Sebagai contoh, kita sebagai pengangguran dapat dijadikan objek perbandingan dengan anak tetangga, dan ini dapat membangun kerukunan bertetangga yang leih baik.
"Lihat tuh, sih anu kerja kantoran, gajinya jelas. Kamu ngapain setiap hari nulis terus, tetapi nggak menghasilkan."
Mirip ucapan seseorang, ya? Hahaha.
Padahal, pengangguran juga dapat berpartisipasi banyak hal lho, mulai dari gotong-royong, menghadiri undangan RT sampai jadi panitia hajat pernikahan.
Lanjut ketiga, dari segi sosial dan budaya, kehidupan manusia memang tidak lepas dari aspek sosial dan budaya. Pengangguran dapat menjadi bagian dari kultur negara karena berhubungan erat dengan tradisi.
Sudah jadi rahasia umum, melamar pekerjaan itu memang sulit. Apalagi rival sesama pelamar punya bekingan "orang dalam". Tradisi ini yang mungkin membuat banyaknya angka pengangguran di Indonesia.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia per Agustus 2022 sebesar 5,86% atau 8,42 juta orang. Angka itu justru lebih besar dari subscriber Youtube Presiden Joko Widodo yang hanya 3,16 juta.
Tetapi mau bagaimana jika masuk perguruan tinggi saja harus memberi uang setoran ke rektor. Kasus dugaan suap mantan Rektor Universitas Lampung memang bukan berita baru sih, namun bukankah ini menjadi cerminan tradisi yang menyesatkan?
Terlepas dari gurauan di atas, sepertinya saya harus membuat pernyatan bahwa,"Saya pengangguran dan saya bangga."
Karena begini, profesi pengangguran sebenarnya memiliki keunikan tersendiri yang memerlukan skill dan kemampuan tertentu.
Dalam beberapa kasus, pengangguran juga dapat menjadi profesi yang dibutuhkan skill dan kemampuan, seperti harus bangun pagi, cakap membersihkan rumah, dan terlatih melakukan kegiatan pertukangan.