Mohon tunggu...
Dayyanah Husnah
Dayyanah Husnah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perputaran Ekonomi Ibu Kota Lama dan Baru

8 September 2019   11:08 Diperbarui: 16 November 2019   19:50 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara kita, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbesar dan terluas di dunia dengan bentuk pemerintahan republik atau lebih akrab dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Dari ujung barat Provinsi Aceh hingga ujung timur Provinsi Papua, Indonesia yang begitu luas dengan 17 ribu lebih pulau di dalamnya menganut sistem pemerintahan desentralisasi yang memiliki tujuan agar pengawasan pengembangan tiap daerah dapat terlaksana sesuai dengan kriteria masing-masing daerah. 

Walaupun menganut sistem desentralisasi, puncak tertinggi sistem pemerintahan tetaplah dipegang oleh presiden yang bertugas sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia.

Tempat administratif presiden berpusat di ibu kota Indonesia yakni tepatnya di Istana Negara, Jakarta Pusat. Adapun istana kepresidenan tak hanya terletak di ibu kota saja melainkan juga ada di kota lain, seperti Istana Merdeka di Jakarta Pusat, Istana Bogor di Bogor Provinsi Jawa Barat, Istana Cipanas di Cipanas Provinsi Jawa Barat, Istana Tampaksiring di Gianyar Provinsi Bali, dan Istana Gedung Agung di Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berbicara soal ibu kota negara Indonesia, faktanya status Jakarta sebagai ibu kota negara merupakan Ibu Kota Negara Republik Indonesia yang ke-5. 

Hal ini dikarenakan pergantian ibu kota negara yang dilakukan sebanyak empat kali dalam periode masa orde lama.Ibu Kota Negara Indonesia yang pertama yaitu Batavia (saat ini berubah nama menjadi Jakarta) yang pada tahun 1946 dipindahkan ke Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Kemudian pemindahan kedua terjadi pada tahun 1948 pemindahan ibu kota dari Yogyakarta menuju Bukittinggi, Sumatera Barat. Pemindahan ketiga pada tahun 1949 ibu kota negara dikembalikan menuju Yogyakarta. 

Hingga pada tanggal 28 agustus 1961 Ibu Kota Negara Indonesia kembali lagi menuju Jakarta dan diresmikan dengan de facto maupun de jure (pengakuan hukum) serta ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1961.

Jakarta sebagai ibu kota negara saat ini memegang berbagai fungsi seperti sebagai pusat administratif pemerintahan dan juga sebagai pusat perekonomian di Indonesia. 

Melihat kondisi tersebut, dapat dipastikan bahwa Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia ini menanggung beban yang sangat berat. Beban itu berupa banyaknya penduduk luar Jakarta yang melakukan urbanisasi menuju Jakarta untuk mengadu nasib serta membangun aktivitas hingga Jakarta terus bertambah padat. 

Padatnya Jakarta saat ini juga selaras jalannya dengan fakta bahwa persaingan ketat terjadi pada harga barang dan jasa yang tinggi. Sehingga tak ayal jika di Ibu Kota banyak terdapat kemiskinan yang merupakan dampak dari persaingan dan UMR (Upah Minimum Regional) Jakarta yang dibawah rata-rata.

Untuk menindaklanjuti masalah besar yang telah terjadi, Pemerintah Indonesia mencari jalan keluar permasalahan hingga akhirnya mengeluarkan keputusan bahwa ada baiknya jika ibu kota negara dipindahkan (lagi). 

Pemerintah atau presiden beralibi bahwa pemindahan ibu kota negara dilakukan agar beban Jakarta setidaknya sedikit berkurang karena Jakarta sendiri sudah overpopulasi atau kelebihan populasi penduduk yang tinggal di sana, yakni sekitar 150 juta jiwa penduduk dari total penduduk Indonesia sekitar 270 juta jiwa penduduk pada tahun 2018. 

Pemindahan ibu kota juga dilakukan agar terjadi pemerataan ekonomi di Indonesia, tidak hanya di Jakarta saja, karena Jakarta saat ini merupakan pusat  ekonomi merangkap sebagai kota bisnis  dengan kontribusi ekonomi sekitar 58% atau dapat dikatakan lebih dari setengah ekonomi Indonesia.

Dalam sidang antara DPD, DPRD, dan para menteri disebutkan bahwa rencana pada tahun 2020 akan merealisasikan pengurangan ketimpangan ekonomi tiap-tiap dan antar wilayah di Indonesia. 

Pemindahan ibu kota negara juga dilakukan untuk membangun pertumbuhan ekonomi terutama di lur pulau Jawa serta agar ekonomi di Indonesia tidak timpang dan merata. 

Untuk mewujudkan konsep pemerataan ekonomi tersebut, maka dipilihlah daerah di luar pulau Jawa dengan berbagai pertimbangan sehingga terpilih Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur.

Konsep yang digunakan untuk ibu kota negara yang baru yaitu Modern, Smart, and Green City dengan mengusung penggunaan energi terbarukan dan bukan menggunakan energi fosil. Adapun ekonomi yang akan dikembangkan yaitu dalam bidang pertambangan dan perkebunan mengingat Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas.

Lalu bagaimana dengan soal pendanaan untuk proses pemindahan ibu kota baru? Seberapa banyak kah?

Dana yang dibutuhkan untuk pemindahan ibu kota terdapat dua skenario. Skenario pertama yaitu sebanyak 466 Triliun Rupiah atau sekitar 32,9 Million US Dollar, kemudian yang kedua yaitu 323 Triliun Rupiah atau 22,8 Million US Dollar. 

Perbedaan antara dua skenario tersebut adalah terletak pada apakah Pegawai Negeri Sipil atau PNS juga turut berpindah seluruhnya atau hanya sebagian saja. 

Dana tersebut diestimasikan biayanya dan digunakan untuk pembangunan infrastruktur: infrastruktur utama seperti bangunan gedung eksekutif, legislatif, dan yudikatif, infrastruktur pendukung seperti Rumah Dinas, fasilitas penunjang seperti sarana dan prasarana, serta juga untuk pengadaan lahan. Rincian dananya dapat diskemakan sebagai berikut:

Jenis Pembangunan

Skenario I

Skenario II

Infrastruktur Utama

32,7 Triliun

20 Triliun

Infrastruktur Pendukung

265,1 Triliun

182,2 Triliun

Infrastruktur Penunjang

160 Triliun

114,8 Triliun

Pengadaan Lahan

8 Triliun

6 Triliun

TOTAL

466 Triliun

323 Triliun

Dana untuk pemindahan tersebut berasal dari RPJM Nasional (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2020-2024 hanya sebesar 83 Triliun Rupiah saja. 

Lalu bagaimana dengan sisa kebutuhan dana yang ada? Berdasarkan informasi menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas penyempurnaan dana akan menggunakan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), BUMN (Badan Usaha Milik Negara), KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha), dan bahkan juga dari pihak swasta.

Akan tetapi, sumber keseluruhan tersebut tidaklah mencukupi target dana yang dibutuhkan. Untuk menutupi kebutuhan dana dari anggaran, pemerintah menggunakan sistem "Jual Aset". 

Jual aset yang dimaksud ialah menjalin kerjasama negara sebagai vendor aset dengan pihak pembeli berupa swasta dan sebagainya. Kerjasama tersebut berupa kesepakatan, sewa gedung, jual gedung, joint venture (perusahaan patungan), atau bahkan sewa (dan ikut kontribusi). 

Adapun jenis aset yang akan digunakan ialah Gedung Menteri, Gedung Medan Merdeka, SCBD (Sudirman Central Bussiness District), dan sebagainya.

Disamping itu, Jakarta juga direncanakan perbaikannya dan dana yang diperkirakan untuk memenuhi kebutuhan biaya perbaikan Jakarta yaitu sekitar 571 Triliun Rupiah. Lalu mengapa dana untuk perbaikan Jakarta justru lebih banyak dibandingkan dana untuk perpindahan ibu kota? 

Logikanya, biaya untuk perbaikan cenderung lebih besar dibandingkan untuk membuat suatu hal yang baru. Anggaran perbaikan Jakarta rencananya akan digunakan untuk perbaikan infrastruktur dasar yang ada, seperti pembenahan sistem transportasi, pengendalian banjir, penyediaan perumahan, penyediaan pasokan dan sistem air bersih, serta pemerbaikan sistem air limbah. Sehingga target pada tahun 2030 diharapkan Jakarta serta sistem didalamnya menjadi lebih baik daripada kondisi saat ini.

Dalam rencana perpindahan ibu kota menuju Kalimantan Timur (Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara) ini diharapkan dapat menimbulkan efek berupa:

Menambah PDB atau Produk Domestik Bruto Nasional Sebanyak 6,1%

Hal ini diiringi oleh fakta bahwa PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) di daerah Kalimantan, teutama Kalimantan Timur, merupakan PDRB tertinggi di Indonesia dibandingkan daerah yang lainnya, yaiut sekitar lebih dari 100 juta rupiah. 

Adapun hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan PDB yaitu dengan cara menggunakan Sumber Daya Potensial yang belum termanfaatkan dengan baik.

Menurunkan Kesenjangan Kelompok Pendapatan 

Perpindahan ibu kota negara tentunya berdampak pada perkembangan ibu kota itu sendiri dan daerah di sekitarnya. Walaupun PDRB di Kalimantan merupakan yang tertinggi di Indonesia, sumber daya yang ada di dalamnya tidak terkelola dengan baik. 

Tujuan pengelolaan sumber daya tersebut diharapkan dapat membantu memberikan pekerjaan terutama terhadap penduduk lokal.            

Dibalik itu semua, tentunya perpindahan ibu kota menuju Kalimantan telah diperkirakan dan dipikirkan secara matang dan menimbang dampaknya yang guna untuk keberlanjutan serta kesejahteraan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun