Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Konsultan - Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kejutan yang Menyenangkan

12 Juli 2024   09:18 Diperbarui: 13 Juli 2024   08:50 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika musim semi belum datang, kita harus pergi mencarinya.

Gres, teman yang ikut mengorganisir klub baca mengirimkan pesan pada saya persis setelah kegiatannya berakhir. 

"Kak, kita harus buat lagi bulan depan"

Pesan ini langsung saya tanggapi, termasuk menyatakan takjub pada responnya. 

Ternyata setelah ngobrol sebentar, tahulah bahwa kegiatan yang berlangsung itu begitu berkesan. 

Mengapa begitu? Sebelumnya kami mencoba membuat klub baca dengan mengajak mereka yang datang untuk membaca buku masing-masing, lalu saling menceritakannya. Hal ini tentu mampu menarik orang-orang datang, walau rasanya ada yang kurang. Kedalaman.

Mungkin itu juga yang dirasakan oleh Gres, seperti yang saya rasakan. Hal itu yang membuat kami coba ganti pendekatannya, dengan memilih sebuah buku yang nantinya dibaca terlebih dahulu sebelum kegiatan dan pertemuan tersebut menjadi sebuah ruang diskusi tentang bacaan yang terlebih dulu dibaca.

Mengapa membaca terlebih dahulu jadi penting?

"Aduh, saya itu tidak suka baca. Tapi kok ceritanya bagus ya? Jadi saya teruskan baca dan mau baca kisah lainnya," ucap seorang kawan yang ikut serta pada kegiatan klub baca, yang mendiskusikan buku "Legenda Planet Kejutan" karya Tajima Shinji. 

Ketika mesti ikut kegiatan, dan tidak kosong-kosong istilahnya, mau tidak mau kami harus membaca. Membaca dan berdialog dengan teks, serta mencoba menghubungkannya dengan yang dialami. 

Dapat hal baru! Membaca terlebih dahulu membuat teman-teman lebih siap saat berdiskusi. Terbukti ketika saat pertemuan, pengenalan penulis dan sejarah kepenulisannya telah selesai kami bagikan, begitu ada pertanyaan pemantik langsung saja beberapa teman mau ikut cerita. Wah! Hal ini juga menguatkan saya bahwa membaca, dan memahami yang dibaca akan berguna betul bagi pemikiran kita.

Karena sudah membaca terlebih dahulu, ruang diskusinya pun menjadi berwarna. Ada seorang teman membagikan pengalaman membacanya. 

Misalnya, "Awalnya saya tidak suka baca juga, saya hanya baca cerita pertama. Kok bagus ya. Struggle pemimpin dalam mengambil keputusan yang nantinya berhubungan dengan banyak pihak lainnya. Kalau salah ambil keputusan, maka kawanannya akan mati. Walau akhirnya endingnya ia mati, tetapi kawanannya selamat."

Seorang rekan lainnya menimpali, ia begitu hanyut pada kalimat-kalimat indah cerita "Dari Mana Datangnya Musim Semi" misalnya "jatuh ke tanah yang dahaga", "debu tanah kering yang menari-nari di tiup angin".

Dia tak menyangka, semula mengira ceritanya akan lucu karena ada keluarga yang mau mencoba jamur ketawa beracun. Menduga kisahnya akan penuh kekonyolan, ternyata makin kemari semakin ke sana ceritanya. Sebuah akhir cerita yang sedih. Keluarga yang memilih mati dengan bahagia, yang menyakitkan. 

"Dan paling berkesan waktu Dankichi hampir ambil keputusan seperti keluarga manusia. Binatang saja tidak mau jadi seperti manusia, tidak mau sejahat manusia.  Juga peran anak muda begitu penting. Ini masih ada harapan, harus ada yang berani ambil langkah. Jangan diam menunggu berkat itu datang, tetapi harus dijemput."

Cerita-cerita dalam kisah "Legenda Planet Kejutan" ditulis oleh Tajima Shinja, yang lahir dua tahun setelah peristiwa pemboman Hiroshima dan Nagasaki. Lahir tahun 1947 di Hiroshima, Jepang. 

Setelah menekuni filsafat dan hukum internasional di Tokyo, ia berkunjung dan melakukan studi ke lebih dari sepuluh negara, termasuk India, Bangladesh, Yunani dan Jerman Barat. Dia memprakarsai suatu gerakan yang menangani pengiriman buku ke negara-negara dunia ketiga. 

Saat bergabung dengan Asian Cultural Centre for Uncesco (ACCU), Tokyo pada tahun 1977, dia terlibat aktif dalam program penerbitan bersama untuk anak-anak, dan program pemberantasan buta huruf rakyat pedesaan di Asia dan Pasifik.

Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1988. Pada tahun 1991, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Toety Maklis, dan diterbitkan oleh KPBA (Kelompok Penerbit Bacaan Anak) sebuah organisasi yang didirikan oleh Dr. Murti Bunanta, seorang ahli sastra anak di Indonesia. Buku yang terdiri dari 133 halaman memuat lima cerita, Konkichi Rumahbukit, Seseorang, Legenda Planet Kejutan, Dinosaurus Padang Pasir, dan Dari Mana Datangnya Musim Semi?

Penulis cerita, Tajima Shinji, dan penerjemah Toety Maklis, yang juga seorang penulis cerita anak, berhasil menyajikan cerita-cerita ini dengan penuh kehangatan dan keceriaan, menjadikannya bacaan yang sangat berkesan. 

Seperti pengakuan salah seorang teman yang ikut serta dalam diskusinya "Saya menangis ketika selesai membaca kisah Konkichi, sedih sekali apa yang ia lakukan pada orang tuanya".

Pada sebuah cerita, persoalan esensi manusia diangkat dengan cerdik melalui tokoh-tokoh binatang yang bertingkah laku seperti manusia. 

Melalui analogi ini, cerita menyampaikan bahwa manusia, pada dasarnya, memiliki naluri kebinatangan yang dapat menguasai dirinya. Naluri ini dapat menyebabkan manusia kehilangan esensi kemanusiaannya. 

Konkichi, salah satu tokoh dalam cerita, adalah contoh sempurna dari fenomena ini. Ia digambarkan sebagai makhluk yang begitu rakus, hingga kerakusannya mengikis esensi kemanusiaan yang seharusnya ia miliki saat sudah jadi manusia. Rakusnya Konkichi menjadi cerminan dari sisi gelap manusia yang bisa muncul jika tidak dikendalikan.

Di lain kisah, Dankichi selalu menggunakan akal budi dalam bertindak. Anak-anak adalah harapan masa depan. Ia menghadapi pilihan sulit: memilih kawanannya mati perlahan karena kesakitan atau mati secara cepat bersama-sama. 

Bagi beberapa orang, menjemput harapan terasa seperti perjalanan yang tak berujung. Bagi yang lainnya, kehilangan harapan berarti kehilangan makna hidup. Melalui suara anak, yang membawa harapan, kisah Dankichi mengajarkan bahwa harapan itu perlu diperjuangkan, diusahakan.

Secara umum, teman-teman mendiskusikan kisah-kisah dalam buku ini dengan antusias, tak terasa menit demi menit berlalu. 

"Menurut saya, hal yang menarik dari pertemuannya ada ide atau gagasan yang diberikan setiap individu. Saya banyak belajar dari pertemuan tadi walaupun hanya 45menit tapi sangat bermakna," ungkap seorang kawan.

Mendengar teman-teman saling berbagi, membuat saya senang sekaligus jadi teringat pesan Gres tadi. 

"Kak, kita harus buat lagi bulan depan"- jika buat lagi bulan depan, teman mau ikut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun