Mohon tunggu...
djarot tri wardhono
djarot tri wardhono Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis apa saja, berbagi dan ikut perbaiki negeri

Bercita dapat memberi tambahan warna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kelu - Ngeterke Lungamu

30 Juni 2020   07:17 Diperbarui: 30 Juni 2020   07:29 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Janji Lungo Mung Sedelo/ Jare Sewulan Ra Ono/ Pamitmu Naliko Semono/ Ning Stasiun Balapan Solo

Alunan sedih mendayu. Rasa kangen melintas pada suatu masa ketika ada rindu. Bak batu bebani kalbu. Lagu diputar kembali saat mengenang kepergian Didi Kempot, sang pencipta tembang ini di Kafetaria, tempat kita pertama bertemu. 

Bak memutar waktu hampir sepuluh tahun yang lalu, saat kita ketemu terakhir di stasiun itu. Karena proyekmu, kamu sering datang ke kota batik ini. 

Pekerjaanmu membuat rajutan hati. Setahun kerjamu, buat hatiku tertambat dan hubungan kita kian lekat. Di Balapan, kamu berjanji untuk kembali, karna kerjamu masih belum paripurna.

“Tunggu aku, mas,” katamu, “aku ke Jakarta sebentar, kantor memanggilku. Aku pasti merindumu, masku,” kata terakhir yang kau ucap sebelum kereta itu berangkat. 

Perlahan Kereta Argo Lawu melaju, berjalan menuju semburat senja merah memudar. Oranye seakan ditelan hitam gelap malam. Warna senja sore itu, lain dari biasanya. Guratan indah sekaligus sendu. 

Hatiku resah dengan pergimu tapi kuhalau itu. Di saat kehadiranmu memberikan arti bagi hidupku. “Bagai rembulan sebelum fajar tiba, kau selalu ada walau tersimpan di relung hati terdalam’, hiburku atas resahku, “ku melintas pada suatu masa ketika ku menemukan cinta.”

***

Di Stasiun Balapan ini mengingatkan pada saat kita bertemu pertama kali. Satu jam, perjalanan di kereta api prameks. Stasiun Lempuyangan, aku mulai perjalanan. Tak lama berjalan, di stasiun berikut, kulihat kamu naik kereta. Membawa kopor biru keungu, itu yang membedakan dengan pelaju lain.

Dan saat di gerbong itu, kamu berbando abu-abu dengan rok biru tua. Ku bertemu pandang setelah tak lama kutatap kamu. Meski tak begitu jauh, tetapi kepadatan menghalangiku tuk membuka pembicaraan. 

Dibasahi peluh dan keringat, perjalanan yang sesak ini akhirnya sampai pada tujuanku. Pertama yang kukejar adalah kafetaria tempat minuman dingin dijajakan, karena terasa kering kerongkonganku didesak oleh penuh sesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun