Prisilya Prety Ruhukail : Berdialog dengan Buku.
"Saya suka membaca sejak kecil. Buku pertama yang saya baca adalah Seri Tokoh Dunia Albert Schweitzer"ungkap Prisil, biasa ia dipanggil. Buku tersebut berkesan baginya, sebab menginspirasinya untuk selalu berbagi.
Walau kesenangan membaca menurutnya tak dipengaruhi oleh siapapun melainkan buku itu sendiri. Tetapi ada peran orang tua yang menyiapkan akses bacaan padanya di rumah.
Jika menyitir konsep dari Miller dan McKenna (2016) dalam buku World Literacy : How countries rank and why it matters. Ada empat faktor yang bisa memengaruhi aktivitas literasi, yaitu soal ketersediaan akses dan budaya sebagai sebuah bentuk kebiasaan yang turut membentuk habitus literasi.
Orang tua mendukung kegemaran membacanya dengan mulai berlangganan majalah Bobo bahkan sampai ketika ia di SMP kelas 2. Dirinya selalu deg-degan menunggu majalah baru. "Ketika akhirnya datang, hal pertama yang akan saya lakukan adalah menghirup aroma majalah terlebih dahulu, haha!" jelas Prisil.
Buku-buku memang memiliki aroma yang khas percampuran dari senyawa kimia pembentuk kertas, dan itu disebut dengan bibliosmia. Sebuah kata yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti "aroma buku."
Pengalaman membaui buku dan menikmati membacanya merupakan sebuah pengalaman menyenangkan untuk banyak orang, Prisil salah satunya.
Kebiasaan mencium aroma buku masih terus dilakukannya hingga kini, walau beberapa waktu belakangan dapat terganti pengalaman berbeda sebab membaca buku elektronik (e-book). Pada intinya dia merasa tetap dapat membaca buku-buku yang menarik dan ingin terus memaknai buku-buku dalam kepribadiannya.
Di tengah kesibukan sebagai tenaga pengajar di salah satu perguruan tinggi swasta di Sorong, saat ini dirinya sedang membaca buku yang ditulis oleh Viktor Frankl dengan Judul "Man Search For Meaning". "Buku ini salah satu buku terbaik sejauh ini yang saya sedang baca. Buku yang mengisahkan kehidupan penulisnya dalam kamp konsentrasi Nazi" lanjut Prisil.
Viktor Frankl segera saja mengingatkan saya pada kelas pelatihan beberapa tahun yang lalu saya ikuti. Kami diputarkan sebuah video singkat tentang seorang tokoh bernama Victor Frankl dan bagaimana pandangan hidup tokoh ini yang membuatnya bisa bertahan dari begitu banyak tantangan dalam hidupnya, terutama saat dalam kamp konsentrasi.
Filosofinya kemudian menjadi salah satu fondasi penting dalam menceritakan bagian dari sebuah kebiasaan, yang dalam pelatihan yang saya ikuti tersebut dinamakan sebagai kebiasaan menjadi pribadi yang proaktif.
"Everything can be taken from a man but one thing: the last of human freedoms - to choose one's attitude in any given set of circumstances, to choose one's own way." - Viktor E. Frankl. Sungguh, ingatan yang menyegarkan.
Dan benar saja, jika saya bertemu dengan sang tokoh penulis melalui videonya, Prisil berdialog melalui buku, dan menemukan bahwa buku itu menginspirasi akan pencarian makna hidup. Bahwa dalam hidup sebagai manusia yang kita cari bukanlah kesenangan maupun perasaan-perasaan yang sifatnya temporal, melainkan makna hidup, bahkan ketika manusia ada dalam keadaan tersulit sekalipun.
Selain "Man Search for Meaning," ada buku lainnya dirinya suka. Buku dengan judul "Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan," karangan Ihsan Abdul Quddus yang menceritakan tentang hidup seorang wanita karir, ambisi serta cinta.
"Buku ini menjadi kesukaan saya karena tokoh utama perempuan dalam buku ini adalah sosok perempuan yang  cerdas, tangguh dan memiliki keinginan yang kuat, terlepas dari kehidupan pribadinya yang seperti roller coaster" ungkap Prisil.
Dari buku ini ia belajar bahwa kecerdasan dan ambisi mungkin akan menuntun seseorang ke puncak karir pekerjaan, namun belum tentu kedua hal ini mampu menguatkan seseorang dalam kehidupan pribadi dengan diri sendiri maupun orang lain.
Ia juga merasa bahwa membaca mengubah hidupnya. Misalnya melalui "Seri Tokoh Dunia Albert Schweitzer" yang membekas dan membuatnya terinspirasi, mau berbagi pengalaman, pengetahuan, hal-hal berharga yang bahkan ia rasakan jauh melampaui uang.
Hingga mendorongnya untuk bersemangat untuk mengabdikan diri di tengah masyarakat dengan penuh kerendahan hati, tanpa membawa embel-embel diri yang menunjukkan identitas. Karena yang dilakukan adalah apa yang mereka butuhkan.
Perubahan sudut pandang, juga perilaku kemudian ia rasakan dipengaruhi oleh buku-buku yang ia baca, menyebabkan ada banyak pelajaran yang dia mampu petik.
Bahkan ia juga merasa bahwa yang sedang dibaca mampu mengungkap perasaan-perasaan tertentu yang ia simpan atau hindari.
"Terkadang ini tentang sisi-sisi diri yang kita sembunyikan dari dunia dan orang-orang sekitar kita" begitu jawabnya. Hingga terjadi dialog dengan bacaan, buku seolah berbicara dan mengungkapkan sisi-sisi itu.
Itu sebabnya ia merasa bahwa "buku mampu memberi banyak hal, bahkan bisa jadi membantu melepaskan seseorang dari kesulitan-kesulitan yang saat ini sedang dialami dalam hidup. Karena itu jangan berhenti membaca!" pungkasnya.
*
Tentang Prisiliya Prety Ruhukail
Adalah seorang tenaga pengajar di perguruan tinggi swasta kesehatan di Kota Sorong. Selain membaca, ia juga aktif pada kegiatan sosial masyarakat di berbagai bidang. (Dayu Rifanto)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H