Mohon tunggu...
Chinintya Widia Astari
Chinintya Widia Astari Mohon Tunggu... Penulis - Pecandu Insight

Seorang pembaca dan penulis ulung

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

MOS atau MPLS?

18 Juli 2016   04:11 Diperbarui: 18 Juli 2016   08:21 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

news.okezone.com
news.okezone.com
Mos atau Masa Orientasi Siswa di Indonesia memang selalu digambarkan dengan kekerasan, bully, atribut yang merepotkan, serta tingkah jahil senior yang menganggap anak baru adalah objek yang menyenangkan untuk dikerjai. Berbekal alasan diatas, Anies Baswedan selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan resmi melarang Masa Orientasi Siswa. Beliau tidak ingin lagi ada kekerasan, bully, bahkan kasus kematian kembali terjadi pada masa tahun ajaran baru. Maka dari itu MOS resmi diganti MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) yang tidak boleh dilakukan oleh OSIS, melainkan hanya boleh dilaksanakan oleh guru dan kepala sekolah. MPLS sendiri benar-benar hanya akan mengenalkan lingkungan sekolah. Tanpa atribut, menggunakan baju seragam biasa dan tentu tanpa penindasan. 

Tindak kekerasan serta pembullyan terjadi di sekolah biasanya tidak jauh dari alasan balas dendam. Karena merasa dulu begitu direndahkan, maka tidak jarang senior yang mendapatkan perlakukan seperti itu dari pendahulunya, melakukan hal yang sama terhadap junior yang baru masuk. Terus menjadi lingkaran setan apabila tidak ada angkatan yang mau mengalah dan memutus rantai permusuhan. Kejadian seperti ini banyak terjadi di sekolah-sekolah swasta maupun negri. Miris. Lalu apa yang dilakukan oleh pihak sekolah? mencoba mencegah hingga tutup mata selama tidak berakibat fatal. Namun apa daya, walau pencegahan dari pihak sekolah sudah dilakukan, tindak kekerasan memang akan terus terulang selama MOS masih berlaku di Indonesia.

Indonesia vs Luar Negri

Beberapa tahun terakhir banyak meme yang menunjukan betapa tidak pentingnya MOS di Indonesia dan betapa baiknya MOS yang berlaku di luar negri. Banyak orang berpendapat MOS negri ini tidak ada manfaatnya, melainkan hanya memberikan luka bagi siswa baru. 

Kegiatan Sosial. Di luar sana ada sebuah kegiatan dalam MOS dimana siswa baru dimina untuk membersihkan tempat umum bersama-sama seperti di stasiun ataupun halte. Kegiatan ini menurut saya baik karena membuat siswa lebih mengenal satu sama lain karena bisa jadi kegiatan sosial ini dilakukan secara berkelompok. 

Pengenalan area sekolah. Sama seperti di Indonesia, di luar negri mereka juga memperkenalkan area sekolah yang akan siswa baru tempati selama beberapa tahun kedepan. Pada jenjang mahasiswa, mereka juga memperkenalkan tempat tinggal yang dapat di sewa hingga tempat untuk makan. Sangat bermanfaat mengingat memang ini tujuan MOS yang sebenarnya, memperkenalkan sekolah kepada siswa baru.

Permainan yang melibatkan kelompok. Sama seperti Indonesia, bermain dengan kelompok juga dilakukan untuk menjalin hubungan sosial antar siswa baru. Namun perbedaanya terletak pada kegiatan yang dijalani. Permainan yang dilakukan di luar negri tidak asal bermain namun memiliki nilai tersendiri. Seperti permainan yang menguji kreativitas, kemampuan problem solving dan lainya.

Tidak hanya itu. Saya pernah membaca tulisan seseorang di salah satu media sosial. Ia menceritakan pengalamanya pergi ke negri sebelah dan dihampiri oleh seorang anak yang tiba-tiba mengulurkan tangan untuk memberikan high five/tos. Yang dilakukan oleh anak-anak yang sedang menjalani masa orientasi tersebut yaitu berbagi keceriaan, bisa jadi berhasil membuat orang-orang yang sedang lelah dengan harinya kembali tersenyum. Tentu kegiatan ini juga positif jika dibandingkan dengan kekerasan yang kerap terjadi pada masa orientasi di Indonesia. 

Mungkinkan kita harus mencontoh masa orientasi diluar sana?

Lantas, setujukah anda dengan digantinya sistem MOS menjadi MPLS?

Saya pribadi senang dengan pihak pemerintah yang berusaha mengurangi tingkat kekerasan, bully, hingga kematian yang terjadi pada masa orientasi. Memang benar kita bisa menghilangkan kebiasaan buruk tersebut dengan mencabut hingga akarnya, yaitu kegiatan itu sendiri. Tapi apakah ada jaminan tanpa adanya MOS siswa benar-benar terbebas dari perilaku yang tidak diinginkan? Menurut saya tetap banyak celah untuk senior melakukan tindakan bully. Karena kalau kita lihat banyak kasus kekerasan terjadi diluar MOS/ setelah MOS. Kalau memang tujuanya adalah mengurangi kekerasan, bully dan lain sebagainya. Maka menurut saya bukan hanya masa orientasi saja yang perlu di benahi tetapi juga siswa-siswi di sekolah yang harus memahami betapa buruknya tindakan bully dan kekerasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun