Pembuktian Ghoky Aku Papua : Kita Memaafkan.
Beberapa waktu lalu ada sebuah buku yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Indie atau IndieBookCorner di Yogyakarta dengan judul Ghoky: Aku Papua ditulis oleh Johan Gandegoy.
Hal itu membuat saya ingin sekali berkenalan dengan sang penulis. Beliau menyambut ajakan perkenalan saya, dan kami berdiskusi melalui surat elektronik.
Semoga berkenan dan menikmati obrolan kami.
Halo Pak Johan, boleh cerita dari mana sebenarnya kebiasaan suka membaca dan sekarang menulis buku?
Ayah saya punya banyak koleksi buku tapi semua itu buku Rohani renungan kristen. Beliau berlangganan buku dari Surabaya, tiap bulan. Jadi cukup banyak koleksi buku-buku nya. Dan setiap buku itu pasti dibaca sampai habis, bahkan tiap kalimat / bagian yang ia rasa penting pasti di buat stabilo.
Waktu-waktu membacanya pun sangat konsiten, (pagi -- subuh, siang waktu istirahat kantor beliau akan pulang ke rumah dan membaca), malam setelah makan malam. Dan bila beliau sedang membaca, itu tandanya kami kakak beradik pun harus mulai belajar. Nonton TV hanya diperbolehkan setelah belajar, dan hanya acara-acara tertentu, seperti berita dan film kartun.
Ayah suatu ketia membalikan saya sebuah majalah bobo, dan betapa senang rasanya. Waktu SD, jika punya uang pasti saya sisihkan untuk membeli buku, tetapi kalau trada uang biasanya saya nongkrong di lapak-lapak buku depan emperan Toko Berdikari Manokwari untuk membaca.
Kebiasaan Ayah yang saya lihat kemudian saya tiru, dan itu membuat saya juga suka koleksi buku -- buku, kini ada ratusan buku berjejer di rak buku di rumah.
Lalu mulai menulis sejak kapan?
Sa suka menulis semenjak SMA, kebetulan waktu itu saya ambil jurusan A4 Bahasa di SMA 415 Manokwari. Kalau ada yang berkesan biasanya sa tulis dalam puisi, juga cerita -- cerita pengalaman sa tuangkan dalam buku diari.
Tapi rasanya juga saya tidak begitu konsisten menulis, mungkin karena banyak kesibukan yang lain.
Apakah ada tokoh penulis yang menginspirasi Pak Johan menulis buku ?
Andrea Hirata dan Paulo Coelho saya suka. Untuk Andrea Hirata hampir semua bukunya sudah saya baca, kalau Paulo Coelho baru 2-3 buku, tetapi benar -- benar berkesan.
Ada juga novel berkonteks Papua yang saya sukai semisal Tanah Tabu karya Anindita S Thayf dan Lengking Burung Kasuari karya Nunuk Y Kusmiana, sedangkan penulis fiksi Papua yang saya sukai adalah Aprilia Wayar penulis Novel Mawar Hitam Tanpa Akar dan Dua Perempuan.
Andrea Hirata menulis berdasar kisah pribadi, apakah Novel Ghoky ini juga berdasar cerita pribadi?
Mengisahkan perjalanan seorang anak dari di tepi Teluk Doreri, bernama Ghoky. Ia melalui masa kecil yang amat sukar tetapi juga ada sisi yang menyenangkan. Selayaknya anak-anak, ia tumbuh dengan aktivitas bermain dan kenakalan-kenakalan khas yang membangkitkan perasaan lucu sekaligus menggelikan.
Namun, sedihnya setiap kali kenakalan itu ketahuan oleh orangtuanya terutama sang Ayah, Ghoky akan menerima hukuman yang berat, karena Ayahnya tidak segan memberikan hukuman fisik.
Pengalaman melalui hukuman atau kekerasan fisik dan verbal seperti pukulan, tendangan, dan kata-kata menyakitkan yang menghujaninya itu membuat Ghoky sakit hati dan sempat menyimpan dendam pada Ayahnya.
Ia kerap berpikir jangan-jangan ia bukan anak kandung orangtuanya, sehingga Ayahnya tega melakukan semua kekerasan itu padanya. Ayahnya selalu menghukum Ghoky dan dua saudaranya meskipun hanya salah satu dari mereka yang berbuat salah.
Selepas SMA, Ghoky memberanikan diri merantau ke Jakarta bersama temannya, Topilus. Perantauan itu dilepas dengan tangis dan rasa sesal Ayahnya yang merasa Ghoky memutuskan pergi karena sakit hati. Kenyataannya, Ghoky berangkat merantau karena ia ingin membuktikan pada keluarga, terutama Ayahnya, bahwa ia bisa mencapai sesuatu dalam hidup, tidak seperti yang kerap dikatakan Ayahnya waktu ia masih kecil dulu.
Wah sepertinya menarik sekali, apa tanggapan para pembaca yang sudah membaca bukunya ?
Ada yang bilang inspiratif, membangkitkan kenangan-kenangan masa lalu mereka, ada beberapa diantara pembaca yang mulai senang menulis setelah membaca buku itu.
Selain itu ada yang menyarankan bahwa buku ini cocok dibaca oleh orang tua juga karena buku ini berkisah tentang bagaimana kekerasan dalam mendidik anak akan berpengaruh pada perkembangan sang anak, dan mana cara yang lebih baik sebenarnya.
Beberapa pembaca berterimakasih su buat mereka menangis, tertawa sekaligus terharu mengenang kebaikan dan kasih orang tua sekaligus mengajarkan bahwa kita tidak boleh dendam pada orang tua, melainkan harus memaafkan.
Cara didik perlu dipelajari oleh semua yang menjadi orang tua, terutama demi kebaikan anak -- anaknya
Dan dari tanggapan pembaca ini, memacu saya rasanya. Itu sebab saya mulai terpikirkan menulis buku lagi, di kepala ini sudah muncul ide menulis buku Novel sebatang lilin di pusara ibu.
Dengan tokoh bernama Tanius - kisahnya ada seorang anak dari pedalaman Papua yang belajar dan berjuang meski penuh keterbatasan untuk meraih cita-cita nya. Di dalam nya juga menyinggung tentang kebiasaan perang saudara yang sering terjadi di suku-suku pedalaman
Sudah mau menulis kembali saja Pak, oh iya, waktu menulis Ghoky berapa lama, ada kendala dalam penulisannya kah?
Sambil kerja saya menulis buku ini.
Ingat waktu itu menulis hanya sebagai hobby saja dan untuk melatih diri saya menulis. Awalnya bos saya meminta saya untuk meliput kegiatan-kegiatan dan program-program comdev yang dilakukan Divisi kami agar dimuat dalam Berita kita ( Media komunikasi internal perusahaan) hanya sebagai kontributor .
Tiap pagi biasanya saya datang lebih awal, dan sekitar 10-15 menit saya menulis. Menulis apa saja ide yang muncul dalam kepala. Jika belum ada ide, biasanya saya menulis pengalaman waktu dalam perjalanan ke kantor, percakapan-percakapan ringan yang saya dengar waktu dalam kendaraan / angkot tadi, atau menikmati alam dimana saya lalui.
Sampai akhirnya suatu saat, tulisan saya nyerempet ke pengalaman masa lalu. Maka saya mencoba untuk menulis semua kenangan yang bisa saya ingat dari dalam sumur ingatan saya.
Karena kesibukan kerja waktu itu yang semakin banyak, maka kadang saya berhenti menulis, dan bila ada waktu luang saya kembali menulis. Dan biasanya kalo lagi pusing dengan rutinitas kerjaan, saya akan menulis lagi. Tapi kadang bukan lanjutin ceritera ini tapi waktu ide baru muncul saya tulis .
Terkadang saya membaca kembali dan berpikir tulisan saya ngak penting, tidak bagus..maka saya berhenti. Lalu fokus pada ide lain.
Tahun lalu 2016, sebenarnya sudah selesai, tapi saya bingung mau buat akhir ceritanya bagaimana. Saya jadi malas untuk menlanjutkannya... sampai suatu saat bulan april saya berjumpa dengan salah satu rekan kerja saya dahulu yang lagi senang menulis buku namanya pak Aleks Runggeary.
Perkenalan kami memberikan saya semangat baru untuk kembali menulis. Dan pada bulan April -- Mei perusahaan kami mengalami masalah dimana banyak karyawan di rumahkan, suasana tempat kerja seolah-olah kehabisan semangat bekerja. Maka kesempatan itu saya putuskan untuk segera menyelesaikan buku itu. ( tak sampai seminggu) selesai.
Dan saya menghubungi Indie book Yogyakarta. Sebenarnya mencetak buku ini hanya untuk memotivasi diri saya saja. Hehehehe
Saya juga bersyukur sebab istri dan anak -- anak saya sangat support saya untuk menulis, bahkan putri saya yang berusia 7 tahun kadan meminta saya untuk menceritakan kisah dalam buku yang sedang saya tulis, sebelum tidur. Di rumah anak -- anak dan istri memberi ruang bagi saya saat menulis atau membaca.
Jadi sempat down istilahnya ya, ternyata bukunya disukai dan berkesan bagi banyak orang. Ada saran kah buat mereka yang sedang belajar menulis ?
Saran saya, semua orang mempunyai kemampuan untuk menulis. Jangan pernah menyerah. Teruslah menulis. Meski kadang kita merasa bahwa apa yang kita tulis itu mungkin tidak berguna. Konsisten dan focus untuk menyelesaikannya (DayuRifanto)
****
Johan Gandegoay
Kelahiran Manokwari dan lulusan STIEPAR YAPARI Bandung ini menulis novel perdananya yang mengambil latar kisah hidupnya, sekaligus bekerja sebagai Community Relation PTFI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H