Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dilema Memberi Sedekah di Jalan

15 Mei 2019   00:08 Diperbarui: 15 Mei 2019   02:22 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Ada beberapa kisah spektakuler tentang gepeng ( gelandangan dan pengemis). Berikut ini saya kutipkan sedikit di antaranya.

Cerita pertama, seorang pengemis yang dirazia petugas satpol PP di suatu daerah ternyata membawa emas dan uang puluhan juta rupiah. Bukan punya orang lain loh, tapi punya dia sendiri. Ketika ditelusuri, ternyata di daerahnya pengemis tersebut merupakan orang kaya dengan rumah megah.

Cerita kedua, lagi-lagi seorang pengemis. Kali ini terciduk netizen sedang membuka pintu mobil lalu masuk untuk mengemudikannya. Videonya heboh di media sosial. Begitu ditelusuri ternyata rumah pengemis tersebut tergolong megah, bahkan konon pengemis tersebut memiliki beberapa orang istri.

Cerita ketiga, konon di suatu daerah terdapat sebuah kampung yang dikenal sebagai kampung pengemis. Anehnya, di kampung rata-rata rumahnya megah dan dapat dikatakan terlihat lebih sejahtera dibandingkan kampung lain di sekitarnya.

Fenomena-fenomena seperti itu tentunya menimbulkan berbagai spekulasi. Apalagi jika dikaitkan dengan fenomena lain seperti kehidupan guru honorer yang memprihatinkan.

Timbul pertanyaan.

Apakah berprofesi mengemis di jalanan lebih menjanjikan dibandingkan menjadi guru atau profesi lain?

Kondisi tersebut bisa dilihat dari beberapa sudut pandang.

Pertama, dari sisi pemberi uang. Seringkali, bahkan kebanyakan orang yang memberikan uang di jalan bukan karena niat bersedekah. Biasanya karena banyak receh, ada sedikit uang sisa belanja, dan sejenisnya. Sehingga nilai sedekah pun relatif kecil, hanya sekitar Rp. 1000, Rp. 2000, atau paling besar Rp. 5000.

Jadi dapat dikatakan bahwa menyumbang di jalan biasanya tidak diniatkan sedekah. Lebih terdorong karena rasa iba, atau sekedar "membuang" receh. Tidak heran bahwa pengemis berkeliaran di kota besar, terutama di pusat keramaian seperti stasiun, terminal atau pasar yang padat dengan orang berlalu-lalang. Ditambah "dramatisasi" dengan berpura-pura cacat atau menjual kekurangannya. Ini karena para pengemis tersebut memanfaatkan kondisi psikologis masyarakat.

Kedua, dilihat dari sudut pengemis. Mengemis barangkali bukan pilihan yang menyenangkan untuk mereka yang menjalaninya. Mungkin pada awalnya demikian. Tetapi setelah berjalan beberapa lama, mengemis ternyata menjanjikan penghasilan yang mampu mengangkat kehidupan ekonomi.

Lalu semakin terbatasnya pilihan, profesi tersebut menjadi kebiasaan. Uang yang diperoleh memang tidak banyak, jika hanya menghitung dari jumlah yang diberikan orang. Tapi jika dihitung dari kuantitas pemberian, akan berlipat ganda. Misal uang Rp. 2000 dikalikan 150 orang yang memberi jumlahnya bisa mencapai 300 ribu. Itu sehari. Jika setiap hari mengemis maka dalam sebulan bisa mendapatkan hasil 9 juta. Jumlah itu di atas rata-rata UMR. Tidak heran, ada yang kemudian menjadikan profesi pengemis sebagai pilihan kehidupannya

Dari sini timbul dilema, apakah memberikan sedekah atau sumbangan di jalan tidak tepat karena para pengemis di jalan itu sebetulnya orang kaya semuanya?

Mungkin memang ada beberapa pengemis yang kaya, bahkan lebih daripada orang yang memberikan mereka uang. Tapi menurut pendapat saya pribadi menggeneralisir bahwa semua pengemis merupakan orang kaya juga bukan hal yang tepat. Bisa jadi memang ada juga orang yang benar-benar tidak mampu dan terpaksa mencari nafkah dengan meminta-minta di jalan.

Soal bersedekah di jalan, dilihat dari kedua sudut pandang, saya tidak bisa memberikan kesimpulan yang melarang, maupun menganjurkan orang untuk memberikan sedekah di jalan. Apalagi jika niat sebagian orang bersedekah adalah sekedar untuk memberikan uang receh sisa kembalian. 

Tidak ada nilai moral atau pun agama yang membatasi kapan dan di mana kita memberikan uang sedekah. Jangan cemburu dan membenci peminta-minta juga kalau melihat mereka justru "lebih kaya" daripada kita yang memberikan sedekah kepada mereka. Karena kita sendiri tidak tahu, keadaan mereka yang sebenar-benarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun