkara uji materi UU yang harus ditangani oleh MK. MK merupakan saringan terakhir bagi UU yang berkualitas.
Sebagai saringan terakhir atas undang-undang yang diterbitkan oleh negara, putusan MK diharapkan dapat menjadi benteng bagi tujuan mulai didirikannya Negara Republik Indonesia. Supaya setiap undang-undang yang diterbitkan oleh negara, benar-benar selaras dengan batang tubuh UUD 1945, dijiwai pembukaan UUD 1945 dan amandemennya. Sehingga UU yang diterapkan tidak hanya dapat membawa kemajuan ekonomi semata, melainkan juga bersifat preventif dengan melindungi masyarakat dan mencegah terjadinya potensi konflik akibat peraturan yang tidak tepat.
Sebagai lembaga peradilan, tentunya tidak setiap putusan MK dapat memuaskan semua pihak. Tetapi, putusan-putusan tersebut tidak bisa dilihat secara parsial atau sepotong-sepotong, melainkan harus utuh dan mempertimbangkan berbagai faktor terkait. Utamanya, para hakim MK diharapkan dapat mendahulukan putusan yang memberikan kemenangan kepada kemanusiaan, rakyat banyak, dan masa depan Negara Republik Indonesia.
Bogor, 23 Juli 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H