Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Konsultan - Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siapakah yang Sebenarnya Pergi ke Teluk Doreri di Manokwari?

3 Desember 2021   07:24 Diperbarui: 2 September 2024   18:09 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dayu Rifanto

Siapa yang Pergi ke Teluk Doreri?

Menggemari buku bacaan anak berlatar Papua, saya lakukan semenjak tahun 2015. Tekun menelusuri, membeli, membaca dan akhirnya mengoleksi buku bacaan anak dengan latar Papua, terus saya geluti sampai sekarang.

Sebenarnya kesenangan ini bukan semata karena saya lahir dan dibesarkan di Papua, tetapi dipicu oleh pergeseran peran menjadi seorang Bapak. Begitu besar rasa ingin tahu pada diri saya, terkait apa saja cerita yang dituliskan pada buku-buku berlatar Papua, dan akan saya ceritakan tiap malam pada anak. Saya ingin anak saya kenal, mengetahui kisah-kisah yang dekat dengan dirinya, dengan kami. Akrab dengan wilayah hidup kami sekeluarga tinggal, di Tanah Papua.

Perjumpaan dengan Papua, beserta realitasnya yang begitu kaya, sekali lagi mengingatkan saya pada pembukaan buku yang ditulis oleh Kristofel Ajoi, berjudul Rae Ati. Sebuah buku tentang praktik wuon dan fenia meroh, sebagai inisiasi yang mendidik orang muda menjadi pria atau wanita dewasa, yang sangat penting keberadaannya pada suku Meyah, Mare dan Aifat.

Kris, sang penulis, mengutip pernyataan dari Pater Frans Lieshout, OFM. berikut"Ketika orang datang ke Tanah Papua beberapa hari, dia pulang menuliskan opini; ketika orang datang ke tanah ini beberapa minggu, dia kembali menuliskan artikel; ketika orang datang untuk beberapa bulan, dia pulang menuliskan buku; dan ketika orang datang ke Papua untuk tinggal menetap dan hidup berpuluh-puluh tahun, dia tidak menulis apa-apa! Karena realitasnya begitu kaya".

Buat saya, secara personal pesan ini menjadi semacam pengingat, bahwa bahkan dalam menulis buku anak, jika mengambil latar Papua, maka ia harus ditulis dengan baik, dan akurat. Hal ini membawa saya berjumpa sebuah buku cerita anak yang menggunakan lagu "Apuse" sebagai bangunan cerita yang dibuat.

Buku cerita anak yang terbit tahun 2018 ini, berkisah tentang seorang anak perempuan bernama Bunga, yang tinggal bersama tete dan nene-nya. Pada suatu hari, ia menempuh perjalanan ke Teluk Doreri, Manokwari, karena rasa kangen ingin bertemu dengan ibunya. Dalam perjalanan bertemu dengan ibunya, ia dibantu oleh seekor Cenderawasih.

Sepanjang mengoleksi bacaan anak berlatar Papua, buku bacaan anak dengan tokoh anak perempuan dari Papua, amatlah jarang. Itu sebabnya, buku ini menerobos keterbatasan itu dan menghadirkan tokoh Bunga, sebagai sosok dan representasi utama dari cerita ini. Bunga, anak kecil dalam buku cerita ini suatu hari terlihat murung karena sedih, ia pun bernyanyi lagu "Apuse" yang merupakan lagu dari Biak, dan dalam cerita nyanyian ini membuat seekor Cenderawasih tertarik mendekatinya.

Cenderawasih ini bisa berbicara dan mempunyai kemampuan ajaib. Singkat cerita, Bunga sedih karena ditinggal sang ibu yang pergi ke Teluk Doreri, karena itu Cenderawasih mengulurkan bantuan, ia bersedia menerbangkan Bunga bersamanya mencari sang ibu.

Apuse

Apuse kokon dau ya rabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase

Apuse kokon dau ya rabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase

Arafabye auswarakwar
Arafabye auswarakwar

Dalam buku bacaan anak ini, pengertian lagu "Apuse" diterjemahkan dengan menjadi:

Kakek-Nenek, aku mau pergi ke negeri seberang, Teluk Doreri
Pegang saputangan dan melambaikan tangan

Kakek -- Nenek, aku mau pergi ke negeri seberang, Teluk Doreri
Pegang saputangan dan melambaikan tangan

Kasihan aku, selamat jalan cucuku
Kasihan aku, selamat jalan cucuku

Buku yang merupakan Seri Dongeng Dunia Binatang Nusantara menggunakan format berisi lembar aktivitas pada bagian belakang naskahnya, berisi informasi binatang khas nusantara, yang dalam dalam kisah Bunga, para pembaca cilik akan bertemu dengan Cenderawasih, Mambruk dan Kakaktua Raja.

Misalnya kita akan bertemu dengan sebuah permainan mencari jalan, penyajian peta Indonesia beserta informasi di mana burung Cenderawasih (Cenderawasih Merah) berada, di mana dalam fakta tersebut disampaikan bahwa burung ini hanya ditemukan di dataran rendah di Pulau Waigeo dan Batanta, Kabupaten Raja Ampat, di Papua Barat.

Jika merujuk pada fakta bahwa burung Cenderawasih Merah yang ditemukan terbatas di Waigeo dan Batanta, maka agak susah membayangkan burung ini berada di daerah Manokwari, walau ceritanya rekaan semata. Selain itu kita akan melihat bahwa rumah dari Bunga, dalam ilustrasi buku ini adalah rumah Honai, sebuah rumah yang unik bentuknya seperti jamur.

Dengan bentuk dasar lingkaran dengan rangka kayu berdinding anyaman dengan atap mengerucut yang terbuat dari jerami. Rumah ini dikenal sebagai rumah adat suku Dani yang tinggal di lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Tetapi rumah adat ini tidak hanya ada di lembah Baliem semata, ia juga ada lembah -- lembah dan pegunungan tengah terutama di ketinggian 1.600-1.700 meter di atas permukaan laut.

Bentuk yang unik dari atap rumah honai yang berbentuk kerucut juga memiliki tujuan melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak terkena air hujan, dan mampu meredam hawa dingin. Dan juga yang menarik perlu dicermati juga adalah bentuk noken yang digunakan sang nenek, di akhir cerita lebih menyerupai noken yang dipakai oleh warga di daerah pegunungan Papua atau dataran tinggi dibanding di pesisir atau dataran rendahnya.

Selain itu, pengertian lagu "Apuse" dalam buku ini, membuat bangunan ceritanya dalam buku anak ini menceritakan bahwa sang nenek-lah yang merelakan kepergian sang cucu, dalam hal ini Bunga, pergi ke Teluk Doreri.

Ini menjadi menarik, sebab pada tahun 2012, Ummu Fatimah Ria Lestasi, peneliti dari Balai Bahasa Papua, dalam penelitiannya dengan judul "Unsur-Unsur Didaktis Dalam Syair Lagu Rakyat Papua," mengkaji delapan belas lagu rakyat dengan unsur-unsur yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran. Salah satu lagu yang ikut diteliti adalah lagu "Apuse," tetapi dengan pengertian sedikit berbeda. Mari kita lihat. 

Apuse

Apuse kokondao
Yarabe sorendoreri
Wuf lenso baninema bekipasi
Arafabye auswarakwar
Arafabye auswarakwar

Nenekku yang tercinta
Pergi ke Teluk Doreri
Pegang sapu tangan dan kipaskan
Selamat jalan
Selamat jalan

Dari pengertian dalam kajian ini, kita bisa melihat bahwa yang pergi ke Teluk Doreri, bukan sang anak, tetapi sang nenek yang pergi ke sana. Cukup berbeda jika dibandingkan dengan kisah Bunga, dari buku cerita anak tersebut.

Penemuan ini segera saja mengingatkan saya pada pernyataan Pater Frans Lieshout, OFM dan memantik tanya dalam diri "Siapakah sebenarnya yang pergi ke Teluk Doreri?" (Dayu Rifanto)

***

Judul Buku: Bunga dan Burung Cenderawasih
Penulis: Ana P Dewiyana
Penerbit: Pelangi Mizan
Terbitan 2018
45 Halaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun