Ibunya terdiam menatap benda itu, terus ditatapnya hingga dia menyerah menjawab siapakah pengirim suratnya. “Entahlah, mungkin malaikat” celetuk Enji sambil beranjak dari kasur. Dia keluar untuk melihat hujan lagi. Gadis pluviophile, dia sudah menjadikan hujan sebagai teman penampung cerita hidupnya, apa yang menjadi beban dan keluh kesahnya, dia selalu berbagi itu kepada hujan.
“Hujan, siapakah pengirim surat itu, dan apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki puisi ku? Kemampuan ku sudah cukup disana. Lalu apa jalan selanjutnya?“
Dia berbicara sendiri, seakan hujan akan menggubris apa yg dia katakan. Kepalanya mendongak keatas, persis seperti anak kecil ketika melihat pesawat terbang yang baru saja lewat. “Enji, hujannya semakin deras, masuk. Ibu tidak ingin selanjutnya yang sakit adalah kamu” Ibunya berbicara dibalik jendela.
“Sudahlah nak, mungkin pengirim surat itu adalah temanmu yang sedang iseng” kata ayahnya yang sedang duduk di ruang tamu. “Ayah lupa kalau Enji tidak memiliki teman” Jawab Enji dengan nada rendah dan raut muka yang berubah. Dia masuk ke dalam kamarnya dan mengambil tulisan-tulisan tangannya disana.
Keesokan harinya ketika Enji sedang menyapu halaman rumah, segulung surat kecil terdampar disana. Dia mendapati surat baru lagi!
“Baiklah Enji, untuk memperbaiki tulisan-tulisan mu, banyaklah membaca, dan terus membaca. Perbanyak referensi mu dari membaca, maka kamu akan memiliki tulisan yang indah dan hidup”
Tidak mungkin.
Ini jelas aneh.
Enji sangat kesal, kali ini dia benar-benar merasa dihantui oleh si pengirim surat. Enji masuk kedalam kamar, tiba-tiba mendapatkan ibunya yang sudah tergeletak dibawah dengan sedikit muntahan darah. Enji segera bergegas meminta bantuan para tetangganya, dan menelfon ayahnya yang sedang bekerja.
Ibu Enji dinyatakan kritis dan sedang dalam penanganan. Mbak Tere tetangga Enji, anaknya Mbak Tere, ayahnya Enji, sudah berada didepan ruangan menunggu jawaban ketika dokter telah keluar. Enji kalut, gadis itu menahan tangis, ayahnya merangkul Enji, mukanya tampak sekali bahwa dia sangat kelelahan. Ayahnya juga tak kalah hebat keterlibatannya dalam hidup Enji.
Beberapa jam setelah penanganan, dokter pun keluar.