Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Halangan Berat Berasuransi dan Urun Solusi

12 April 2015   21:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1428848679644290067

“Kenapa tidak ikut asuransi?” Tanya seorang kawan, saat saya terbaring di sebuah rumah sakit.

Sejujurnya, dulu agak susah menjawab pertanyaan itu. Barangkali saya mewakili potret masyarakat Indonesia pada umumnya, minim pengetahuan tentang asuransi adalah salah satu faktor utama yang menjadi alasan berat menggunakan jasa asuransi sebagai perlindungan.

Bagaimana tidak? Jangankan tahu asuransi, sebagian kita kenal asuransi pertama kali justru dari berita gosip kasus klaim polis artis. Si artis diwawancarai saat dia menyatakan kekecewaannya, karena pihak asuransi melanggar janji dan tidak memenuhi kewajibannya membayar klaim.

Bisa kita bayangkan ketika fans artis tersebut yang tidak memiliki pengetahuan mengenai asuransi, menonton berita dan merasa artis idolanya dianiaya perusahaan asuransi.

“BOOOOOM” dari situ kampanye negatif asuransi bergulir.

Apalagi berita gosip tersebut tidak menyorot dari dua sisi, hanya dari sudut sang artis yang sedang emosional baru mendapat musibah, tanpa ricek ke pihak asuransi. Padahal bisa aja kan karena si artis yang nggak pernah bayar premi atau melanggar hukum? Belum di saat yang sama ditambahi cerita teman yang konon dikecewakan pelayanan asuransi rumah sakit. Makin lengkap lah derita asuransi.

Alasan berikutnya bagi sebagian (sangat besar) masyarakat kita, asuransi adalah beban. Bayangkan, setiap bulan mesti mengeluarkan uang yang entah akan terpakai kapan. Sementara itu, bombardir iklan gawai nan canggih membuat kita membandingkannya dengan telepon di tangan yang terasa tidak terlalu cerdas lagi.

“Ah,...mending uangnya dikumpulkan buat beli smartphone baru, daripada buat bayar asuransi”. Kira-kira begitulah pemikiran yang terlintas, padahal kalau dipikir-pikir gawai yang kita pakai belum 2 tahun dan masih cukup bagus. Gawai baru pun nggak signifikan tambahan fitur dan kecanggihannya.

Masalah lainnya adalah asuransi itu nisbi. Berbeda dengan telepon genggam model terbaru atau sebut saja pulsa internet, walau pun kadang juga dipakai buat hal yang nggak penting-penting amat, tapi terasa ada dan dipakai. Sementara asuransi nggak kelihatan wujudnya, hanya termanfaatkan pada kondisi-kondisi khusus bersyarat, bahkan kadang tidak termanfaatkan. Udah bayar, nggak terpakai,... sakitnya tuh di kantong. Sya la la la la la la.

Ada lagi satu pengalaman. Suatu sore ada telepon yang ditunggu, tiba-tiba telepon berdering, di layar tampak nomor dari Jakarta, tidak tercantum di buku telepon. Ini dia telepon yang ditunggu. Begitu diangkat, terdengar suara merdu seorang yang (dari suaranya) cantik jelita. Setengah menit bicara, ternyata si cantik tadi menawarkan asuransi.

Karena nggak enak mau nutupnya, gak apa-apa deh dengerin dulu sebentar. Tapi sebentar itu ternyata 25 menit. Ujung-ujungnya biarpun ditolak, tetap gigih menawarkan asuransi sampai nambah waktu bicara 20 menit. Terpaksa,... Klik! Tutup telepon.

Tapi telepon yang ditunggu tidak datang juga. Keesokan harinya ada kabar dari koneksi di perusahaan X. “Mas,... Kemana kemarin sore? Boss kita suruh hubungi anda, tapi telepon anda sibuk terus. Karena kita butuh mendesak dan nilai proyeknya tidak terlalu besar, kita terpaksa alihkan ke kontraktor A”.

“Aarrrggghhh!! Emang nggak besar buat perusahaanmu, tapi gue kan lagi butuh.” Bruaakk,... banting telepon, bakar rumah. Sakit hati sama call center asuransi bersuara merdu, nggak mau pakai asuransi seumur hidup.

Lain cerita dengan seorang yang cukup positif dengan asuransi, sebut saja Jontor. Jontor mencoba memakai produk asuransi yang ditawarkan seorang temannya, setelah beberapa lama ternyata terlalu berat untuk membayarnya. Selidik punya selidik ternyata teman yang menawarkan asuransi tadi hanya mencari fee, sama sekali tidak mempertimbangkan kebutuhan pengguna produknya. Padahal jasa asuransi akan sangat membantu ketika sesuai dengan profil keuangan dan kebutuhan pengguna jasanya.

Lalu jontor pun menutup polis asuransi, trauma berat nggak mau dekat-dekat asuransi.

Itu beberapa cerita negatif seputar asuransi. Masih ada beberapa koleksi cerita dan alasan orang berat berasuransi. Mungkin karena budaya kita asuransi mendapat “cap jelek” di masyarakat, sehingga orang masih merasa berat berasuransi. Ditambah perilaku oknum agen asuransi yang tidak simpatik dan mengerjar keuntungan semata.

Padahal, sebetulnya asuransi juga memiliki banyak manfaat dan banyak juga cerita-cerita positif orang yang merasa tertolong dengan menggunakan jasa asuransi. Asal langkah-langkah dalam berasuransi tepat.

[caption id="attachment_409567" align="aligncenter" width="700" caption="Lima Langkah Berasuransi"][/caption]

Yaitu, pertama kumpulkan informasi mengenai berbagai produk asuransi dan carilah asuransi yang paling cocok. Walau pun jiwa kita berharga, kita tidak mungkin membeli polis dengan pembayaran seperti sepasang kaki Lionel Messi yang bernilai 550 Juta Euro atau sekitar Rp. 9 Triliun. Mana tahan Bro,.... premi kakinya Messi tuh Rp 6 Milyar per tahun. Eyqe dapat duit dari mana buat bayar preminya?

Lalu yang kedua adalah pertimbangkan kebutuhan pribadi. Beli-lah produk asuransi sesuai dengan profil keuangan dan kebutuhan pribadi atau keluarga. Jangan sampai pembayaran premi asuransi melebihi kemampuan keuangan, juga tidak kurang dalam perlindungan, tapi tidak berlebihan sehingga premi yang kita bayarkan tidak mubazir.

Bandingkan juga produk-produk asuransi dari beberapa perusahaan. Ada berbagai macam produk asuransi, untuk pelayanan dan perlindungan yang setara setiap perusahaan asuransi menerapkan premi dan kebijakan yang berbeda. Produk dengan harga premi lebih bersaing tentunya menjadi salah satu pertimbangan utama. Mau beli kecap saja dibandingkan, masa beli asuransi tidak?

Berikutnya cermati dan lakukan analisis resiko pribadi, dari jenis penyakit paling berresiko hingga kecelakaan. Nggak perlu deh ikut-ikutan Messi mengasuransikan kedua kaki, kalau resiko pekerjaan kita berhubungan dengan dengan tangan.

Terakhir pertimbangan jaminan perusahaan, atau istilah kerennya brand image. Pilihlah perusahaan asuransi sehat yang terdaftar di departemen keuangan (www.bapepam.go.id) serta memiliki jejak rekam dan pelayanan klaim yang baik. Nggak mau kan, udah bayar premi lama tiba-tiba dikabarkan perusahaan asuransi yang kita pakai bangkrut?

Masih berat berasuransi? Adalah hak penuh kita, untuk membeli jasa asuransi atau pun tidak. Tapi jika memang merasa membutuhkan asuransi, pertimbangkan dengan cermat, gunakan yang sesuai dengan profil keuangan dan kebutuhan kita. Jangan asal ikut-ikutan, karena asuransi adalah perlindungan.

Bogor, 12 April 2015

Bahan Bacaan

1. Rakmi Permatasari, Safir Senduk dan Rekan, 2013, Lima Tips Memilih Asuransi, http://www.pesona.co.id/karier.uang/keuangan.bisnis/lima.tip.memilih.asuransi/004/003/33

2. Siti Nuraisyah Dewi, 2014, Tips Cerdas Memilih Asuransi Yang Baik, http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/502611-tips-cerdas-memilih-asuransi-yang-baik

3. _______, 2014, Lima Pemain Sepakbola Dengan Asuransi Paling Mahal, http://ganlob.com/2014/01/17/lima-pemain-sepak-bola-dengan-asuransi-paling-mahal/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun