Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Pengalaman Saya 10 Tahun Menggunakan Linux

9 Mei 2019   22:35 Diperbarui: 10 Mei 2019   03:48 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: wikipedia.org

Seorang "tokoh bangsa" mencuit bahwa lembaga seperti KPU HANYA menggunakan Linux yang gratisan untuk servernya. Dia meragukan keamananan dan kehandalan server KPU karena OS-nya Linux.

Saya seperti mendengar petir menggelegar jam tepat 12 siang. Kaget dengan asal jeplaknya.

Ingin rasanya saya menemui beliau lalu tepat di hadapannya bertanya: "memangnya kenapa kalau pakai Linux, Jon?"

"Bukannya orang Indonesia memang lebih suka yang gratis-gratis meski pun dengan mencuri? Sekedar infomasi, menggunakan OS Windows bajakan juga pencurian, Jon. Itu sudah jadi budaya masyarakat kita loh. Meskipun gratis, kualitas linux justru melebihi OS yang dijual mahal. Bahkan saya menduga kualitasnya melebihi otak anda, Jon."

Tapi, tulisan saya ini tidak bermaksud mengkritisi pernyataan bang Jon yang memandang Linux sebelah mata. Tidak juga ingin menginventarisir keunggulan linux dibandingkan OS lainnya. Karena banyak ahli yang sudah membahasnya satu persatu.  

Dari keunggulan keamanan, stabilitas, keterbukaan, hingga performa, terbukti Linux yang terbaik. Tidak heran kalau Linux digunakan sebagai OS bagi seluruh superkomputer dunia dan web server situs-situs ternama semacam google, facebook, dan youtube.

Saya hanya ingin berbagi pengalaman menggunakan Linux yang menurut Bang Jon tidak berkualitas karena diperoleh secara gratis.

Pertama kali mendengar kata Linux sekitar tahun 1999. Waktu itu saya baru mengenal komputer, dan OS yang paling populer digunakan saat itu Windows 95. Saya tidak tahu OS itu apa. Saya mengira Linux itu sejenis merk komputer. Seiring waktu, hanya windows-lah yang saya kenal dan  saya gunakan sebagai satu-satunya OS dalam komputer.

Hingga sekitar tahun 2009 saya membeli sebuah netbook dan terkaget-kaget ketika mengetahui harga OS Windows original-nya Microsoft, itu belum termasuk aplikasi pengolah kata dan angka yang harus disematkan supaya komputer bisa dipakai.

Karena merasa terlalu mahal, di sisi lain tidak mau komputer saya diisi barang haram, saya mencari alternatif.  Setelah membaca berbagai referensi saya "menemukan Linux".

OS linux yang pertama saya gunakan adalah Ubuntu Remix. Bang Jon tahu berapa lama saya berusaha memasang Linux ke dalam komputer saya yang masih kosong?  3 hari, Jon. Itu pun setelah terpasang mesti dioprek lagi karena kursor tidak bergerak. Butuh 3 hari lagi supaya touchpad netbook saya bisa berjalan normal.

Selama 3 tahun itu, tidak pernah ada sedikit pun masalah dengan OS. Saya terpaksa ganti komputer baru karena netbook saya dicuri.

Setelah mencoba berbagai varian linux, akhirnya pilihan saya jatuh ke Linux mint karena kemudahannya. Meskipun ada OS linux lain yang hanya membutuhkan waktu 5 detik untuk booting saya sadar kemampuan komputer saya masih ala kadarnya, di bawah rata-rata sehingga memilih Linux Mint yang lebih friendly user.

Hingga hari ini, Linux Mint itu masih terpasang di laptop saya.

Selama 7 tahun ini adakah keluhan dengan OS Linux Mint? Tidak.

Pernah terjangkit virus seperti si jendela? Tidak, malah seluruh virus yang berbahaya di windows tidak aktif di dalam komputer saya.

Laptop saya tidak pernah minta diinstal ulang seperti punya kawan saya yang dipasang windows, padahal baru 2 tahun dipakai. Pada Jendela seringkali virus masuk tanpa permisi pula, jadi harus dipasang anti virus, rutin minta di-scan. Mungkin karena namanya Jendela, coba kalau dikasih nama pintu.

Anyway, untuk kebutuhan pribadi, berbagai aplikasi yang fungsional dari yang gratis sampai berbayar tersedia untuk OS Linux.

Tutorialnya penggunaannya banyak di youtube.

Setelah 7 tahun, tidak satu kali pun saya bermasalah dengan OS.

Meskipun tidak semudah menggunakan Windows, tapi hampir setiap perangkat sudah kompatibel dengan OS linux, drivernya sudah tersedia di jaringan internet. Mudah untuk disambungkan dan instalasi.

Performa linux juga sangat maksimal, setidaknya untuk kebutuhan pribadi saya. Jauh lebih baik daripada si Jendela meskipun si Jendela berharga jutaan sementara Linux mint saya peroleh gratis.

Bagi saya kekurangan Linux cuma satu.

Kebutuhan untuk investasi waktu, investasi untuk belajar, berpikir menghadapi persoalan yang mungkin dihadapi saat awal menggunakan linux. Seperti kasus kursor beku yang saya hadapi dulu. Investasi untuk beradaptasi dari Jendela ke Linux tidak mudah.

Itulah harga yang harus dibayar untuk OS gratisan itu. Tapi sebagai pengguna linux, tidak sedikit pun saya merasa rugi, lahir, batin dan pikiran karena menggunakan linux.

Jadi kalau bang Jon meremehkan linux hanya karena OS ini gratis, kayaknya bang Jon kurang gaul deh. Betewe Android yang Bang Jon pakai itu Linux, tau?

(Diketik menggunakan LibreOffice, OS Linux Mint 17 pada laptop Fujitsu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun