1. Kerelaan masing-masing pihak yang melakukan transaksi
2. Tidak melakukan penyimpangan pasar, seperti ihtikar, bai' gharar, talaqqi rukban, dsb
3. Tidak mengandung riba, baik riba fadhl, maupun nasiah
4. Penjual barang benar-benar pemilik barang tersebut
5. Pada umumnya aktivitas jual beli dilakukan dengan yadan bi yadin (tunai), meskipun ada beberapa jenis perdagangan yang diijinkan untuk tidak tunai, seperti bai salam, bai mu'ajjal, dan bai istishna'
6. Uang bukan merupakan komoditas, tetapi sekedar alat tukar
7. Tidak diperkenankan harga ganda dalam perdagangan yang disebabkan oleh waktu.
Dalam istilah yang lain, dikatakan bahwa prinsip-prinsip transaksi dalam Islam yang terkait dengan muamalah (hubungan antar manusia) adalah boleh, kecuali ada sesuatu yang menjadikan haram. Misalnya ada maghrib (maysir, gharar, haram, riba, dan bathil). Selama transaksi bisnis tersebut terhindar dari maghrib, maka transaksi itu diperbolehkan. Pandangan Ulama terkait transaksi derivatif juga berangkat dari kaidah di atas "al-ashlu fi al mu'amalah al ibahah hatta yadllu al-dalil 'ala tahrimihi". Pada asalnya semua bentuk muamalah dibolehkan, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Marilah kita melihat pendapat ulama terkait berbagai model transaksi derivatif sebagai berikut.
Mudarabah Mushtarakah
Mudarabah Mushtarakah adalah bentuk akad mudarabah di mana pengelola (mudharib) menyertakan modal dan dananya dalam kerjasama investasi. Mudaharab Mushtarakah merupakan gabungan dari mudarabah dan musharakah. Transaksi ini dimunculkan untuk menjembatani kebutuhan perbankan akan transaksi mudarabah, di mana posisi nasabah bukan hanya sebagai pengelola (mudharib), tetapi juga turut berkontribusi pada modal sehingga bank bukan satu-satunya sohibul mal.
Bai' al-'Inah