Mohon tunggu...
Didik Budijanto
Didik Budijanto Mohon Tunggu... -

saat ini bekerja di Pusat Data dan Informasi Kesehatan. sebelumnya sebagai Peneliti kesehatan di Badan Litbang kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

4 Juta Lebih Penduduk Alami KATARAK dan 800 Ribu Alami KEBUTAAN

12 Oktober 2014   16:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:22 2496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2,2%

Sumber: Dit. Bina Upaya Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan dan Perdami

Batas prevalensi kebutaan yang tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat menurut standar WHO adalah 0,5%. Jika prevalensi di atas 1% menunjukkan adanya keterlibatan masalah sosial/lintas sektor. Melihat hasil survei-survei di atas, sepertinya prevalensi kebutaan di Indonesia pada semua umur mengalami penurunan. Namun jika dilihat hasil survei kebutaan pada usia yang lanjut, termasuk hasil Riskesdas 2013, prevalensi kebutaan masih tinggi yaitu masih di atas 0,5% pada kelompok umur tertentu. Secara Nasional dari semua kelompok Usia, hasil Riskesdas 2013Prevalensi KEBUTAAN sebesar 0,4 % dan KATARAK 1,8 % serta Severe Low Vission sebesar 0,9 %.Apabila di konversi dalam jumlah absolut penduduk Indonesia usia 6 th ke atas diperoleh jumlah:

-KEBUTAAN : 0,4 %x224.714.112 = 898.856 Orang.

-SEVERE LOW VISSION =0,9 % x 224.714.112 = 2.022.427 orang

-KATARAK = 1,8 % x 224.714.112 = 4.044.854 orang.

WOOOWWW……. SEBUAHKONDISI YG PERLU DITANGANI SEGERA…!!

Prevalensi kebutaan dan severe low vision yang tinggi pada usia lanjutterlihat pada grafik berikut.

Prevalensi Kebutaandan Severe Low Vision Menurut Kelompok Umur

Tahun 2013

14130788831971203133
14130788831971203133

Prevalensi kebutaan pada usia 55-64 tahun sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%. Meskipun pada semua kelompok umur sepertinya prevalensi kebutaan di Indonesia tidak tinggi, namun di usia lanjut masih jauh di atas 0,5% yang berarti masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Menurut provinsi, prevalensi kebutaan dan Severe Low Vision adalah sebagai berikut.

Prevalensi Kebutaan dan Severe Low Vision Menurut Provinsi

Tahun 2013

14130790041935422217
14130790041935422217

Menurut provinsi, prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun keatas tertinggi ditemukan di Gorontalo (1,1%), diikuti Nusa Tenggara Timur (1,0%), Sulawesi Selatan, dan Bangka Belitung (masing-masing 0,8%). Prevalensi kebutaan terendah ditemukan di Papua (0,1%) diikuti Nusa Tenggara Barat dan DI Yogyakarta (masing-masing 0,2%).

Prevalensi severe low vision penduduk umur 6 tahun ke atas secara nasional sebesar 0,9 persen. Prevalensi severe low vision tertinggi terdapat di Lampung (1,7%), diikuti Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat (masing-masing 1,6%). Provinsi dengan prevalensi severe low vision terendah adalah DI Yogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan Papua (masing-masing 0,4%).

Katarakdan Cataract Surgical Rate (CSR)

Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu penyebab kebutaanterbanyak Indonesia6 maupun di dunia. Perkiraan insiden katarak adalah 0,1%/tahun atau setiap tahundi antara 1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-22% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun.8 Prevalensi katarak per provinsi tahun 2013 hasil pemeriksaan petugas enumerator dalam Riskesdas 2013 adalah sebagai berikut.

Prevalensi Katarak Menurut Provinsi Tahun 2013

14130791011629981796
14130791011629981796

Prevalensi katarak hasil pemeriksaan petugas enumerator dalam Riskesdas 2013 adalah sebesar 1,8%, tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara dan terendah di DKI Jakarta.

Masih banyak penderita katarak yang tidak mengetahui jika menderita katarak. Hal ini terlihat dari tiga terbanyak alasan penderita katarak belum operasi hasil Riskesdas 2013 yaitu 51,6% karena tidak mengetahui menderita katarak, 11,6% karena tidak mampu membiayai dan8,1% karena takut operasi.

Cataract Surgical Rate (CSR) adalah angka operasi katarak per satu juta populasi per tahun, sedangkan Cataract Surgical Coverage (CSC) adalah jumlah orang yang mengalami katarak di kedua mata yang mendapatkan operasi katarak baik di satu atau kedua matanya. Angka CSC dapat diketahui dari survei RAAB, karena perangkat lunak yang digunakan telah memuat pula perhitungan CSC. Sedangkan angka CSR harus dihitung melalui pengumpulan data jumlah operasi katarak yang telah dilakukan per tahun di suatu daerah/negara lalu dibagi per satu juta populasi.

International Center of Eye Health melaporkan dalam Journal Community Eye Health tahun 2000 bahwa negara-negara maju mempunyi angka CSR 4000-6000 dan pada tingkat ini sangat jarang ditemukan orang buta katarak yang tidak dioperasi.9 Angka CSR<500 mendapatkan warna merah pada peta kebutaan Vision 2020 WHO, karena dianggap mempunyai angka yang sangat rendah.

Pada tahun 2006 WHO menyebutkan angka CSR Indonesia berkisar 465, namun sampai saat ini belum ada data lagi yang menyebutkan berapa sebenarnya angka CSR Indonesia. Hal ini kemungkinan karena belum adanya sistem pengumpulan data operasi katarak yang baik dan belum ada sistem pelaporan yang baik pula. Perdami pernah menyebutkan pada pertemuan tahunannya tahun 2012 bahwa kemungkinan angka CSR Indonesia berkisar 700-800, namun ini tentunya memerlukan pembuktian data yang baik.

Bila kita mengacu pada indikator CSR, katakan Indonesia mentargetkan CSR 2000,maka diperlukan jumlah operasi katarak untuk populasi Indonesia (estimasi 250 Juta) adalah sebesar 500.000 operasi katarak per tahun. Menurut Perdami estimasi kemampuan operasi katarak oleh dokter-dokter mata di Indonesia pertahunnya berkisar 150.000-180.000. Perhitungan kasar ini menunjukkan bahwa untuk mencapai angka CSR 2000 saja, Indonesia mempunyai back log operasi katarak sebesar 320.000-350.000 per tahunnya. Jumlah ini akan meningkat sesuai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya umur harapan hidup mengingat penderita katarak sebagian besar terjadi pada umur >50 tahun. Perkiraan insidensi katarak (kasus baru katarak) adalah sebesar 0.1% dari jumlah populasi,10 sehingga jumlah kasus baru katarak di Indonesia diperkirakan sebesar 250.000 per tahun.Beban ini makin lama akan semakin besar bila program pemberantasan kebutaan tidak di lakukan secara komprehensif dan terkoordinir secara nasional.

Apabila perhitungan dilakukan menggunakan data RAAB yang telah dilakukan di 3 provinsi di Indonesia (Sulsel, NTB dan sebagian Jawa Barat) maka bila diambil rata-rata prevalensi seluruh kebutaan diatas umur 50 tahun adalah 2,4%, dan bila dikatakan angka ini dapat mewakili Indonesia, didapat angka penduduk yang saat ini mengalami kebutaan katarak sebesar: 60% (estimasi penderita katarak yang buta) dari 2,4% x (15% x 250 juta yaitu estimasi jumlah penduduk >50 tahun) = 534.000.

Kedua perhitungan diatas yaitu berdasarkan target CSR dan berdasarkan prevalensi kebutaan >50 tahun dari survey RAAB di 3 provinsi, maka jelas bahwa kebutaan masih merupakan masalah besar di Indonesia, karena perkiraan kebutaan katarak saja saat ini yang memerlukan tindakan bedah katarak mencapai kurang lebih 500.000 – 534.000 orang. Apabila pada tahun ini dokter-dokter mata mampu melakukan operasi katarak sebesar 200.000 saja, maka back log operasi katarak masih lebih dari 300.000.

Hasil survey RAAB diSulsel dan NTB mendapatkan hambatan terbesar penderita katarak yang tidak dioperasi katarak adalah tidak adanya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mata khususnya katarak (NTB) dan merasa belum memerlukan tindakan operasi katarak (Sulsel). Kedua hambatan ini menunjukkan bahwa belum semua kabupaten/kota mempunyai layanan kesehatan mata khususnya bedah katarak terutama pada daerah yang lokasinya jauh, dan kesadaran masyarakat yang masih kurang untuk kualitas kehidupannya dari segi penglihatan.

Situasi Tenaga dan Sarana Kesehatan terkait Kesehatan Mata

Penanganan gangguan penglihatan membutuhkan tenaga dokter spesialis mata. Sampai dengan Desember 2013, jumlah dokter spesialis mata yang terdaftar di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) adalah sebanyak 1.455 orang. Jumlah dokter spesialis mata yang terdaftar di Pengurus Pusat Perdami adalah sebanyak 1.522 orang dan residen mata sebanyak 612 orang. Dengan demikian secara nasional1 orang dokter spesialis mata rata-rata melayani lebih dari 160.000 penduduk. Masih sangat jauh dibandingkan standar WHO, yaitu idealnya adalah 1:20.000. Persebaran spesialis mata juga belum merata, diharapkan setiap kabupaten/kota setidaknya terdapat seorang dokter spesialis mata untuk memudahkan akses masyarakat. Namun jika dilihat jumlah dokter dan jumlah kabupaten/kota di masing-masing provinsi terlihat ada provinsi yang jumlah dokter spesialis mata kurang dari jumlah kabupaten/kotadan sebaliknya terdapat provinsi yang memiliki dokter spesialis mata yang banyak.

PROVINSI

KEBUTAAN (%)

PENDUDUK

> 5 TH

ABSOLUT KEBUTAAN

DOKTER SpM

Rasio SpM per Penduduk

Rasio SpM Per Kasus

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun