Tindak kekerasan serta pembullyan terjadi di sekolah biasanya tidak jauh dari alasan balas dendam. Karena merasa dulu begitu direndahkan, maka tidak jarang senior yang mendapatkan perlakukan seperti itu dari pendahulunya, melakukan hal yang sama terhadap junior yang baru masuk. Terus menjadi lingkaran setan apabila tidak ada angkatan yang mau mengalah dan memutus rantai permusuhan. Kejadian seperti ini banyak terjadi di sekolah-sekolah swasta maupun negri. Miris. Lalu apa yang dilakukan oleh pihak sekolah? mencoba mencegah hingga tutup mata selama tidak berakibat fatal. Namun apa daya, walau pencegahan dari pihak sekolah sudah dilakukan, tindak kekerasan memang akan terus terulang selama MOS masih berlaku di Indonesia.
Indonesia vs Luar Negri
Beberapa tahun terakhir banyak meme yang menunjukan betapa tidak pentingnya MOS di Indonesia dan betapa baiknya MOS yang berlaku di luar negri. Banyak orang berpendapat MOS negri ini tidak ada manfaatnya, melainkan hanya memberikan luka bagi siswa baru.Â
Kegiatan Sosial. Di luar sana ada sebuah kegiatan dalam MOS dimana siswa baru dimina untuk membersihkan tempat umum bersama-sama seperti di stasiun ataupun halte. Kegiatan ini menurut saya baik karena membuat siswa lebih mengenal satu sama lain karena bisa jadi kegiatan sosial ini dilakukan secara berkelompok.Â
Pengenalan area sekolah. Sama seperti di Indonesia, di luar negri mereka juga memperkenalkan area sekolah yang akan siswa baru tempati selama beberapa tahun kedepan. Pada jenjang mahasiswa, mereka juga memperkenalkan tempat tinggal yang dapat di sewa hingga tempat untuk makan. Sangat bermanfaat mengingat memang ini tujuan MOS yang sebenarnya, memperkenalkan sekolah kepada siswa baru.
Permainan yang melibatkan kelompok. Sama seperti Indonesia, bermain dengan kelompok juga dilakukan untuk menjalin hubungan sosial antar siswa baru. Namun perbedaanya terletak pada kegiatan yang dijalani. Permainan yang dilakukan di luar negri tidak asal bermain namun memiliki nilai tersendiri. Seperti permainan yang menguji kreativitas, kemampuan problem solving dan lainya.
Tidak hanya itu. Saya pernah membaca tulisan seseorang di salah satu media sosial. Ia menceritakan pengalamanya pergi ke negri sebelah dan dihampiri oleh seorang anak yang tiba-tiba mengulurkan tangan untuk memberikan high five/tos. Yang dilakukan oleh anak-anak yang sedang menjalani masa orientasi tersebut yaitu berbagi keceriaan, bisa jadi berhasil membuat orang-orang yang sedang lelah dengan harinya kembali tersenyum. Tentu kegiatan ini juga positif jika dibandingkan dengan kekerasan yang kerap terjadi pada masa orientasi di Indonesia.Â
Mungkinkan kita harus mencontoh masa orientasi diluar sana?
Lantas, setujukah anda dengan digantinya sistem MOS menjadi MPLS?
Saya pribadi senang dengan pihak pemerintah yang berusaha mengurangi tingkat kekerasan, bully, hingga kematian yang terjadi pada masa orientasi. Memang benar kita bisa menghilangkan kebiasaan buruk tersebut dengan mencabut hingga akarnya, yaitu kegiatan itu sendiri. Tapi apakah ada jaminan tanpa adanya MOS siswa benar-benar terbebas dari perilaku yang tidak diinginkan? Menurut saya tetap banyak celah untuk senior melakukan tindakan bully. Karena kalau kita lihat banyak kasus kekerasan terjadi diluar MOS/ setelah MOS. Kalau memang tujuanya adalah mengurangi kekerasan, bully dan lain sebagainya. Maka menurut saya bukan hanya masa orientasi saja yang perlu di benahi tetapi juga siswa-siswi di sekolah yang harus memahami betapa buruknya tindakan bully dan kekerasan.Â
Masa orientasi yang tidak lagi menjadi tanggungjawab OSIS karena mencegah adanya kekerasan. Saya setuju, memang dengan melibatkan lagi senior sama saja MPLS berujung musibah (lagi). Namun menurut saya kedepanya jika MPLS sudah berjalan dengan baik dan berhasil mengurangi tingkat kekerasan, ada baiknya OSIS kebali dilibatkan dalam masa orientasi. Mengapa? Jika masa orientasi dilakukan dengan cara yang benar, maka masa orientasi bisa membuat jalinan pertemanan positif antar angkatan (senior dan junior). Selain itu, menurut saya agak aneh jika kegiatan seperti ini saja di jalankan oleh guru. Apalagi masa orientasi pada jenjang SMA/setara, yang dimana seharusnya senior pada jenjang ini bisa lebih berpikir cerdas dibanding dengan senior pada jenjang lain seperti SMP.Â
Dulu, SMA tempat dimana saya bersekolah bukanlah salah satu sekolah yang kejam dalam menjalani masa orientasi. Masa orientasi berjalan manusiawi dibandingkan sekolah lainya. Saat saya menjadi OSIS, kepala sekolah sangat menekankan bahwa kita sama sekali tidak boleh menggunakan kekerasan dan bully. Dalam kata lain harus bersikap baik terhadap junior. Namun, kami tetap menggunakan atribut. Tetapi tidak merepotkan seperti biasanya. Angkatan OSIS selanjutnya, masa orientasi berjalan lebih enteng. Saya melihat mereka hanya memakai name tag berwarna putih yang di peniti pada kantung baju sekolah  itupun kalau saya tidak salah, name tag sudah disediakan dari pihak sekolah. Jadi siswa baru sama sekali tidak direpotkan.
Bagaimana bisa bully dan kekerasan tidak terjadi pada masa orientasi di sekolah saya? dan hal yang tidak diperlukan bisa berkurang dengan berjalanya waktu? Karena disana mereka sadar bahwa bully memang tidak perlu dilakukan. Masa orientasi bukan tempat bagi senior bersenang-senang. Jadi, pokok permasalahanya bukan pada kegiatan MOS itu sendiri, tetapi manusia yang terlibat didalamnya.
Semoga MPLS dapat berjalan sesuai rencana dan tindakan kekerasan serta bully benar-benar bisa terhapuskan.Â
Sumber :Â
news.liputan6.com
www.wowmenariknya.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H