Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menuai Asa Dari SCM, SKK Migas Sebagai Lokomotif Good Governance Practice

10 April 2015   10:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:18 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_409292" align="aligncenter" width="673" caption="SKK Migas"][/caption]

“Proyek siapakah kegiatan industri hulu migas, apakah proyek negara atau proyek swasta?” Demikian pertanyaan kuis yang diajukan Rudianto Rimbono, Kepala Humas Satuan Kerja Khusus pelaksana usaha hulu Migas (SKK Migas), kepada peserta diskusi Kompasiana Nangkring SCM Hulu Migas, 31 Maret lalu. Pertanyaan itu pula yang menjadi pertanyaan sebagian kalangan masyarakat mengenai tata kelola migas Indonesia. Karena sebagian proyek pengeboran migas dikerjakan oleh pihak swasta asing, ada kesan sangat kuat sumber-sumber migas Indonesia dikuasai oleh swasta asing. Apalagi diketahui bahwa pihak swasta tersebut memperoleh sebagian hasil pengeboran migas.

“Kenapa bukan kita sendiri, negara atau Pertamina, yang mengelola semua sehingga hasil migas 100% menjadi milik negara?” Demikian pendapat yang beredar di sekitar kami, netizen dan masyarakat yang tidak menggeluti dunia migas. Opini tentang kepemilikan kekayaan alam tersebut memang sepenuhnya benar, dan secara tekstual diamanatkan dalam UUD 45. Migas sebagai kekayaan alam strategis dimiliki dan dikuasai oleh negara, dan hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Namun sebelum hasil migas bisa dikelola untuk dimanfaatkan ada satu prasyarat penting, yaitu: negara kita mampu mengeluarkan modal (investasi) untuk melakukan kegiatan industri hulu migas, berupa kegiatan eksplorasi (pencarian sumber migas) dan eksploitasi ( proses produksi).  Serta yang terpenting mau menanggung resiko investasi sepenuhnya, investasi besar yang tidak hanya berupa modal uang, tetapi juga teknologi, manajemen, dan sumberdaya manusia.

Dalam praktiknya, negara kita tidak sepenuhnya mengelola sendiri kekayaan migas karena keterbatasan modal yang kita miliki. Investasi hulu migas yang padat modal, padat teknologi, berresiko tinggi, dan bersifat jangka panjang, menjadi pertimbangan negara mengundang kontraktor untuk mencari sumber migas dan melakukan proses produksi melalui sistem kerja sama bagi hasil (Profit Sharing Contract/PSC), dengan resiko kerugian ditanggung Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Sistem bagi hasil yang diterapkan SKK Migas adalah kompromi antara memenuhi kebutuhan nasional dengan menjaga kedaulatan negara. Kontraktor bekerja secara maksimal menemukan dan mengeksploitasi sumber-sumber migas, SKK Migas menetapkan regulasi dan mengakomodir kepentingan nasional, sekaligus memanfaatkan  peluang untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia menghadapi persaingan masa depan.

Melalui diskusi bertema: “Peningkatan Peran SDM dan Industri dalam Negeri dalam Kegiatan Hulu Migas”, SKK Migas menegaskan kepemilikan sumber daya migas, sekaligus meluruskan pandangan tentang tata kelola hulu migas Indonesia. Bahwa, meski pun proyek-proyek hulu migas nasional dikerjakan oleh pihak swasta, kekayaan alam strategis adalah tetap milik negara. Setelah era Pertamina, kemudian BP Migas, SKK Migas mewarisi pengelolaan migas untuk menjalankan amanat UUD 45 dengan berfokus pada upaya agar industri hulu migas semaksimal mungkin membawa dampak bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk itulah SKK Migas melakukan pendekatan baru tata kelola migas. Dalam pradigma baru tata kelola migas tersebut, migas tidak diposisikan sebagai sumber energi dan pendapatan negara semata tetapi menjadi lokomotif ekonomi nasional.

Supaya industri hulu migas mampu menjadi lokomotif ekonomi nasional SKK migas mienjalankan strategi bidang Pengelolaan Rantai Supplai (Supply Chain Management/SCM) melalui kebijakan Peningkatan Kapasitas Nasional. Ini tertuang dalam PTK 007 (Pedoman Tata Kerja tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak Kerja sama 007) yang meliputi 3 bidang, yaitu 1. Barang dan Jasa,  2. Industri, dan 3. Sumber daya manusia.

[caption id="attachment_409446" align="aligncenter" width="671" caption="Skema Peningkatan Kapasitas Nasional"]

1428777634695393342
1428777634695393342
[/caption]

Sebagai regulator, SKK Migas memiliki kewenangan untuk persetujuan dan memberi izin suatu perusahaan memasok barang dan jasa bagi KKKS. Dalam pengadaan barang dan jasa tersebut, SKK Migas mengupayakan agar Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) ditingkatkan melalui keberpihakan kepada perusahaan nasional berkualifikasi untuk menyuplai kebutuhan KKKS.

Berfokus pada 5 komoditas utama pengadaan barang dan jasa, yaitu: EPCI (Engineering, Procurement, Construction and Instalation), pemboran, pipa, kapal dan Turbomachinery, dalam 5 tahun terakhir TKDN barang dan jasa yang dimanfaatkan KKKS berkisar diantara 54%-63% (dari semula di bawah 50%), dengan nilai rata-rata tidak kurang dari US$ 8,2 milyar/tahun.  Keberpihakan SKK Migas kepada perusahaan nasional kerap mendapat protes pihak luar yang menekankan mekanisme pasar bebas. Tetapi aturan main cost recovery yang disepakati mengikat KKKS untuk mengikuti keputusan yang ditetapkan SKK Migas. Selama kualitas dan pelayanan dari perusahaan dalam negeri memenuhi standar, KKKS tidak memiliki alasan untuk tidak memanfaatkan perusahaan yang ditetapkan SKK Migas.

Pada mega proyek hulu migas yang sedang dikembangkan (seperti: proyek ENI di Lapangan Muara Bakau dan Proyek Indonesian Deep Water dari Chevron), SKK Migas menyusun road map dan monitoring penggunaan barang dan jasa. Sehingga peningkatan kapasitas nasional di bidang barang dan jasa dapat lebih optimal saat tahapan proyek-proyek tersebut berjalan. Sebagai nilai tambahnya, pada bidang-bidang yang membutuhkan teknologi tinggi dan belum mampu ditangani perusahaan dalam negeri, SKK Migas sebisa mungkin melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa di dalam negeri dengan melibatkan perusahaan lokal, utamanya BUMN, supaya terjadi transfer teknologi.
Dalam bidang industri, perbankan merupakan salah satu sektor yang paling mendapat pengaruh positif dari kehadiran KKKS. Karena dalam usaha untuk mencari keuntungan, KKKS migas datang ke Indonesia dengan membawa dana/uang. Melalui kewajiban agar setiap biaya transaksi KKKS industri hulu dilakukan melalui bank nasional, SKK Migas mendorong peningkatan peran industri dalam negeri melalui sektor perbankan. Hasilnya, jika pada tahun 2009 KKKS melakukan transaksi perbankan sebesar US$ 3,97 milyar, US$ 6,348 milyar pada tahun 2011, US$ 8 milyar di tahun 2013, tercatat meningkat pesat hingga mencapai US$ 12,4 milyar pada tahun 2014. Transaksi yang akan menjadi cost recovery tadi dikembalikan pemerintah secara bertahap selama 5 tahun hanya setelah proyek migas berproduksi,  cukup lama untuk digunakan perbankan nasional menggerakkan sektor-sektor ekonomi lain. Dengan cara itu, Indonesia seolah mendapat pinjaman gratis tanpa bunga untuk memacu kelajuan ekonomi nasional di berbagai bidang, terutama di daerah tempat proyek migas.

[caption id="attachment_409445" align="aligncenter" width="451" caption="Dana KKKS yang Dikelola Perbankan Nasional"]

1428777565102118151
1428777565102118151
[/caption]

Baik peningkatan TKDN maupun peningkatan peran Industri dalam negeri, pada dasarnya terintegrasi dan mempengaruhi peningkatan kualitas SDM Indonesia. Perusahaan dalam negeri yang terlibat dalam penyediaan barang dan jasa KKKS mau tidak mau harus beradaptasi dengan standar kerja industri migas internasional, yang berimbas pada budaya kerja perusahaan dan kemampuan sumber daya manusia di perusahaan tersebut.

Demikian halnya dengan institusi keuangan, pengelolaan dana KKKS bukan hanya masalah besarnya nilai uang yang harus dikelola. KKKS tentunya tidak serta merta menitipkan jumlah uang yang sangat besar tanpa adanya jaminan keamanan dan pelayanan terbaik yang bisa diberikan perbankan nasional. Sehingga akuntabilitas sistem keuangan, tata kelola keuangan, pelayanan dan pembiayaan perbankan yang tepat sasaran menjadi isu yang lebih penting di sektor perbankan nasional. Pada gilirannya, SDM perbankan juga terpacu untuk bekerja dengan standar yang lebih baik mengikuti sistem industri migas yang telah mapan.

Kabar yang menggembirakan di bidang sumber daya manusia adalah, 96% pekerja industri hulu Migas merupakan tenaga kerja Indonesia. Sehingga boleh dikatakan SKK Migas berhasil dalam pemberdayaan peran SDM nasional profesional dan terlatih di industri hulu migas. Namun demikian, menyadari bahwa SDM berkualitas merupakan asset tidak ternilai, SKK Migas tidak berpuas diri. SKK Migas terus mendorong peningkatan peran dan kompetensi sumber daya manusia dalam negeri melalui pelatihan, pertukaran/penugasan internasional, sertifikasi dan standar kualifikasi tenaga kerja internasional. Selain memberikan keuntungan kepada tenaga kerja yang bersangkutan, baik berupa keahlian maupun upah, peningkatan kualitas SDM tersebut akan membantu negara di masa depan. Negara, dan perusahaan-perusahaan nasional yang akan go internasional untuk mengerjakan proyek di negara lain, tidak akan kesulitan ketika membutuhkan tenaga ahli dalam negeri dengan kualifikasi internasional.
Bagaimana dengan peningkatan peran sumber daya manusia yang tidak terlatih? Inilah yang menjadi salah satu catatan penting kebijakan SDM migas di daerah. SKK Migas tidak ingin kasus buruk masa lalu terulang, saat suatu daerah bertahun-tahun dieksploitasi kekayaan migasnya, dampak nyata berupa pembangunan fisik, fasilitas umum, dan  terutama soft development masyarakat tidak terlihat. Fasilitas di daerah tetap minim, masyarakat tetap miskin, angka pengangguran dan masyarakat yang tidak memiliki keahlian masih tinggi. Untuk itu jauh-jauh hari, pada saat eksplorasi dimulai, SKK Migas memetakan aspek sosial untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat di suatu Wilayah Kerja (WK) migas.
Masyarakat dengan kemampuan yang dibutuhkan KKKS ditingkatkan keahliannya agar sesuai standar industri migas. Masyarakat yang memiliki usaha tertentu didorong untuk mengelola pasokan barang dan jasa kebutuhan KKKS dengan lebih baik dan terencana, karena industri migas membutuhkan presisi waktu dan jumlah yang akurat. Sementara masyarakat yang tidak memiliki keahlian dan tidak memilki usaha di sekitar proyek migas diberikan berbagai pendidikan dan pelatihan. Di samping itu, lembaga-lembaga masyarakat juga didorong untuk produktif melalui UKM, ekonomi kreatif atau  bidang yang potensial dibutuhkan oleh stake holder KKKS. Sehingga ketika proyek migas positif berjalan, putra-putra daerah tidak berpangku tangan, melainkan turut serta mengelola kekayaan alam dan memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari keberadaan proyek migas di daerah yang bersangkutan.
Tidak hanya dalam tata kelola rantai supplai, sebagai komitmen SKK Migas mewujudkan tata kelola migas yang bersih, SKK Migas membuka pengaduan whistle blower. Masyarakat yang menemukan adanya tindak korupsi petugas SKK Migas dapat melapor langsung melalui email dan akan ditindaklanjuti oleh pihak ketiga yang berwenang. Secara langsung terobosan ini juga memberikan efek kepada peningkatan kualitas SDM berupa budaya kerja profesional yang bersih dan transparan.
Jika perekonomian nasional diibaratkan lautan, maka industri hulu migas nasional adalah arus laut dalam, yang saat naik ke permukaan membawa nutrisi dari bawah laut dan menjadi daerah yang sangat kaya ikan. Industri hulu migas memang kalah pamor oleh hingar-bingar pemberitaan politik dan ekonomi, tapi perannya dalam pembangunan dan perekonomian negara tidak tergantikan. Sebagai masyarakat awam kami berharap kerja keras SKK Migas menjadikan industri hulu sebagai lokomotif ekonomi nasional juga bisa menjadi lokomotif dan sekaligus model bagi good governance practice, yang diikuti industri hilir migas serta merambat pada berbagai sektor lain. Semoga.

Bogor, 10 April 2015

1. Kompasiana Nangkring 31 Maret 2015.

2. Kompas. 2014. 96 Persen Tenaga Kerja Hulu Migas Ternyata Orang Indonesia, http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/21/141717126/96.Tenaga.Kerja.Hulu.Migas.Ternyata.Orang.Indonesia

3. Margono, Hery. 2015. Pengelolaan Rantai Suplai Hulu Migas. Kompasiana Nangkring 31 Maret 2015

4. SKK Migas. 2014. Industri Hulu Migas Tingkatkan Peran Perbankan Nasional, http://www.skkmigas.go.id/industri-hulu-migas-tingkatkan-peran-perbankan-nasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun