Contoh lain, misalnya buku yang diterbitkan Universitas Papua “Fabel Suku Irires”, atau misalnya buku-buku bacaan yang dibuat oleh Summer Institute of Linguistics (SIL) Jayapura yang bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Di satu sisi buku-buku seperti ini membantu para pembaca dengan buku bacaan kontekstual, serta menjadi program yang baik oleh pemerintah.
Tetapi bagi mereka, di luar program tersebut yang ingin mencari dan membeli buku ini karena ingin membacanya, akan menemui kesulitan. Sebab buku ini tidak dijual bebas di toko buku, karena sifatnya terbatas hanya untuk program, dan biasanya program seperti ini sudah bekerja sama dengan sekolah-sekolah di daerah tertentu di Papua yang menjadi target sasaran program tersebut.
Meski begitu, secara perlahan akhirnya bisa terkumpul juga satu demi satu koleksi bacaan anak berlatar Papua. Saya pun menjadi pembaca buku-buku anak berlatar Papua. Hingga suatu ketika saat membaca, saya terkejut melihat penggambaran rumah honai di pinggir pantai pada buku anak berlatar Papua yang diterbitkan penerbit besar di Indonesia.
Akurasi budaya
Saya menemukan, masih ada banyak buku bacaan anak yang menggambarkan bahwa rumah tradisional atau yang merupakan representasi Papua, adalah honai. Hal itu dapat kita baca pada beberapa buku, misal “Masarasenani dan Matahari (Grasindo, 2015)”, “Telaga Werabur (Balai Pustaka, 2017)”, “Asal Mula Nama Irian (Balai Pustaka, 2017)”, “Cendrawasih Burung Cantik dari Bumi Papua (Wanamedia, 2018),” juga “Bunga dan Burung Cenderawasih (Mizan, 2019).”
Seperti kita ketahui, menyitir buku “Papua Dalam Arus Sejarah Bangsa (Kemdikbud, 2019)” di Papua terdapat 257 suku bangsa. Semua suku bangsa tersebut dikelompokkan menjadi tujuh wilayah adat. Lima wilayah adat dengan nama Mamta, Saereri, Anim Ha, La Pago dan Mee Pago, berada pada provinsi Papua.
Sedangkan dua wilayah adat lainnya, Bomberai dan Domberai, berada pada Provinsi Papua Barat. Selain itu, jika kita lihat berdasarkan ekologi, maka di Papua terdapat empat zona ekologi utama yang akan membuat pandangan kita menjadi lebih luas, saat melihat Papua.
Zona ekologi tersebut adalah zona ekologi rawa (swampy areas), serta daerah pantai dan muara sungai (coastal and reverine areas). Kedua, adalah dataran pantai (coastal lowland areas), ketiga adalah kaki gunung serta lembah-lembah kecil (foothills and small valleys), dan keempat adalah pegunungan tinggi (highlands).
Ini membuat orang Papua yang tinggal dalam ekologi berbeda tersebut, akan menyesuaikan kehidupannya dengan tantangan alamnya.