Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korupsi dan Homoseksual, Dua Penyakit Perilaku yang Menular

30 Januari 2016   05:18 Diperbarui: 17 Februari 2016   22:02 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tapi begitu berhadapan dengan kenyataan, mereka berhadapan dengan realita hidup yang mahal biayanya. Biaya untuk menolong orang lain, biaya untuk duduk di kursi yang diimpikan, biaya untuk berkuasa, biaya untuk liburan ke luar negeri, sampai biaya untuk bersenang-senang dengan istri ke-4 yang beda usia 25 tahun. Karena tidak mampu mengumpulkan sendiri biaya itu, maka uang rakyat yang seharusnya diberikan kepada rakyat, di mana ia sebagai perantara, mengalir ke kantong pribadi.

Dari mana kemampuan menilep uang itu diperoleh? Tentu saja dari meniru sekelilingnya, belajar dari para senior koruptor yang dahulu pernah dihujat dan dicacimaki. Walau pun pada awalnya saya yakin koruptor merasa sangat bersalah melakukannya, tapi perasaan bersalah itu perlahan pudar karena hidup itu perlu biaya bung!

 

Homoseks dan Korupsi, Tumbuh dari Meniru

Jadi jika ada yang menyebutkan korupsi tidak menular atau Homoseksual tidak menular, itu sesat pikir yang paling sesat. Bersentuhan, bersalaman, transfusi darah, dan menghirup udara yang sama memang tidak menularkan Korupsi dan Homoseksual. Tetapi bergaul terlalu lama dan hidup dalam sistem yang sama dengan mereka dipastikan akan menularkan kedua penyakit itu. Karena manusia hidup dengan meniru.

Homoseksual tidak bisa dideteksi hanya dengan melihat seseorang. Karena itu, orientasi seksual sesungguhnya urusan pribadi masing-masing. Tapi kalau ada yang merasa tidak mampu berubah, dan tetap ingin menjadi homoseksual ada beberapa hal yang harus dipahami.

Pertama, tidak perlu menunjukkan kemesraan dengan sesama jenis di muka umum, karena itu membuat orang lain risih dan jijik.

Kedua, tidak perlu ingin diakui, apalagi meminta ingin diakui pernikahannya dengan sesama jenis. Karena hakikat pernikahan adalah berlanjutnya kehidupan spesies manusia dengan cara yang baik dan diakui agama, masyarakat, dan negara, bukan sekedar status tanpa nilai.

Ketiga, pahami sepaham-pahamnya homoseksual adalah perilaku yang menjijikan bagi masyarakat yang sehat. Homoseksual bukan perilaku yang diterima masyarakat Indonesia dan menular, jadi jangan coba ingin menularkan pada orang lain dengan merubah tatanan sosial yang sudah ratusan tahun, bahkan ribuan tahun terpelihara.

Sementara pesan untuk koruptor hanya satu, dimiskinkan semiskin-miskinnya, lalu dihukum mati atau dipenjara 8.500 tahun!

Hidup itu pilihan. Tuhan memperingatkan manusia berulangkali dengan berbagai jalan, melalui suara hati nurani, melalui agama, melalui kitab suci, melalui kejadian di sekitar kita, dan melalui sejarah umat terdahulu, tinggal kita mau mendengarkannya atau menganggapnya angin lalu.

 

Brebes, 30 Januari 2016 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun