Mohon tunggu...
Dea Ayu
Dea Ayu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Sekolah

mahasiswa yang sedang mengisi waktu luang untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Hantu Merah

12 September 2022   10:32 Diperbarui: 14 September 2022   21:01 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Rumah Angker. (sumber: pixabay.com/Activedia)

Malam tiba, dan kegelapan merajalela. Berbekal senter dari handphone, aku dan Risa menyusuri sebuah rumah tua yang diapit 2 lahan kosong tak terawat. Dinding lembab dan kotor, ditambah penerangan yang tak memadai menambah kesan angker. 

Di dalam rumah itu terdapat banyak perabot tua yang berdebu dan kotor. Tapi yang paling mencolok dan menyita perhatianku adalah sebuah lukisan besar dengan gambar seorang wanita berambut panjang berpadu dengan gaun merah menyala. 

Gadis itu tersenyum sangat lebar, hingga aku khawatir jika mulutnya akan sobek. Wow... cukup menyeramkan.

"Kita pulang yuk! aku capek dari tadi muter-muter terus. Memangnya kamu sedang cari apa sih?". Risa tak menghiraukan ucapanku, ia terus berjalan ke depan.

"Eli! lihat, itu adalah lorong yang sering kuceritakan padamu. Tempat di mana gadis yang ada di lukisan itu meregang nyawa."

BRAKK! Terdengar suara benda jatuh sangat keras. Kami saling tatap satu sama lain. Tanpa kata, tanpa aba-aba, aku berlari keluar rumah secepat mungkin meninggalkan Risa yang berteriak memanggil-manggil namaku.

"Dasar penakut. Kenapa lari hah? Itu tadi cuma tikus. Katanya nggak percaya sama hantu, tapi gitu saja lari terbirit-birit ketakutan."

Nafasku naik turun tak beraturan, aku mencoba menstabilkan detak jantungku yang berpacu cepat. Keringat bercucuran. Mungkin benar, itu tadi hanya tikus, lagi pula hantu itu memang tak nyata.

"Aku mau pulang sajalah. Malam ini nobar (nonton bersama) di lapangan. kamu mau ikut tidak?"

Ia menolak ajakanku, beralasan jika sedang ada janji dengan teman barunya. Entah siapa namanya, aku lupa. Yang jelas mereka sama-sama pecinta hal-hal supranatural.

"Baiklah Eli, sampai jumpa. Jangan lupa bangun pagi ya, karena besok hari senin. Jaga dirimu Eli." 

Kami saling melambai tangan tanda berpisah. Aku berjalan menjauh pergi. Aku menoleh ke belakang, lalu tersenyum pada Risa yang dibalas olehnya juga. Ia tetap berdiri di tempat semula. 

Di bawah penerangan lampu kuning jalanan, aku melihat senyum penuh arti dari sahabat terbaikku.

Jarak rumah angker dengan lapangan tak terlalu jauh, sekitar 15 rumah. Kulihat jam tangan, pukul 09.30. Pasti di lapangan sudah ramai. 

Memang desaku sering mengadakan acara nobar, alasannya agar kita semua bisa menikmati film bersama sekaligus membentuk keharmonisan antar masyarakat. 

Para laki-laki akan gotong royong memasang layar lebar dan menggelar karpet, sedangkan wanita akan menyiapkan makanan-makanan ringan. 

Aku dan Risa selalu bersemangat menyantap berbagai hidangan yang ada. Apalagi kue lapis mbok Imah dan es lilin mbak Lina, itu favorit kami.

Dan sampailah aku di lapangan. Semua orang duduk rapi di atas karpet. Tampaknya film sudah mulai sedari tadi.

"Eli sini!" mbak Lina melambaikan tangan ke arahku sambil menunjuk tempat kosong disebelahnya.

"Sendirian saja, mana Risa?"

"Ah...Risa sedang ada janji dengan temannya." jawabku singkat.

"Wah, ternyata ia punya teman lain selain kamu ya."

Kami semua menatap fokus pada film di layar lebar. Film action selalu menantang dan seru, aku suka. Terlihat si pemeran utama, laki-laki plontos berotot besar, melompat dengan berani pada mobil yang dikendarai lawannya. Kaca pecah, menyembur menyayat tulang pipinya. Wah dia begitu keren.

Semua menikmati adegan menegangkannya, sambil sesekali berteriak kaget. Kuedarkan pandang, berharap menemukan sosok Risa. Tapi nyatanya aku tak menemukan batang hidungnya dimanapun. 

Tetapi ada satu hal ganjal, sekelompok pria dewasa di belakang sana sedang berbincang serius. Dahi mereka saling berkerut tegang. 

Diam-diam aku menghampiri mereka, mencoba menguping pembicaraan. Karena jarak yang terlalu jauh, akupun hanya mendengar samar-samar. 

Salah satu dari mereka menyebutkan "rumah angker". Di desa ini hanya ada satu rumah angker. Tiba-tiba aku teringat, bukankah Risa sedang berada di sana?

Aku berlari kencang menuju rumah tua. Sesampainya di sana ternya sudah ada banyak orang. Aku menyelinap diantara kerumunan. Dalam hati aku berdoa semoga sahabatku baik-baik saja. 

Terlihat di bawah rindangnya pohon mangga, di atas dedaunan kering yang berserakan, terbaring sosok gadis berbaju biru bersimbah darah. Ia tengkurap sehingga aku tak bisa melihat wajahnya. Tapi aku kenal dengan baju biru itu, itu adalah baju yang tadi dikenakan oleh Risa.

Para warga mengangkat tubuh yang sudah tak bernyawa itu. Bagai dihantam batu, jantungku berpacu 1000 kali lebih cepat. Risa, kaukah itu? Mataku panas, lidahku kelu.

Seolah syaraf di tubuhku berhenti bekerja. Wajah penuh darah sahabatku berkeliat di benakku. Ia sudah tiada, padahal beberapa jam lalu kami masih saling bercanda dan bertengkar.

Aku terduduk lesu menangis tersedu-sedu,terbayang wajah penuh darah itu, aku menangis sejadi-jadinya.

"Pasti kamu Eli, sahabat Risa."

Aku menoleh ke sumber suara. Sorang wanita cantik berambut panjang dengan gaun merah marun. Ia memperkenalkan diri, mengaku jika ia adalah teman baru Risa.

"Bagaimana jika aku mengatakan jika sahabatmu itu mati akibat dibunuh oleh hantu? Apa kau akan percaya?"

Aku terkejut mendengar pernyataannya. Bagaimana ia bisa beropini seperti itu. 

"Tak apa jika kau tak percaya. Tapi bukankah Risa sering bercerita padamu tentang wanita yang mati dicabuli di rumah angker ini. Ialah penguasa rumah angker ini. namanya Adeline."

Aku menatap aneh pada gadis itu. Tapi aku tak bisa menghiraukan perkataannya. Bagaimana jika Risa mati karena Adeline? Tapi apakah mungkin jika hantu bisa membunuh manusia?

Tapi saat dilihat secara detail, aku seperti tidak asing dengan wanita dihadapanku ini. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Hatiku berdebar, rasa takut menjalar di sekujur tubuhku. Wanita ini persis seperti lukisan yang ada di rumah angker. Rambut panjang dan gaun merah.

Ia tersenyum lebar ke arahku, aku yakin dia adalah orang yang sama. Angin malam menyapu tubuhku, mengakibatkan bulu-bulu halus berdiri tegang. Nyaliku menciut seketika.

"Perkenalkan Eli, aku Adeline, teman baru Risa."

-SELESAI-

 (DY, JOMBANG 12-09-2022)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun