Dengan raut muka kecewa dia berbisik pada Enji “Maafkan saya, saya gagal. Saya tidak bisa menyelamatkan ibu”. Tangis Enji pecah tak bersuara, tubuhnya langsung tersungkur. Ayahnya hanya bisa menangis dengan memeluk anak gadisnya itu. Mbak Tere tak kuasa menahan air matanya yang sedari tadi ia tahan. Ibu pun akhirnya segera dikebumikan tidak jauh dari rumah keluarga Enji.
Sekarang hanya tinggal berdua, tentunya ia tidak akan pernah mau memilih keadaan ini. Namun karena Enji anak yang baik dan kuat, dia tidak mengurungkan niat untuk melanjutkan untuk berusaha mempublikasikan karya-karyanya. Dia sedang membenahi kamar ibu dan merapikan barang-barang yang sudah tidak dipakai.
Ditengah-tengah membereskan baju-bajunya, Enji menemukan buku yg sudah sangat lama, itu buku tulis besar dan setebal buku Harry Potter. Enji membuka dan alangkah terkejutnya ketika ia melihat sesuatu yg sangat familiar. Enji bergegas mengambil surat misterius dan mencocokkan tulisan di surat dan tulisan yang ada buku tebal milik ibunya. Tidak salah lagi, ini memang tulisan yang ada di surat misterius itu. Enji pun melanjutkan membaca isi yang ada pada buku, isinya puisi-puisi indah yang nan realistis. Ketika sampai pada baris baris terakhir, Enji lebih dikejutkan lagi dengan tertanda dibawah puisi itu. Tertanda Meilia Sina.
Ia membuka-buka halaman selanjutnya, halaman selanjutnya dan selanjutnya hingga akhir. Bahkan di lembaran terakhir disana masih tertanda nama Meilia Sina.
Apa maksudnya?
“Aya—”
Belum sempat memanggil, ayahnya sudah melihat Enji sedari tadi.
“Sepertinya ayah tidak perlu menjelaskan lagi, iya Enji. Apa yang kamu lihat benar, Meilia Sina itu ibumu. Ibumu memang sudah tidak ada, tapi karya-karyanya akan terus hidup”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI