Mohon tunggu...
saeful anwar almaqtul
saeful anwar almaqtul Mohon Tunggu... nongkrong -

seseorang yang menghabiskan sisa hidupnya di kamar berukuran 3x3 meter. sering ditemani oleh caffein dan nikotin, dan setumpuk traktat bisu dan berdebu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ber [Iman] kepada Jilbab

18 Desember 2015   13:55 Diperbarui: 18 Desember 2015   14:46 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Melalui media massa, kapitalisme menyebarkan pemahaman kepada masyarakat bahwa dengan berjilbab pun seseorang masih bisa bergaya dan tidak keluar dari batas hukum agama. Melalui iklan “sudahkah berhijab dengan benar?” maka di tampilkanlah seorang Model dengan berpakaian lengkap dengan aksesorisnya sebagai mana artis yang glamour. Memakai kacamata hitam meskipun cuaca mendung, memperlihatkan lekuk tubuh, memakai aksesoris lengkap, dan hobinya shoping. Dalam ilustrasi tersebut memperlihatkan gaya hidup mewah atau boros.

Menurut Marx, komoditas terjadi dari adanya jangkauan kebutuhan yang luas, baik fisik maupun cultural dan penggunaannya dapat dijabarkan melalui berbagai cara komoditas bisa muncul dari berbagai macam kebutuhan sosial tersebut termasuk di dalamnya kepuasan jasmani sampai pemenuhan status dalam masyarkat. Jadi, nilai pakai tidak hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan untuk bertahan hidup, tetapi lebih meluas sampai kepenggunaan yang di dasarkan pada kebutuhan sosial.[14]

Sehingga komodifikasi mengacu pada proses mengubah nilai pakai menjadi nilai tukar dan beragam cara bagaimana proses ini kemudian diperluas kedalam bidang sosial dari produk komunikasi, audien, dan tenaga kerja yang selama ini mendapat sedikit perhatian. Proses komodifikasi ini menggambarkan cara kapitalisme membawa modalnya melalui perubahan nilai pakai menjadi nilai tukar.[15]

Iman pada akhirnya bergeser dari cara ber-jilbab seseorang, yang awalnya kepasrahan dan ketertundukan pada ajaran agama, menjadi sifat ingin dipuji dengan menonjolkan aspek materi yang melekat pada subjek (aksesoris). Atau subjek berusaha secara sadar mempertontonkan pada publik, kemudian masyarakat ramai-ramai menirunya (mimesis). Pembentukan identitas pun dikukuhkan oleh seseorang yang mengikuti gaya tertentu. Tentunya dengan menggunakan merek pakaian tertentu, serta dipasangi asesoris-asesoris yang mampu mengukuhkan siapa dirinya.

Mengutip dari pendapat Baudrillard bahwa, dalam era konsumsi, gejala sosial yang signifikan adalah makin umum dan meluasnya penataan ulang (reorganisasi) aneka macam kebutuhan dari levelnya yang mendasar menjadi sebuah sistem tanda. Sistem tanda ini sudah menjadi cara atau moda yang spesifik dalam transisi dari alam ke budaya (from nature to culture) di era ini.[16] masyarakat konsumen adalah masyarakat yang berusaha mengafirmasi, meneguhkan identitas dan perbedaannya, serta mengalami kenikmatan melalui tindakan membeli dan mengkonsumsi tanda bersama.

Perempuan dari berbagai kelas beramai-ramai tampil modis dengan memakai segala macam aksesoris, sambil berjalan lenggak-lenggok  mempertonton-kan lekukan tubuh dan menenteng tas belanjaan. Para aktivis feminis beranggapan bahwa praktik jilbab adalah simbol kemunduran perempuan Islam. Sebab maknanya sudak bergeser .[]

 

[2] Satu-satunya ayat al-Qur’an yang secara ekplisit menggunakan istilah jilbab adalah QS. Al-Ahzab: 59

[3] Chrish Barker, Cultural Studies, (Jogjakarta: Bentang, 2005), hlm. 14.

[4] Teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan definisi sosial. Dalam teori fakta sosial, standar yang eksislah yang penting. Manusia adalah produk dari masyarakat. Tindakan dan persepsi manusia ditentukan oleh struktur yang ada dalam masyarakat. Intitusionalisasi, norma, struktur, dan lembaga sosial menentukan individu manusia. Teori definisi sosial, manusialah yang membentuk masyarakat. Manusia digambarkan sebagai entitas yang otonom, melakukan pemaknaan dan membentuk masyarakat. Manusia yang membentuk realitas, menyusun norma dan institusi yang ada. Teori konstruksi sosial berada diantara keduannya. Lihat, Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: Rajawali, 1984), hlm. 308-310.

[5] Fadwa  El  Guindi,  “Hijab,”  dalam  Ensiklopedi  Oxford:  Dunia  Islam  Modern,  Jilid  2,  Cet.  ke-1, (Bandung: Mizan, 2001), 154.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun