Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Konsultan - Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Karel Sroyer : Nyaris Mengikuti Arus dan Menyerah Pada Nasib

23 Desember 2021   14:24 Diperbarui: 7 Januari 2022   21:22 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Karel Sroyer

Nyaris Mengikuti Arus dan Menyerah Pada Nasib.

Beberapa waktu lalu, Karel Sroyer, anak muda dari Biak yang sedang menempuh kuliah satu tahun melalui program CCI di Jamestown Community College New York. Amerika Serikat, menulis tentang "Budaya Zwartepiet dan Pendidikan Anak di Papua" dan mendapat respon dari banyak pembaca.

Ia rutin menulis dan berefleksi tentang banyak hal di Papua, yang dapat kita baca melalui blognya. Anak muda yang kerap menulis dan menyebarkan gagasannya. Ternyata ia penyuka novel.

Saat di Amerika sedang Winter Break, seperti sekarang ini, ia  meminjam 10 buku di perpustakaan untuk dibaca selama liburan. Beragam buku ada di situ. Mungkin karena minatnya yang cukup luas.

Ada buku entrepreneurship, akuntansi, marketing, podcast, blogging, psikologi dan novel. "Saya pecinta novel" akunya. Itu sebabnya, walau meminjam banyak buku, buku yang sedang ia baca adalah buku novel dengan judul "This is my brain in love."

Membaca novel menghadirkan emosi bahagia, sedih, marah, kecewa, penasaran menjadi satu, dan sangat membantunya dalam berimajinasi. Tentu saja juga jadi mengetahui banyak kosa kata. Tapi di samping novel, ia juga suka membaca buku biografi, karena menurutnya ada banyak pelajaran dari cerita nyata  sang tokoh dalam buku tersebut.

Karel kerap membaca di kamar sampai ketiduran. Dia ingat, waktu SD sampai SMA, ada riitual khusus ketika membaca di mana setelah meminjam buku dari perpustakaan sekolah, ia selalu buru-buru pulang. Segera setelah makan, ia akan mandi, juga gosok gigi lalu mulai membaca di kamar sampai ketiduran.

Ritual ini sering dilakukan biar dia bisa konsentrasi, tidak ada bau badan dan bau mulut. Katanya agar bisa fokus dan konsentrasi membaca sampai buku habis, karena dengan begitu, besok dia akan meminjam buku lagi. Ritual yang menarik, bukan?

Tetapi semenjak dewasa, ia lebih suka membaca sebelum tidur. Atau juga pada saat mood sedang baik, atau saat dalam perjalanan untuk membunuh waktu. Itu sebabnya, selalu saja ada buku yang ia bawa saat jalan-jalan, untuk berjaga-jaga kapan saja bisa dibaca.

"Suatu ketika, Bapa membelikan saya sebuah buku cerita di toko "Pojok Buku Biak," dan tiap malam membacakan buku tersebut" ini membuat saya dan adik tertarik membaca buku. Kami dua sangat antusias, berimajinasi dan rasa penasaran membuat kami berusaha keras harus bisa membaca buku itu.

Apalagi ini didukung oleh Bapa yang suka mengajar kami abjad sehingga kami sudah bisa mengenal abjad dan huruf sebelum masuk SD.

Cerita yang ia masih ingat dari sang Bapa adalah cerita tentang seorang koboi di Amerika dan dia mempunyai sebuah cerutu di kotak. 

Kenangan paling indah ketika kecil adalah ketika bapak mengajak kami, saya dan adik pergi melihat-lihat buku di Toko Pojok Buku Biak dan memutuskan membeli buku untuk dibaca sebelum tidur.

Membaca menurutnya  adalah sebuah pekerjaan yang penting sekali. Kadang kita terjebak di dalam sebuah persepsi yang sempit, tetapi setelah membaca buku, kita akan mengetahui berbagai persepsi dari orang lain, dan dengan buku tersebut dapat mengubah kita. Buku itu seperti cakrawala, buku dapat membuka cakrawala kita untuk melihat masa depan lebih cemerlang.

Ia mengatakan hal tersebut, sebab bercermin dari pengalaman dirinya dulu "Saya dulu itu bingung, tidak tahu mau ke mana, arah saya tidak jelas, cita-cita saya rasanya mengambang.   Tetapi   ketika   membaca   saya   menemukan   bacaan   inspirasi  yakni pengembangan diri dan kepribadian,  sangat membantu saya, untuk bermimpi, saya bermimpi bisa melanjutkan S1 ke Yogyakarta, Bermimpi Bisa tinggal di Bali dan Belanda serta bisa ke Amerika." Ceritanya.

Akhirnya impian itu tercapai. Dan hal itu karena buku.  "Coba kalau dulu saya tidak membaca, mungkin saya seperti orang yang mengikuti arus dan menyerah pada nasib" pungkasnya.  

Tentang Karel Sroyer S.ST. Par

Pernah mengikuti Program Au-Pair di Belanda dan memiliki pengalaman di dunia anak-anak. Saat ini bekerja sebagai staf pengajar mata kuliah Pariwisata di Akademi Pariwisata 45 Jayapura, serta sedang mengambil sertifikat Entrepreneurship di Jamestown Community College New York. Amerika Serikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun