Mohon tunggu...
Chinintya Widia Astari
Chinintya Widia Astari Mohon Tunggu... Penulis - Pecandu Insight

Seorang pembaca dan penulis ulung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah KRL Sudah Memadai untuk Difabel?

15 Juni 2017   09:51 Diperbarui: 13 Juli 2017   11:15 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini bermula dari pengalaman pribadi yang berujung pada tanda tanya besar, apakah KRL sudah tepat untuk digunakan bagi semua orang? Apakah seluruh pengguna KRL sudah terfasilitasi dengan baik? 

Sampai saat ini, kehebohan memberikan tempat duduk bagi prioritas masih hangat diperbincangkan, mulai orang-orang yang duduk di bangku prioritas tanpa rasa bersalah hingga orang-orang yang dianggap baik hati yang mau memberikan tempat duduknya bagi orang lain yang membutuhkan. Tidak hanya itu, tingkat agresivitas para penumpang di gerbong wanita juga masih menjadi sorotan para pengguna KRL. 

Namun, sepertinya ada beberapa orang yang luput dari perhatian masyarakat.

Tidak hanya sekali atau dua kali terlihat pemandangan seseorang berjalan dengan menggunakan tongkat dan kacamata hitam, berusaha mencari peron. Guilding block menjadi acuan untuk berjalan di tempat yang seharusnya. Mirisnya mereka yang kita anggap tidak mampu bepergian sendirian memang benar-benar sendiri untuk menaiki kereta. Entah mengapa guilding block atau garis kuning yang memang diciptakan untuk mereka terkesan kurang berguna. Tidak jarang terlihat satpam yang memapah para pengguna KRL yang tidak dapat melihat untuk berpindah peron dan masuk ke kereta dengan diarahkan oleh petugas kereta. 

Lalu, apakah KRL didesain untuk teman-teman kita yang tidak dapat melihat?

Kenyataan bahwa sepertinya penggunaan guilding block terlihat tidak terlalu membantu atau tidak terbiasa digunakan oleh mereka yang tidak dapat melihat. Berdasarkan observasi pribadi, peran petugas keretalah yang diandalkan untuk mengarahkan mereka. Selain itu, terdapat beberapa stasiun yang memiliki guilding block yang tidak lengkap atau terputus sehingga apabila mereka menggunakan guilding block hingga batas tertentu dapat diasumsikan bahwa mereka tetap membutuhkan bantuan orang lain karena fasilitas yang kurang memadai.

Lalu, apakah para petugas yang biasa membantu di stasiun memang diperuntukkan untuk membantu mereka?

Melalui observasi seadanya, dari apa yang dilihat, stasiun transit sebesar Stasiun Manggarai memiliki beberapa penjaga di mana tugas mereka adalah menjaga penyeberangan perlintasan kereta api yang akan dilalui pengguna KRL ketika ada kereta yang ingin lewat, menjawab pertanyaan para penumpang mengenai KRL dan meneriaki dengan menggunakan pengeras suara letak kereta sesuai peron. Jadi, apakah ada petugas yang khusus dipekerjakan untuk membantu sahabat kita yang keadaannya tidak memungkinkan untuk mengakses kereta? Saya tidak tahu. Yang saya tahu memang terdapat tim penolong yang siap membawa alat pembopong untuk membantu pengguna KRL yang sakit.

Para pengguna kereta yang kesulitan untuk mengakses kereta seperti mereka yang tidak dapat melihat, perlu untuk diperhatikan lebih mendalam. Entah fasilitas seperti apa yang sebaiknya mereka dapatkan. Apakah petugas yang khusus membantu mereka dan berdiri di sekitar peron ataukah aplikasi KRL yang menjelaskan tata letak stasiun dengan menggunakan suara atau apa pun yang dapat membantu mereka dalam mengakses kereta. Bagi saya hal ini sangat perlu diperhatikan melihat saya sering sekali berjumpa dengan mereka yang kesulitan untuk mengakses kereta. 

Lalu bagaimana dengan orang tua berumur yang katanya masuk dalam kategori penumpang yang diprioritaskan? Apakah yang mereka butuhkan hanya sekadar tempat duduk?

Tadi malam, ketika saya menggunakan KRL dari Bekasi menuju Manggarai, seorang bapak tua membawa dua tas besar memanggil saya yang sedang asyik mendengarkan lagu. Beliau bertanya, "Ini di mana ya? Udah stasiun Jatinegara belum ya?" Tanggapan saya saat itu adalah bapak ini belum pernah mengakses KRL rupanya. Namun, beliau kembali bertanya kepada saya dan beberapa orang lainnya sambil berkata, "Saya gak bisa denger pengumumannya." Sepertinya sudah jelas, mereka membutuhkan lebih dari sekadar tempat duduk prioritas. 

Bayangkan Anda adalah orang yang sudah berumur, dengan pendengaran yang sangat minim sehingga tidak dapat mendengar pengumuman dari petugas kereta dan tidak menghafal rute kereta api. Belum lagi apabila di dalam kereta terdapat hal genting dan Anda tidak mengetahui itu karena Anda tidak dapat mendengar dengan jelas instruksi yang diberikan petugas. Tak selamanya orang di sekitar kita dapat membantu, ada kalanya manusia harus berjuang sendiri dan hal tersebut mungkin saja terjadi di KRL. 

Lantas bagaimana? Apakah diperlukan pengumuman menggunakan suara bersamaan dengan pengumuman melalui gambar yang terdapat di TV kereta untuk mengabarkan posisi kereta saat itu? Mungkin diperlukan, sangat diperlukan. Apakah diperlukan gerbong khusus bagi mereka yang membutuhkan bantuan? Mungkin diperlukan. Atau apakah diperlukan kartu kereta khusus bagi mereka yang membutuhkan bantuan sehingga petugas yang ditugaskan untuk membantu dapat sigap membantu penumpang KRL yang kesulitan, mungkin juga diperlukan. 

Saya pribadi tidak tahu secara pasti dan belum memikirkan bantuan seperti apa yang mereka perlukan. Saya hanya berempati berdasarkan apa yang saya lihat bahwa sebetulnya banyak sekali para penumpang KRL yang bagi saya tidak memungkinkan untuk mengakses transportasi umum dengan keterbatasan yang dimiliki serta fasilitas yang juga belum memadai. 

Sepertinya kita perlu memperhatikan mereka. 

Tidak hanya pihak KRL, namun diri sendiri. Tidak ada salahnya membantu atau menanyakan apakah orang lain membutuhkan bantuan ketika mereka terlihat membutuhkan bantuan. Terkadang orang terlalu malu untuk berkata tolong dan pahamilah itu. Memang terkadang bagi sebagian orang sulit untuk menunjukkan bahwa mereka membutuhkan bantuan karena tidak ingin dianggap lemah. Namun dengan menawarkan bantuan mungkin dapat benar-benar membantu orang tersebut atau apabila niat membantu ditolak setidaknya kita sudah berempati terhadap kondisi orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun